Mohon tunggu...
Supadiyanto Espede Ainun Nadjib
Supadiyanto Espede Ainun Nadjib Mohon Tunggu... profesional -

Penggiat di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY. Penulis buku: "BERBURU HONOR DENGAN ARTIKEL, TIPS DAN STRATEGI MENANGGUK RUPIAH DARI SURAT KABAR" terbitan Elex Media Komputindo (Kelompok Kompas Gramedia). Adalah kolumnis, pernah menjadi dosen tetap dan tamu (luar biasa) Universitas Islam Negeri "UIN SUKA" Sunan Kalijaga; serta Akademi Komunikasi "AKINDO" Indonesia, dan Akademi Komunikasi "AKRB" Radya Binatama Yogyakarta (Kelompok STMIK AMIKOM). Alumni Konsentrasi Kebijakan Media (Media Policy) Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Program Pascasarjana FISIPOL Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang. Hobi memotret. Baru menulis 7 buku, 15 jurnal dan prosiding Internasional dan nasional, lebih dari 70 makalah pada berbagai forum ilmiah. Tinggal di: Jalan Ki Srogo Padukuhan Sragan, RT 01/ RW 31 Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Provinsi D.I. Yogyakarta. Kontak: 08179447204, e-mail: padiyanto@yahoo.com, supadiyantoundip@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Aplikasi-Aplikasi Teori Pemikiran Kelompok

15 September 2012   09:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:25 2631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Untuk dapat memberikan sejumlah contoh pengaplikasian Teori Pemikiran Kelompok (Group Think Theory/GTT) secara tepat dan benar, kita harus terlebih dahulu mengetahui secara clear and distink mengenai definisi tentang teori tersebut. Pertama kalinya, GTT diformulasikan oleh Irving Janis, yang berfokus pada sebuah susunan kesalahan yang dapat dibuat kelompok, acapkali bersamaan dengan konsekuensi yang mendatangkan malapetaka.

Menurut Kurt Lewin (1930-an), pemikiran kelompok adalah sebuah hasil langsung terhadap kepaduan kelompok. Kepaduan sendiri merupakan tingkatan minat ganda di antara anggota kelompok atau sebuah hasil dari tingkatan yang semua anggota merasa bahwa tujuan mereka dapat tercapai dalam golongan.
Semakin kelompok padu, tekanan akan lebih mendesak anggota untuk menjaga kepaduan tersebut. Memang hal ini sangat positif dalam mempererat hubungan antarpribadi. Namun di balik semua itu, menyimpan potensi bahaya besar. Bagi seseorang, kelompok yang sangat padu akan menghabiskan banyak energi dalam menjaga niat baik dalam kelompok yang mengganggu pengambilan keputusan. Anggota menanamkan energi intrinsik yang terlalu banyak dalam kelompok karena mengharapkan hadiah, bisa berupa persahabatan, gengsi dan pengakuan harga diri. Karena harga diri yang sangat tinggi, seseorang terkadang mencurahkan energi terlalu banyak untuk membangun hubungan positif. Jelaslah, hal ini membawa konsekuensi logis pada pemikiran kelompok.

Dalam buku karya Mc Graw Hill yang berjudul: Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi (Introduction Communication Theory: Anayssi and Application), pemikiran kelompok didefinisikan sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan anggota kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka untuk menilai semua rencana tindakan yang ada. Janis berpendapat, anggota-anggota kelompok sering kali terlibat di dalam sebuah gaya pertimbangan di mana pencarian konsensus (kebutuhan akan semua orang untuk sepakat) lebih berat dibandingkan akal sehat.

Pada prinsipnya, kelompok-kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas tinggi, sering kali gagal untuk mempertimbangkan alternatif-alternatif dari tindakan yang mereka ambil. Ketika anggota kelompok berpikir sama dan tidak memiliki lebih sedikit kemungkinan untuk menyatakan ide-ide yang tidak populer atau tidak serupa dengan anggota kelompok lainnya. Groupthink menyatakan bahwa kelompok-kelompok ini membuat keputusan yang terlau dini, dan beberapa di antara keputusan tersebut memiliki dampak yang tragis dan berkelanjutan.

Merujuk hasil penelitian Janis, pemikiran kelompok dapat menghasilkan 6 hal bernilai negatif:
o    Pertama, kelompok membatasi diskusi hanya untuk beberapa alternatif tanpa mempertimbangkan kemungkinan kreatif. Solusinya terlihat jelas dan sederhana bagi kelompok dan ada sedikit penggalian ide lain.
o    Kedua, posisi awal diberikan oleh sebagian besar anggota tidak pernah dikaji kembali untuk mencari hal yang tidak dapat diduga. Dengan lain kata, kelompok tidak kritis dalam menguji percabangan solusi.
o    Ketiga, kelompok gagal untuk menguji kembali semua alternatif yang bukan dari mayoritas. Pendapat minoritas dengan cepat dibubarkan dan diabaikan, tidak hany oleh mayoritas, tapi oleh semua orang yang awalnya sepihak sekalipun.
o    Keempat, pendapat para ahli tidak dicari. Kelompok merasa puas dengan pendapat dan kemampuannya sendiri untuk membuat keputusan dan justru merasa terancam oleh orang luar.
o    Kelima, kelompok sangat selektif dalam mengumpulkan dan menghadirkan informasi yang ada. Anggota cenderung memusatkan hanya pada satu informasi yang mendukung rencana.
o    Keenam, kelompok sangat percaya diri dengan ide-idenya yang tidak mempertimbangkan peluang-peluang dari rencana lain. Hal ini tidak dapat diramalkan atau kemungkinan rencana gagal.

