Dia hanya masih memikirkan dunianya sendiri. Belum seluas pemikiranku atau orang dewasa lainnya. Dia hanya seorang anak-anak yang menginginkan adik perempuan. Farhan, biasa kami memanggilnya.
"Mas, ayo adiknya diajak keluar supaya mas ada teman main," kata dokter.Â
Dengan wajah polos dia bertanya, "Dokter, adik aku nanti laki-laki atau perempuan?"
"Laki-laki, nak."
Farhan diam. Mendengar pernyataan dokter yang memperkirakan kelahiran adiknya adalah laki-laki, tubuhnya semakin lunglai.Â
"Ayo semangat, kok terlihat tidak senang?"
"Aku senang dok, ayo adikku segera lahir," dia bicara dengan nada sayu.
Di sekolah, Farhan terkenal sebagai anak yang aktif dan lincah. Dia senang bermain dan mengganggu teman-temannya. Tapi setelah kabar bahagia yang membuatnya kecewa, dia lebih banyak diam.
Waktu Shalat Zuhur tiba dan selalu menjadi waktu yang baik untuk bicara.Â
"Farhan, kok tidak semangat? Kan sebentar lagi adiknya Farhan lahir," saya mendekat dan merangkul tubuhnya yang kecil.
"Aku semangat, ibu."