Mohon tunggu...
Aniza Ambarwati
Aniza Ambarwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidik, Penulis, dan mahasiswa magister

A critical person who likes reading, writing, studying, and travelling

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Hidden Paradise In Semarang

3 Februari 2014   11:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:12 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semarang, ibukota provinsi Jawa Tengah. Kota yang cukup besar tapi kurang “dilirik” oleh mayarakat. Sebenarnya banyak keunikan dari kota ini, mulai dari tempat wisata sejarah seperti gedongsongo, lawang sewu, goa maria, kereta api ambarawa, sampai wisata alam seperti kebunteh medini, wana wisata penggaron, hutan wisata mangrove, bangunan unik gereja blendhuk, vihara budhagaya dan banyak pantai dipesisir utara meski harus diakui pantai pesisir utara tidak seindah pantai selatan, dan lain sebagainya. Sebenarnya masih banyak lagi wisata kota Semarang.

Hidden Paradise In Semarang, apa sih surga tersembunyi di kota Semarang? Mungkin banyak yang tidak tahu tentang Wana Hutan Penggaron, sebuah hutan wisata di semarang, tepatnya daerah Penggaron. Wisata ini terletak di Jalan DI Panjaitan, Penggaron. Sebuah hutan yang eksotis tapi tidak tersentuh mata.

Berawal dari hobby saya dan dua orang teman yang sukanya mbolang ketempat yang belum pernah dikunjungi. Kali ini pengin mengunjungi tempat wisata di Semarang, akhirnya kita searching di internet dan menemukan sebuah tempat wisata bernama wana hutan penggaron. Penasaran banget dengan tempat satu ini akhirnya kami memutuskan setelah berkenjug ke Vihara  Budhagaya, perjalanan kami lanjutkan ke penggaron. Dari Vihara tersebut, cari angkutan warna kuning arah penggaron. Kami yang tidak tahu dimana lokasinya secara pasti hanya bertanya pada si sopir dimana kami harus turun dan jalan kearah mana agar samapi ke tempat tujuan. Akhirnya kami diturunkan di depan jalan kecil, tepatnya kami tidak tahu nama jalan tersebut, yang kami tahu hanya di penggraon dan diseberang jalan ada “Spesial Sambal”, sebagai pengingat. Kami masuk menyusuri jalan tersebut, tak satu pun dari kami yang tahu lokasi pastinya. Akhirnya saya nyalakan GPS dan ternyata GPS menunjukkan  jarak yang harus kami tempuh 800 m, jarak yang tidak terlalu jauh sebenarnya untuk orang yang suka hiking atau climbing. Tidak ada angkutan umum kesana, hanya ada ojek. Ah tapi pasti mahal kalau naik ojek. Ya sudah apa boleh buat kami tetap berjalan sampai lokasi dengan mengikuti GPS, orang-orang disepanjang jalan memperhatikan kami. Mungkin heran melihat 3 cewek jalan jauh entah kemana, atau dikira kita ini orang hilang bahkan penjahat. Ah tidak peduli, sudah terbiasa dengan tatapan seperti itu. Akhirnya kami pun sampai di lokasi, awalnya sedikit menyesal tapi setelah itu  “I found the hidden paradise”.

Tiket untuk memasuki kawasan 5000/orang. Kami banyak bertanya apa sih yang ada dalam hutan, penjaga loket hanya mengatakan ya sebatas hutan biasa yang sering dipakai kemah, selebihnya tidak ada yang istimewa. Sempat kami merasa kecewa tapi rasa penasaran dan perjuangan kami tidak menyurutkan semangat. Begitu memasuki hutan kami disambut hutan dengan dedaunan rimbun, batang pohon yang menjulang tinggi dan unik, jalan setapak yang halus dan beraspal, bunga-bunga cantik yang kini sulit dijumpai, suara burung saling bersiul-siulan, suara angin yang kencang dan suara aliran sungai jernih. Tidak semua tempat kami jelajahi karena keterbatasan waktu dan tenaga. Wilayah hutan yang sangat luas  membuat  kami tidak bisa menjamah seluruh bagian hutan, bahkan untuk sampai ke lokasi perkemahan saja belum apalagi sungai karena kami tidak membawa kendaraan bermotor, sengaja memang karena lebih menyenangkan seperti ini, melatih survival adrenalin. Tapi suguhan  pemandangan luar biasa membuka mata kami bahwa semarang punya surga tersembunyi, keindahan alamnya ternyata dahsyat, kota ini punya potensi sebagai kota wisata. Namun sangat disayangkan. Kebanyakan wisata di semarang memang kurang dilirik, banyak yang tidak laku dan berimbas pada ketidakterawatan wisata.