Kembali menurut Janis, masalah-masalah pemikiran kelompok sebagaimana yang diutarakan pada bagian di atas dapat diatasi melalui pengambilan keputusan sesuai dengan prosedur berikut ini:
o    Pertama, mendorong semua orang untuk menjadi evaluator kritis dan menunjukkan tempat mereka kapanpun mereka hadir.
o    Kedua, tidak memiliki pemimpin yang menyatakan sebuah pilihan di muka umum.
o    Ketiga, menyusun pembuatan kebijakan kelompok independen dan terpisah.
o    Keempat, membagi ke dalam kelompok kecil.
o    Kelima, membahas apa yang sedang terjadi dengan yanga lainnya di luar kelompok.
o    Keenam, mengundang orang luar ke dalam kelompok untuk memberikan ide-ide segar.
o    Ketujuh, menilai individu setiap kali ada pertemuan yang menjadi "pengacara setan"
o    Ke delapan, memegang kesempatan kedua untuk mempertimbangkan kembali keputusan sebelum mengakhirinya.

Berikut ini penulis berikan dua contoh pengaplikasian Group Think Theory.
Contoh pertama, sebuah PTN di Yogyakarta membuka formasi lowongan dosen/tenaga pengajar pada Juli 2012 kemarin. Adapun jumlah dosen yang dibutuhkan adalah 3 orang, yang nanti ditempatkan untuk mengajar mata kuliah Ilmu Komunikasi. Semua pelamar harus berijasah minimal S2 Magister Ilmu Komunikasi.

Pihak PTN di Yogyakarta tersebut sudah mempublikasikan adanya lowongan dosen tersebut di berbagai surat kabar. Salah satunya melalui publikasi di SKH Kedaulatan Rakyat. Seleksi dilakukan melalui 3 tahap, yakni seleksi administratif, tes tertulis (kemampuan intelektual dan psikologi) serta tes wawancara.
Setelah hari terakhir masa pendaftaran, jumlah pelamar mencapai 100 orang. Secara administratif, dari 100 pelamar tersebut, hanya 5 orang yang tidak memenuhi persyaratan administratif, karena baru mengantongi ijasah S1. Kini tinggal 95 orang yang berhak mengikuti ujian tahap kedua, ujian tertulis. Pihak kampus memberikan parameter, hanya para peserta yang memiliki skor minimal 150 saja yang bisa masuk seleksi pada tahap wawancara. jumlah soal yang diujikan tertulis adalah 200 buah. Setelah dikumpulkan hasil tes tertulisnya, ternyata peserta yang mendapatkan skor 150-200 hanya terdapat 20 orang.

Nah, seleksi tahap ketiga terus dilanjutkan. Sebanyak 20 peserta diwawancarai oleh sebanyak 5 pewawancara, yang berasal dari pihak rektorat. Para pewawancara itu adalah Bapak Rifai, Bapak Musa, Bapak Hamdan, Bapak Ghofur dan Ibu Siti. Mereka adalah pejabat-pejabat internal di lingkungan rektorat PTN bersangkutan.

Dari 20 peserta yang mengikuti tes wawancara, kini tinggal 5 peserta yang diunggulkan atau memiliki kemampuan di atas rata-rata. Adapun 5 peserta yang dijadikan kandidat terkuat menjadi dosen-dosen baru di lingkungan PTN tersebut bernama Ahmad, Barid, Cherli, Dita dan Evi. Sebanyak 5 pewawancara kini tengah berdebat alot untuk menentukan 3 calon dosen baru PTN di Yogya dari 5 pilihan yang ada. Mereka harus memilih 3 orang terbaik saja, dan mengeliminasi 2 peserta lain yang dinilai memiliki kelemahan dibandingkan peserta lain. Bapak Rifai, mengusulkan agar untuk mencari 3 peserta terbaik diteliti saja jejak rekam prestasi akademiknya, misalkan IPK yang tertinggi siapa saja.

Lain hal dengan Bapak Musa, ia menskenariokan agar melacak portofolio dari 5 peserta dalam membikin karya ilmiah. Bapak Hamdan sepakat dengan usulan dari Bapak Rifai. Sementara Bapak Ghofur pro gagasan milik Bapak Musa. Sedangkan Ibu Siti mengusulkan agar dilakukan tes tertulis kembali, dengan model soal yang dibuat oleh kelima pewawancara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun