Mataku basah, derai air mata ini adalah bentuk luka batin yang tak sanggup aku sangga. Aku dalam dunia yang sepi, di sisi gelap yang orang-orang tak sedikit pun perduli. Siapakah aku ini? Aku hanya seorang perempuan yang hidup sebatang kara. Tidak tahu arah kaki melangkah, tidak cukup paham dengan orang-orang yang jahat berada di sekeliling ku. Aku lelah.
Sepanjang hari yang aku lakukan hanya merenungi hidup, takdir yang seakan tak pernah berpihak pada hidup ku. Bahagia yang tak pernah ku temukan, ketenangan yang sulit ku gapai. Tuhan ... Hidup macam apa ini?Â
Berkali-kali aku mencoba membunuh rasa sepi, atau bahkan mungkin berusaha bunuh diri untuk lari dari sedihnya hati. Aku kebingungan dengan hidupku sendiri.
"Dasar bodoh!" teriak keras majikan tempat ku bekerja.
"Bukan aku yang menaruh ikan itu di situ, Tuan!" sahut aku dengan rasa takut.
Dia menatap wajah aku penuh benci, di matanya aku ini hanya pembantu yang bodoh, tidak memiliki keahlian apapun. Sakit sekali rasanya, di hadapan semua orang dia mengumpat ku bodoh, tidak punya otak.Â
"Kalau bukan kamu siapa yang menaruh ikan di sana? Ibu saya?" teriaknya lagiÂ
Aku hanya diam, menahan tangis di ujung mataku. Aku paham sekali aku hanya seorang pembantu, sehingga mereka memperlakukan ku sesuka hatinya. Di dalam kamar mandi ku uraikan air mata, dengan sesenggukan aku merasa pahit sekali hidup ini. Kenapa ya Tuhan!Â
Tidak berapa lama pesan masuk ke dalam ponselku. Iya, itu pesan dari kekasihku. Kekasih yang sebentar lagi akan menjadi suamiku.Â
"Sepertinya kita tidak bisa menikah, kita berteman saja ya!" isi pesan singkat darinya.Â
Dalam bersamaan, aku harus kehilangan orang yang aku sayangi. Sama sekali aku tidak sanggup menahan air mataku. Aku mengutuk mereka, orang-orang jahat yang hadir di kehidupan aku.Â