Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dilema UKG dan TPG di Indonesia

6 September 2016   16:01 Diperbarui: 6 September 2016   16:14 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Uji kompetensi Guru (UKG) sudah dilaksanakan. Namun dalam proses penyelenggaraannya masih kurang memuaskan. Mengapa itu bisa terjadi? 

Pelaksanaan UKG tidak dilaksanakan serentak seperti Ujian nasional (UN), sehingga kemungkinan kebocoran soal mudah terjadi. Mereka yang ikut UKG belakangan tentu mendapatkan informasi dari yang sudah mengikutinya. Walaupun soal dibuat berbeda beda dengan rotasi server komputer, tetap saja akan ada soal yang bocor. Hal ini sudah menjadi buah bibir di kalangan guru. Sebagus apapun soal yang dibuat, akan tetap bocor kalau model pelaksanaannya seperti itu.

Memang untuk saat ini sulit sekali dicari guru yang benar-benar jujur. Bukan menuduh tapi itu realitas di lapangan. Meskipun ada juga guru-guru yang jujur dalam mengerjakan soal. Mereka benar-benar belajar dan mengerjakan soal dengan benar tanpa mencontek sana sini. Mereka percaya diri meskipun harus menerima kenyataan pahit nilai UKG-nya belum mencapai KKM. Kriteria Kemampuan Minimal Mereka memang di bawah 70, tapi integritas mereka melebihi nilai integritas UKG itu. Sayang, integritas kejujuran tidak diberlakukan dalam pelaksanaan UKG. Baru dilakukan hanya untuk UN saja. Kita semua tentu sudah tahu.

Saya tak heran bila mereka yang dipanggil menjadi instruktur nasional (IN) orangnya biasa-biasa saja. Guru yang dipanggil untuk ikut IN malah ada yang tidak pernah mengajar di kelas. Begitu laporan dari beberapa kawan yang kaget melihat temannya jadi IN. Saya pun hanya bisa tersenyum melihat kenyataan itu. Namun tidak semua guru seperti itu. Semoga hanya oknum guru saja. Sebab saya masih percaya guru mulia karena karya. Guru bersahaja karena kejujurannya. Guru jujur karena mengajarkan karakter baik kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, mereka yang mengajarkan akhlaqul karimah haruslah mereka yang memiliki sifat kenabian. Sidiq, Tabligh, Amanah dan Fathonah harus menjadi sifat kenabian yang ada dalam diri guru. Dengan begitu guru akan selalu menjadi manusia yang senantiasa digugu dan ditiru.

Lupakan UKG sejenak, kita beranjak kepada Tunjangan Profesi Guru (TPG). Kami lebih suka menamainya tunjangan sertifikasi. Mereka yang telah mendapatkannya telah melalui proses Diklat PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru) yang cukup ketat. Mereka mendapatkan sertifikat sebagai guru profesional dari perguruan tinggi yang ditunjuk. Jadi tidak serta merta menerima tunjangan profesi guru begitu saja. Hanya saja, setelah sertifikasi seringkali guru-guru tidak dilatih kembali cara mengajarnya. Mereka tidak lagi diberikan pelatihan yang berkelanjutan. Wajar bila ada yang mengatakan, "Sudah sertifikasi kok masih belum profesional?".

Inilah dilema UKG dan TPG di Indonesia. Semoga ada solusinya. Kami para guru akan terus menyambut baik apa yang dilakukan oleh pemerintah. Semoga pendidikan di Indonesia semakin maju dan sejahtera guru-gurunya. Tak ada lagi orang yang malas jadi guru, karena guru menjadi tenaga profesional yang sangat menjanjikan. Profesi yang sangat dicari oleh bangsa ini dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hanya mereka yang menghargai jasa guru, hidupnya akan kaya dan tenang dalam menjalani cobaan hidup yang penuh warna-warni.

Pemotongan TPG yang terjadi saat ini hendaknya disikapi dengan bijaksana. Pemerintah tak mungkin seenaknya memotong tanpa ada data yang nyata. Guru yang mengerti pasti tidak akan lekas marah dan memaki. Tapi dia akan cari informasi yang benar. Informasi yang benar tentu saja dari pemerintah yang sudah menghitung ulang dan kemudian terjadilah pemotongan tunjangan guru. Jadi tak perlu galau, guru tetap tenang mengajar dan menyiapkan generasi emas Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun