Mohon tunggu...
Wahyu Putri P
Wahyu Putri P Mohon Tunggu... -

Mahasisa Kimia Universitas Diponegoro

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Program Ambisius 35.000 MW

28 Agustus 2017   14:03 Diperbarui: 28 Agustus 2017   14:05 2109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memasuki hari ke sebelas #15HariCeritaEnergi, sebelum ini telah dibahas rencana pemerintah untuk mengaplikasikan mobil listrik di Indonesia. Menurut Kemenristekdikti, pada tahun 2020 diperkirakan Indonesia sudah bisa memproduksi mobil listrik, itu berarti 3 tahun lagi. 

Selain itu, motor listrik Gesits juga akan mulai diproduksi tahun depan, 2018. Pasti ada yang menyambut baik kabar ini, namun juga pasti ada yang berpikir bagaimana konsumsi listriknya karena Indonesia saja masih ada yang belum mendapat akses listrik. Bicara masalah listrik, memang rasio elektrifikasi di Indonesia masih belum 100 %. Rasio elektrifikasi didefinisikan sebagai jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik dibagi dengan rumah tangga yang ada. Rasio elektrifikasi Indonesia hingga akhir 2016 sebesar 91,16 %, artinya 8,8 % masyarakat Indonesia belum mendapat akses listrik.

Meskipun kita termasuk masyarakat yang telah mendapat akses listrik, namun permasalahan seperti pemadaman listrik pun masih kita alami. Pemadaman listrik yang dialami hampir setiap daerah disebabkan oleh kurangnya pasokan listrik. Bila hal ini tidak mendapat perhatian khusus, maka krisis listrik bisa terjadi di Indonesia dalam waktu yang dekat. Kondisi ini bukan hanya kurang mendukung aktivitas masyarakat, namun juga dapat menurunkan daya saing industri dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. 

Cadangan listrik yang terbatas adalah masalah utama yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi dan konsumsi listrik. Hal ini menyebabkan tertinggalnya pembangunan pembangkit sebesar 6,5 % dibanding permintaan listrik sebesar 8,5 % dalam lima tahun terakhir. Ketertinggalan ini akibat terkendala berbagai permasalahan, seperti pembebasan lahan, regulasi dan perizinan, pendanaan, hingga negosiasi harga jual listrik antar pihak swasta dengan PLN.

Saat ini total kapasitas terpasang nasional sebesar 50000 Megawatt yang dibangun PLN berserta swasta sejak PLN berdiri. Dengan memperhitungkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6-7 % pertahun, dalam lima tahun terhitung mulai tahun 2015 hingga 2019  dibutuhkan tambahan kapasitas listrik sebesar 35.000 Megawatt atau 7000 Megawatt pertahun. Oleh karena itu, pemerintah tidak memiliki pilihan lain kecuali harus membuat program 35.000 Megawatt yang telah dikukuhkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.

Program 35.000 Megawatt adalah proyek pemerintah untuk membangun pembangkit listrik mencapai 35.000 Megawatt hingga 2019. Program 35.000 Megawatt ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Hal ini tentu akan berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi di luar Jawa terutama daerah Indonesia timur yang sebelumnya kekurangan suplai listrik.

Pemerintah telah berkomitmen untuk merealisasikan penyediaan listrik sebesar 35.000 Megawatt dalam jangka waktu 5 tahun (2014-2019). Sepanjang 5 tahun, pemerintah bersama PLN dan swasta akan membangun 109 pembangkit, masing-masing terdiri 35 proyek oleh PLN dengan total kapasitas 10.681 Megawatt dan 74 proyek oleh swasta/Independent Power Producer (IPP) dengan total kapasitas 25.904 Megawatt. Dan pada tahun 2015 PLN telah menandatangani kontrak pembangkit sebesar 10000 Megawatt sebagai tahap I dari total keseluruhan 35.000 Megawatt.

Dari 35.000 Megawatt pembangkit yang akan dibangun, dibutuhkan dana lebih dari 1.127 triliun rupiah. Terkait keuangan PLN, kondisinya cukup untuk mendanai proyek dengan bagian 10.681 Megawatt. PLN juga telah memperoleh komitmen pendanaan dari sejumlah perbankan nasional maupun internasional. Ditambah lagi, pemerintah telah berkomitmen untuk menambah penyertaan modal negara (PMN) kepada PLN. 

Untuk mempermudah pihak swasta, dukungan pemerintah pun telah dilakukan melalui penerbitan dan pemberlakuan sejumlah regulasi, antara lain: UU 12/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014, Peraturan Menteri ESDM 1/2015 tentang Kerja Sama Penyediaan Tenaga Listrik Dan Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik, Peraturan Menteri ESDM 3/2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik Dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik Dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, Dan PLTA Oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Melalui Pemilihan Langsung Dan Penunjukkan Langsung.

Disadari bahwa bukanlah perkara mudah untuk merealisasikan program tersebut. PLN akan menerapkan prinsip -- prinsip good governance, mulai dari proses perencanaan, pengadaan, pendanaan, hingga pelaksanaan konstruksi. Untuk itu pemerintah menerapkan strategi-strategi pelaksanaan proyek 35.000 Megawatt, yakni :

  1. Mempercepat ketersediaan lahan dengan menerapkan Undang-undang 2/2012 tentang pembebasan lahan
  2. Menyediakan proses negosiasi harga dengan menetapkan harga patokan tertinggi untuk swasta dan excess power
  3. Mempercepat proses pengadaan dengan mengacu pada Permen ESDM 3/2012 dengan alternatif penunjukan langsung atau pemilihan langsung untuk energi baru terbarukan (EBT), mulut tambang, gas marjinal, ekspansi, dan excess power
  4. Memastikan kinerja pengembang dan kontraktor andal dan terpercaya melalui penerpan uji tuntas (due diligence)
  5. Mengendalikan proyek melalui project management office (PMO)
  6. Memperkuat koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait

Hingga saat ini, perkembangan proyek tersebut masih terus berjalan. Dari data PLN, terhitung secara total 7.533 Megawatt  (21 %) sedang dalam tahap perencanaan, 8.217 Megawatt (23 %) dalam proses pengadaan, 8.806 Megawatt (25 %) sudah PPA (Power Purchase Agreement) tapi belum konstruksi, 10.442 Megawatt (29 %) sudah konstruksi dan yang telah beroperasi sebesar 639 Megawatt. Dengan tambahan kapasitas pembangkit beserta jaringan transmisinya, kebutuhan listrik nasional akan tercukupi sehingga rasio elektrifikasi pada tahun 2019 dapat mencapai 97%. Dengan rasio elektrifikasi tersebut juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui penyerapan tenaga kerja baru yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun