Mohon tunggu...
taher heringuhir
taher heringuhir Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Karyawan di TV bursa efek Indonesia, IDX Channel. www.tahersaleh.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pesan dari Pendiri Detikcom

27 Januari 2016   08:57 Diperbarui: 5 Juli 2017   18:51 3477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi/by startupbisnis.com"]Undangan itu datang dari Ratna, seorang teman yang menjadi peserta Banking Journalist Academy. Saya diminta hadir dalam inaugurasi kelulusannya, medio Desember tahun lalu. Pelatihan jurnalistik itu diinisiasi Bank Permata dan AJI Indonesia dengan dukungan Kedubes Australia. Mentornya Bang Hasudungan Sirait dan Mba Feby Siahaan, dua mantan jurnalis senior. Saya kenal dengan Bang Has karena pernah menjadi anak didiknya, jadi sekalian ingin sowan dengan beliau.

Tamu acara itu cukup banyak, selain beberapa pemred, redaktur, dan jurnalis, hadir pula perwakilan penyelenggara. Satu per satu memberikan sambutan, mulai dari perwakilan Bank Permata Julian Fong, Sekjen AJI Indonesia Arfi Bambani, hingga Minister Counselor Bidang Ekonomi Kedubes Australia Steven Barraclough.

Penyelenggara juga mengundang pembicara dari pelaku media. Kali ini mereka menghadirkan Budiono Darsono, salah satu pendiri situs berita online pertama di Indonesia, Detik.com. Pak Bud bukan hanya pelopor situs berita online, melainkan juga seorang miliarder media setelah pengusaha Chairul Tanjung lewat CT Corp membeli 100% saham Detik pada Agustus 2011, nilainya ditaksir menembus US$60 juta atau setara dengan Rp512 miliar kurs saat itu.

Beruntung saya hadir malam itu karena berkesempatan menyimak presentasi Pak Bud yang menarik, singkat, padat, dan nakal. Presentasinya tidak begitu lama, mungkin kurang lebih 20 menit tapi komprehensif. Dia berbagi pandangannya tentang lanskap media dalam beberapa tahun ke depan. Pak Bud amat cerdik menarik mata hadirin agar terus menyimak slide demi slide-nya. Saya sendiri tak bisa beralih. Meski uban sudah menjamur di rambutnya, tak kelihatan dia sudah berumur karena tampak masih energik dibalut t-shirt dan celana jeans.

Dia mengungkapkan betapa cepat perkembangan internet, bagaimana internet sangat jeli membedakan informasi ketimbang platform lain. Bahkan satu huruf pun bisa bermakna beda di internet. Contoh, situs Extrajoss dengan “S” dobel adalah situs resmi minuman energi buatan Bintang Toedjoe, tapi ketika mengetik Extrajos dengan satu “S”, terpampanglah situs porno yang untungnya sudah diblok. Hadirin pun tersenyum-senyum sendiri memandang deskripsi pada slide-nya.

Audiens, menurut dia adalah gabungan teknologi media dan data. Dalam arti, internet menjaring data sangat cepat. Jangan heran ketika kita membuka sebuah situs, misalnya, Bank Permata dari Google, ke mana pun kita menjelajah, iklan yang berkaitan dengan bank itu akan menguntit.

[caption caption="Budiono Darsono (www.pengusaha.co)"]

[/caption]

Menyoal masa depan media, menurut Pak Bud sebuah media mestinya bukan lagi berkutat pada konten, melainkan lebih dari itu, beyond content. “Aset kita adalah audiens, media yang harus mengelola audiensnya. Mereka [audiens] adalah bisnis. Soal konten itu sudah final, jangan dibahas lagi,” tegasnya. Artinya masalah konten sudah selesai—meski saya kurang sependapat soal ini karena banyak media online enggak beres kontennya.

Sebab itu, media harus memahami audiens, para pembaca. Sampai kapan pun, katanya, media tetap ada dan tidak akan mati. Namun platform media yang akan berganti mengikuti perubahan zaman lantaran karakter audiens berubah. Cepatnya penetrasi teknologi informasi mau tak mau memicu penyedia media massa merubah format dalam menyampaikan informasi kepada khalayak.

Untuk memudahkan gambaran ini, dia berbagi bercerita soal cepatnya transformasi teknologi yang dirasakan awak Detik. Situs berita ini didirikan pada Juli 1998, dengan modal Rp40 juta, berkembang pesat sampai akhirnya diakuisisi Trans Corporation, anak perusahaan CT Corp. Pada awalnya Detik dibangun dengan niat menyajikan berita yang cepat, dengan gaya sederhana. Sampai kini gaya itu dipertahankan. Data Alexa per 24 Januari, Detik menjadi situs berita terpopuler di Tanah Air, masuk urutan nomor 6 di Indonesia dan 207 secara global--kendati Detik pernah gagal dalam format harian e-paper, Harian Detik.

Dengan kesuksesan Detik yang memaparkan berita-berita yang kadang dipandang remeh tapi justru menarik pembaca, banyak media daring akhirnya mengikuti. “Saya sebetulnya tak ingin media lain mengikuti gaya Detik,” kata Pak Bud. Vivanews (kini viva.co.id), kata dia, awalnya punya visi sangat baik dengan menyediakan berita in-depth dan investigasi. Maklum, rerata punggawa Viva saat itu dari majalah Tempo. Sayangnya, kata Pak Bud, peringkat Viva kala itu tidak beranjak. Barangkali pembaca kurang tertarik atau tidak nyaman disuguhkan berita panjang lewat online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun