Akhir-akhir ini, di media sosial orang ramai membicarakan tentang penayangan seorang wanita dari sebuah Klinik Herbal yang bukan dokter tetapi membicarakan/menjelaskan hasil pemeriksaan MRI dengan bahasa dan istilah medis yang diterjemahkan sendiri dan ternyata tidak tepat. Mari kita lakukan kajian dari sudut pandang Hukum Kesehatan.
Klinik Herbal
Nomenklatur Klinik Herbal tidak dikenal dalam aturan yang berlaku (PMK no 9/2014 tentang Klinik) pada Permenkes tentang Klinik hanya dikenal Klinik Pratama dan Klinik Utama (Ps 2 ayat 1); Â Klinik tersebut dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan cabang/disiplin ilmu atau sistem organ.
Apakah (Obat) Herbal merupakan merupakan cabang atau disiplin ilmu? Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan no 13/2014 tentang Pedoman Uji Klinik Obat Herbal, Ps 1 ay (5) : Obat Herbal adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan mineral, dapat berupa obat herbal tradisional atau obat herbal non tradisional. Ay (6) Obat Herbal Tradisional adalah obat herbal yang memenuhi kriteria definisi obat tradisional. Sementara yang dimaksud sebagai Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak ada yang disebut sebagai cabang atau disiplin Ilmu Herbal. Â Karena itu maka penamaan Klinik Herbal tidak tepat, dan menyalahi peraturan perundangan yang ada.
Pelayanan Kesehatan Tradisional
Konsep pelayanan kesehatan tradisional meliputi:
- Gangguan kesehatan individu yang disebabkan oleh ketidakseimbangan unsur fisik, mental, spiritual, sosial dan budaya;
- Manusia memiliki kemampuan beradaptasi dan penyembuhan diri sendiri (self healing); dan
- Penyehatan dilakukan dengan pendekatan holistik (menyeluruh) dan menggunakan pendekatan alamiah yang bertujuan untuk menyeimbangkan kembali antara kemampuan adaptasi dengan penyebab gangguan kesehatan.
Pada pelayanan kesehatan tradisional, prosedur penetapan kondisi kesehatan klien melalui tata cara pemeriksaan pelayanan kesehatan tradisional yang didasarkan pada kemampuan wawancara, penglihatan, pendengaran, penciuman dan perabaan serta dapat dibantu dengan alat dan teknologi yang bekerja sesuai dengan konsep kesehatan tradisional empiris.
Pemerintah turut mendorong pemberdayaan pengobatan tradisional. Ini terlihat dari dimasukannya pengobatan tradisional dalam UU no 36/2009 tentang Kesehatan: Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Oleh karena itu, untuk membangun sistem pelayanan kesehatan tradisional yang bersinergi dengan pelayanan kesehatan konvensional, Pelayanan Kesehatan Tradisional diberi ruang dan tempat melalui Peraturan Pemerintah no 103/2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, dimana Pemerintah, dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional yang meliputi:
- Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris;
- Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer; dan
- Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi.
Semuanya dilaksanakan dalam satu sistem kesehatan tradisional.