Sejak tahun 2006, Pemerintah Indonesia sudah memprediksi bahwa  energi fosil yang saat ini dipakai untuk tenaga listrik, tenaga diesel dan bensin hampir berkurang jumlahnya. Â
Mengutip dari pemaparan dari Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Josaphat Rizal Primanan bahwa di tahun 2019 mendatang masyarakat Indonesia akan mengonsumsi energi sebanyak 2.000 juta barrel per tahun, atau setara 5,5 juta barrel per hari (bph). "Kalau produksi minyak hanya 0,8 juta bph, dan gas hanya 1,2 juta bph, artinya hanya tersedia 2 juta bph. Yang 3 juta bph lebih kekurangannya itu akan kita dapat dari mana?"
Selain harus mengubah paradigma  energi sebagai penerimaan negara,  Pemerintah bersama rakyat harus mulai berjuang untuk mencari Energi Baru dan Terbarukan (EBT)  sebagai inovasi berkelanjutan.  Kita tidak boleh mengexpor energi fosil sebelum kebutuhan dalam negeri terpenuhi lebih dulu.  Apalagi terpaku dengan paradigma lama bahwa Indonesia sebagai exportir terbesar untuk batubara dan gas.  Sementara  cadangan batubara Indonesia hanya  3 persen dari cadangan total dunia,  cadangan gas hanya 2,6 persen.  Indikator kedua yakni ketersediaan energi nasional sangat rendah.
Pengembangan dari energi baru terbarukan (EBT) sudah saatnya dilakukan dengan serius.  Walaupun pada tahun 2016 Pemerintah telah mencanangkan untuk melakukan pengembangan nabati sebagai EBT namun, hasilnya belum kelihatan  serius.  Pemerintah menyadari bahwa untuk ketahanan dan kedaulan energi sangat penting, dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
 EBT  yang telah digagas oleh Pemerintah ternyata mengalami stagnan karena biaya EBT lebih mahal daripada energi fosil, Pemerintah terlambat dalam mengembangkannya.  Teknologi pun harus diimport dan butuh persiapkan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki komptensi yang mumpuni.
Berdasarkan data dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, potensi tenaga air di Indonesia mencapai 75.000 megawatt(MW), tenaga bayu 60.000 MW, tenaga suraya 32.000 MV. Artinya sumber energi terbarukan tersedia berlimpah, hanya mereka yang belum mampu mengelola dan memanfaatkan potensi sebanyak itu?
Pelopor-pelopor  dari EBT:
Rizki tergerak melihat bahwa perlistrikan di Indonesia ini belum  100% terpenuhi hanya 92% sedangkan 8% sisanya masih dalam ke gelapan terutama di desa terpencil di Indonesia.
Ketika melihat hal ini, Rizky berkerja sama dengan teman dan dosen untuk mengkolaborasi energi matahari dan energi diesel. Â Â Hasilnya mereka dapat membuat alat yang disebut dengan "hybrid solar panel". Â Awal mulanya diadakan percobaan dulu, Â konsepnya adalah dengan tenaga surya, yang masuk ke dalam solar hybrid itu ditransformasikan menjadi tenaga listrik. Tenaga listrik ini mampu mengaliri listrik di tempat pesantren desa di Sukabumi. Â Pesantren di Sukabumi itu sekarang sudah teraliri listrik sebesar 2300 watt . Â Biaya pembuatannya seharga Rupiah 150 juta. Â Â
EBT panel surya ini mampu menjadi solusi dari perlistrikan di desa yang belum teraliri listrik sama sekali sehingga akhirnya anak-anak warga dapat belajar di malam hari  dengan menggunakan listrik sebagaimana masyarakat modern lainnya.