Saya pernah dianggap aneh di masa lajang, karena sekian lama bersikeras tidak membeli televisi. Bahkan hal itu menjadi perbincangan sebagian teman di kantor. Apalagi, saat ingin menonton sepak bola pun, saya memilih menonton di kantor saja. Alhasil, pertanyaan paling sering muncul adalah;
"Kenapa gini hari masih berpikiran begitu? Apa kamu tak merasa tertinggal informasi..."
"Coba kalau kau punya TV sendiri, kau tak perlu ke mana-mana untuk menonton. Cukup di rumah saja..."
"Dengan TV sendiri kau bisa menonton apa saja yang kausuka, dan tak akan ada yang berani mengusik kamu..."
Dan, saya jadi terlihat aneh.
Memilih hal tak lazim, setidaknya menurut pandangan umum, memang sering menjadi alasan untuk memberi cap yang terkadang zalim.
Dalam pengalaman saya, cap yang sempat muncul adalah; terlalu sayang uang, terlalu pelit, pelit pada diri sendiri....
Cap itu distempel di depan kening saya sendiri dengan kondisi mata terbuka, dan nyaris tak ada yang terlihat bersalah.
Saya sempat berharap akan ada yang mau melihat secara lebih positif atas sebuah keputusan pribadi. Tapi, seringnya saya harus menjelaskan alasan tidak bersedia membeli televisi, meski hanya penjelasan sekadarnya.
Ya, karena prinsip saya pribadi, untuk hal-hal remeh begitu--setidaknya menurut mereka--tak perlu dijelaskan terlalu panjang. Sebab penjelasan beroma "kuliah umum" pun hanya membuang waktu. Lagipula, saya termasuk orang yang gemar mengambil keputusan tanpa menunggu restu lebih dulu dari siapa-siapa.
Walaupun, iya terkadang juga saya menjelaskan alasan dan menegaskan prinsip bahwa di kamar saya cukup hanya ada buku-buku, tak perlu televisi.