Konsep dari wana hutan penggaron ini sebenarnya sangat  menarik, hutan luas dengan pepohonan eksotis, jalanan halus dan tertata, ada bumi perkemahan, dan beberapa hewan yang bisa dilihat meski hanya ada dua merak dan satu monyet, warung disekitar wisata, tempat bermain untuk anak-anak seperti ayunan, jungkat-jungkit tapi sudah rusak, yah mau bagaimana lagi wisata ini memang sangat sepi. Ketika kami berkunjung hanya ada tiga pengunjung yang tidak lain adalah kami, tiga perempuan berjalan di dalam hutan dan sisanya orang pacaran dengan kendaraan bermotor yang berlalu-lalang, itu pun bisa dihitung dengan jari. Penjaga wisata pun heran melihat kami datang tanpa kendaraan bermotor, tiga perempuan masuk ke tepat wisata tanpa pengunjung.  Tempat ini sangat sepi, hanya ketika ada anak kemah barulah wisata ini menjadi ramai setelah usai kembali lenggang. Biaya untuk berkemah disana 7000 /orang/hari.

Penjaga wisata sudah bekerja kurang lebih 16 tahun, penjaga yang lupa saya tanyakan namanya. Berdasarkan penuturan beliau memang sejak didirikan sudah sepi tapi berhubung wisata tersebut milik pemerintah kota  maka wisata tersebut masih bisa bertahan dengan pembiayaan dari APBD. Ketika zaman krisis moneter dulu, beliau sempat hanya digaji 120ribu perbulan, kalau sekarang sudah mengikuti UMR, sekitar 1,2 juta. Wisata hutan ini sebenarnya berada di sebelah selatan tapi karena pernah terjadi longsor maka tahun 1997 dipindahkan disebelah utara, selain itu factor keterjangkauan mobil untuk memasuki hutan menjadi pertimbangan.

Hutan wisata ini sama nasibnya dengan kebun binatang mangkang, yang pernah saya ulas sebelumnya, tidak terawat dan kurang laku, meski masih  jauh lebih baik  kebun binatangnya, setidaknya masih  ada pengunjung meski pada hari-hari biasa. Pemandangan luar biasa yang tidak banyak orang ketahui. Seringkali saya bertanya kenapa wisata di Semarang kurang “dilirik”. Apakah karena konsepnya yang jelek? Tidak! Tidak terawatt? Jelas karena tidak ada pemasukan lain selain APBD. Tapi saya rasa bukan itu masalah utamanya, rasa saling memiliki masyarakat Semarang itu sendiri akar masalahnya. Mereka tidak pernah merasa memiliki kekayaan wisata, budaya, potensi alam yang luar biasa. Mind set mereka sudah terbentuk bahwa kota wisata adalah Yogyakarta. Tidak saya pungkiri memang demikian tapi rasa cinta warga Yogyakarta sendiri yang  membuat  apa yang mereka miliki begitu indah, begitu berharga dimata dunia, budaya kejawen yang masih dijunjung tinggi, alam dengan potensi luar biasa mereka kelola. Andai masyarakat lain bisa memiliki rasa cinta seperti mereka. Bukan hanya semarang tapi daerah pelosok negeri ini harus mulai menyadari dan mencintai apa yang mereka miliki, rasa saling memiliki.

HIDDEN PARADISE…. Hutan cantik yang terbaikan oleh mata public.

13914025921863912346
13914025921863912346
13914026781236063539
13914026781236063539
13914028251616964310
13914028251616964310
13914029872078860555
13914029872078860555
13914031041148389742
13914031041148389742
1391403187703831137
1391403187703831137
1391403298787948704
1391403298787948704
13914033951671878759
13914033951671878759

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun