Kalau ditanya hobi, akutu masih sering bingung. Sebenarnya apa sih hobiku yang sebenarnya. Sudah lebih dari separoh abad lebih umurku, sepertinya belum pernah bisa menekuni bidang yang sama dalam waktu yang cukup lama.
Kalau sekedar suka , banyak sih yang kusuka. Misalnya, membaca. Dulu paling demen banget membaca, apa saja ingin dibaca (tapi nggak baca garis tangan,looh ). Dulu rasanya mata gak bisa terpejam kalau belum baca berlembar-lembar buku, bahkan kalau saking penasaran isi buku, setebal apapun buku, harus selesai saat itu juga.Â
Tapi sekarang sudah lain, karena ada gadget lebih betah pantengin HP daripada baca buku. Itupun kalau kelamaan sudah pusing (karena faktor u kali ya ). Tetapi kalau baca Al Quran itu wajib, Insyaallah harus khatam di Ramadan ini, jadi sesibuk apapun harus baca, karena habis baca Al Quran itu rasanya adem banget, puasa tak terasa lagi.
Terus penah punya hobi, rias juga, suka dandanin orang gitu. Maklum karena dulu lama bergelut di bidang kosmetik. Tapi sekarang sudah nggak juga, jangankan dandanin orang, oles-oles creem buat diri sendiri kalau malam dan pagi saja kadang-kadang suka males. Jadi skip aja...
Hobi masak ? suka juga sih masak, tapi kalau lagi mood saja. Suka menjelajah masakan yang kiranya menantang untuk dibuat. Tapi kalau ternyata hasilnya jauh dari yang diharapkan, surut deh hobinya. Jadi skip juga....
Naah ini niih, menulis !!
Menulis aku hobi juga, apalagi pada tema-tema yang aku suka. Tapi yaa gitu, Â kadang entah dengan alasan ini itu bisa lama tidak menulis juga.
Berkat adanya #samberthr di Kompasiana, rasanya tertantang juga. Mampu nggak ya menulis selama 33 hari, dengan tema yang berbeda-beda, dan belum tentu aku suka dengan tema yang syaratkan admin tiap harinya. Tapi mau nggak mau aku harus menulis, walau kadang perlu koprol untuk menyiapkan tema yang akan aku tulis.Â
Kadang sampai titik darah terakhir belum juga menemukan yang pas yang mau ditulis. Jadi terpaksa hampir tiap hari mengikuti aliran DL garis keras, kalau belum mepet betul susahnya minta ampun, ide itu keluar. Maafkan daku, admin, itulah kenyataan.
Dengan menulis kadang membuatku lupa kalau lagi sendirian di rumah, serasa aku sedang bicara dengan tust-tust keyboard agar keluar kata-kata yang bisa mewakili perasaanku. Maaf-maaf niih...bikin baper aja, yeee.
Menulis bukan saja membuat kita lupa dengan rasa sedih, rasa rendah diri, dan kesendirian yang sering aku alami. Namun juga bisa meredam rasa yang tengah bergejolak, baik itu jatuh cinta (lagi?), patah semangat, sedang marah maupun sedang  bahagia.
Karena kita bisa meluapkan emosi kita dengan kata-kata, akhirnya setelah kita baca kembali tulisan itu bisa mengontrol emosi kita.  Sebelum tayang kita edit dulu  agar tulisan-tulisan seperti itu, agar pembaca kita tidak terlalu hanyut dengan perasaan yang sedang melanda. Tapi kita merasa plong!.
Perjuangan daku menulis pernah diuji dengan terkena sindrom De Quervian yang melandaku selama 7 bulan lamanya pada tahun 2016. Rasanya tangan dan jari jemari sakit sekali digerakkan untuk menyentuh tust-tust keyboard laptop. Walaupun begitu aku tetep saja menulis walau tidak keseringan. Menurut dokter syaraf yang merawatku waktu itu, sindrom De Quervian yang aku alami berhubungan dengan hobi menulisku, yang harus menggerakkan jari jemari terus menerus di keyboard.
Menyiapkan bahan-bahan yang hendak kita tulis sering memberi pengalaman tersendiri buatku. Misalnya kita harus datang dan terlibat langsung dengan sumber tema, harus mendatangi hal-hal yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Seru pokoknya.
Dengan menulis pula cakrawala pergaulan kita akan semakin luas, kita tidak melulu berkumpul pada orang-orang yang berstrata sama seperti saat kita sekolah, dan bekerja. Karena teman-teman yang punya hobi menulis bisa datang dari kalangan dan profesi apa saja.
Untuk Ramadan kali ini, setiap sore menjelang berbuka puasa daku sering ngedraf tulisan saja dulu, dan melanjutkannya setelah selesai salat tarawih untuk menulis #samberthr ini (dengan catatan bila ide sudah dapet ). Karena aku juga harus menyiapkan menu berbuka puasa dan terkadang ikut mendengarkan kultum menjelang buka puasa di masjid dekat rumah.Â
Kalau ide menulis #samberthr belum muncul juga, apalagi tiba-tiba adzan Maghrib berkumandang yang berarti juga waktu DL sudah semakin berkurang, jadi terasa cepat juga saat adzan Maghrib tiba.
Itulah kegiatanku untuk mengunggu adzan maghrib tiba, maaf bila ada kata-kata yang melompat-lompat tak jelas. Seperti hobiku yang juga tak jelas!
 Kudus, 20 Mei 2019
Salam hangat,
Dinda Pertiwi