Mohon tunggu...
ummu nazry nafiz
ummu nazry nafiz Mohon Tunggu... Guru - penulis artikel santai

Guru dan Pemerhati Generasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Surrogate Mother, Bolehkah?

6 April 2020   20:40 Diperbarui: 6 April 2020   20:49 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Adalah istilah yang populer dewasa ini. Sewa rahim atau surrogate mother adalah aktivitas menyewa rahim perempuan lain untuk ditanami janin oleh pihak penyewa. Sewa rahim didunia medis diperkenankan dengan alasan-alasan medis. Dan ini telah berlangsung.  Sewa rahim nilainya sangat fantastis. 

Karena itu banyak wanita yang tergiur untuk melakukannya. Namun fakta menunjukkan, jika aktivitas sewa rahim adalah aktivitas yang sangat tidak manusiawi, sebab menimbulkan banyak kekacauan utamanya dalam penentuan nasab bayi yang kelak akan dilahirkan dari ibu sewa.  

Selain juga banyak menimbulkan penderitaan bagi ibu sewa, yang selama mengandung janin milik pasangan lain, ia akan dihantui berbagai macam perasaan was-was. 

Sebab jika gagal melahirkan bayi seperti kriteria yang diinginkan oleh pihak penyewa, maka dia tidak akan mendapatkan apapun, selain kerugian, baik materi maupun moril. Kontrak sewa bisa dibatalkan secara sepihak oleh pihak yang memiliki uang. Kembali naluri dan kehormatan wanita dipertaruhkan.


Sesungguhnya, Allah SWT menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, ada pria ada wanita, ada siang ada malam, semua diciptakan untuk saling melengkapi.


keberadaan pria dan wanita, akan disatukan melalui ikatan pernikahan yang telah disyariatkan. Dari pernikahan inilah yang menjadikan manusia mampu berkembang biak, mendapatkan keturunan, sehingga manusia tidak musnah.


Allah swt menciptakan perempuan dengan perangkat rahimnya yang berfungsi sebagai tempat perkembangbiakan manusia, dilengkapi dengan kelenjar air susu yang dapat memproduksi ASI (air susu ibu).


Melalui jalan pernikahan inilah, seorang wanita bisa hamil, mengandung benih dari suaminya. Bagaimanapun jalannya, tetaplah benih yang dikandung rahim wanita, haruslah benih yang berasal dari dirinya dan dari suaminya.  

Baik terjadi melalui proses pembuahan alami ataupun melalui proses pembuahan yang dibantu dengan teknologi, semacam proses bayi tabung. Tetaplah bibitnya harus berasal dari pasangan suami-istri dan harus ditanam kembali didalam rahim istrinya, sang pemilik janin.


Sebab kehamilan adalah bonus dari pelaksanaan hukum syariat tentang pernikahan. Artinya tidaklah mungkin seorang wanita akan mengalami kehamilan kecuali setelah menikah dan mengalami pembuahan dari suaminya.


Artinya pula Allah SWT telah menempatkan syariat tentang pernikahan sebagai hubungan yang penuh dengan kesucian, kesakralan dan kebaikan. Yang menghalalkan hubungan yang sebelumnya terlarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun