Mohon tunggu...
Sinly Evan Putra
Sinly Evan Putra Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

Seorang penulis, selamat datang di blog https://www.kompasiana.com/sinlyevanputra/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyelaraskan Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja

10 Maret 2013   04:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:02 4269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13628911431368863986

Semua manusia sedari kecil pasti mempunyai segudang cita-cita. Tetapi sayangnya tidak ada seorang pun yang mengetahui akan menjadi apa dia di masa depan. Manusia hanya mempunyai rencana, tetapi tetap Tuhan lah yang akan menentukan akhir dari sebuah rencana.

Dunia pendidikan adalah jalan untuk memuluskan rencana manusia menuju pencapaian cita-cita. Sekarang ini semua cita-cita mensyaratkan pendidikan sebagai batu loncatannya. Tidak terkecuali untuk menjadi karyawan, wirausaha, petani ataupun pekerja bengkel. Hampir sebagaian besar dari mereka pernah mengenyam pendidikan, minimal pernah bersekolah setingkat sekolah dasar.

“Pendidikan itu untuk merubah pola pikir” itulah petuah dari dosen Saya. Dan “tingkat pendidikan akan menentukan cara mereka bekerja” ujar atasan Saya memberikan pendapat lain. Jika di benturkan dengan permasalahan banyak tenaga kerja yang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, maka dengan sendirinya permasalahan ini (terpecahkan) dengan pendapat kedua orang di atas.

Pendidikan itu tidak berorientasi langsung pada pekerjaan, karena manusia tidak dapat memprediksi tepat, pekerjaan apa yang akan dia kerjakan di masa depan. Untuk itu pendidikan berorientasi pada mengubah pola pikir manusia. Pola pikir manusia lah yang akan mempersiapkan dirinya untuk siap bekerja di bidang manapun dan akan mempengaruhi bagaimana cara mereka bekerja.

Jika mereka bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikan, maka itu berarti sebuah keuntungan. Sedangkan jika mereka bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, yang di butuhkan hanyalah penyesuaian-penyesuaian, karena pendidikan sedari awal telah mempersiapkan mereka untuk siap di berbagai bidang pekerjaan. Untuk kesuksesan dalam pekerjaan, itu kembali kepada usaha masing-masing individu.

Penyelarasan Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja

Meskipun pendidikan tidak berorientasi langsung pada pekerjaan, tetapi kebutuhan akan penyelarasan antara dunia pendidikan dan dunia kerja dewasa ini menjadi sangat penting. Fenomena urgennya penyelarasan ini tidak terlepas dari kesenjangan yang jauh antara jumlah lulusan dengan jumlah kebutuhan dunia kerja (di istilahkan dengan dimensi kuantitas), kesenjangan kompetensi lulusan dengan kompetensi yang di butuhkan dunia kerja (dimensi kualitas), ketidak mampuan wilayah/daerah setempat menyerap lulusan (dimensi lokasi), dan perubahan kondisi ekonomi baik lokal, nasional, global dan lead time pendidikan (dimensi waktu).

Kesenjangan-kesenjangan ini akhirnya melahirkan tingkat penggangguran yang masih tinggi di Indonesia. Tidak memenuhi kualifikasi pekerjaan, materi ajaran sekolah yang tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, lowongan pekerjaan yang terbatas, banyaknya pekerja yang diberhentikan dari pekerjaan (PHK) serta minimnya kemandirian pencari kerja untuk berwirausaha adalah beberapa faktor klasik tingginya penggangguran tersebut.

Penyelarasan dunia pendidikan dan dunia kerja diharapkan dapat menghasilkan kualitas lulusan atau pencari kerja yang dapat memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang dibutuhkan dunia kerja atau dapat melakukan wirausaha secara mandiri. Tujuan akhir dari penyelarasan ini adalah tercipta paradigma “The right man on the right place”, memperkaya lapangan pekerjaan melalui wirausaha dan sekaligus memperkecil angka penggangguran.

Beberapa langkah yang harus di lakukan untuk membangun penyelarasan dunia pendidikan dan dunia kerja itu adalah sebagai berikut :

Penyusunan Proyeksi Kebutuhan

Pekerjaan pertama yang harus di lakukan untuk menyelaraskan dunia pendidikan dan dunia kerja adalah membangun data proyeksi kebutuhan antara kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja dengan prediksi jumlah lulusan pada setiap lokasi di Indonesia. Dengan sistem proyeksi ini di harapkan terdapat data yang mumpuni untuk memberikan prediksi tentang jurusan apa yang paling dibutuhkan oleh dunia kerja dalam 5 atau 10 tahun ke depan pada suatu lokasi/daerah.

Kurikulum Berbasis Kompetensi sesuai Kebutuhan Dunia Kerja

Kurikulum, setuju atau tidak setuju tetap merupakan kata kunci dalam penyelarasan dunia pendidikan dan dunia kerja. Di sini juga di perlukan adanya penetapan standar mutu lulusan yang disesuaikan dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Kecenderungan untuk merevisi kurikulum menjadi berbasis kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia usaha/pasar kerja telah lama di wacanakan oleh Pemerintah. Meskipun implementasinya secara spesifik belum terlihat secara nyata. Perlu dukungan dari semua pihak untuk mendorong percepatan revisi kurikulum tersebut. Tetapi perlu terus di ingatkan bahwa sebagus apapun kurikulum, pada muaranya akan kembali kepada guru sebagai tokoh sentral untuk menentukan metode yang tepat dalam pembelajarannya. Karena guru yang menyampaikan langsung ke peserta didik. Kurikulum tidak bisa bicara, guru lah yang berbicara.

Membangun Culture of Doing

Pekerjaan lanjutan untuk menyelaraskan dunia pendidikan dan dunia kerja adalah mengatur keseimbangan antara pembelajaran akademik dan pembelajaran keterampilan untuk mendapatkan kompetensi lulusan. Kompetensi lulusan ini berpengaruh pada link and match dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Berpikir kritis, kreatif, membuat keputusan, menyelesaikan masalah dan belajar dengan cepat adalah kompetensi yang diperlukan dunia kerja dan harus dimiliki lulusan. Untuk itu pendidikan harus di fokuskan untuk melakukan hal-hal yang berguna.

Untuk mendapatkan pendidikan yang berfokus pada hal-hal yang berguna, maka kita perlu membangun culture of doing. Culture of doing merangsang peserta didik untuk merubah pola pikir dari budaya “mengetahui” menjadi budaya “melakukan”. Hal ini karena meskipun secara akademik, peserta didik menguasi materi pembelajaran, tetapi mereka sering mengeluh merasa tidak ada hubungan antara apa yang mereka pelajari dengan dunia nyata. Dengan terbentuknya culture of doing, maka pola pendidikan di Indonesia akan menghasilkan peserta didik yang siap menghadapi tantangan dunia nyata sekaligus beradaptasi langsung dengan dunia kerja.

Dalam culture of doing, peserta didik didorong untuk terlibat dengan dunia nyata, menganalisis segala sesuatu yang terjadi dan menghubungkan dengan pembelajaran yang telah mereka terima. Premis utama culture of doing adalah bahwa peserta didik harus terlibat pembelajaran baik melaluipenekanan pada upaya kolaboratif, berbasis proyek tugas, dan atau melalui fokus non-akademik. Langkah-langkah menuju pelaksanaan culture of doing adalah dengan memulai dari kelas mereka sendiri, seperti memperkenalkan “tugas-tugas yang bermakna dalam kehidupan sehari hari” ke dalam kelas. Sebagai contoh culture of doing adalah dalam pelajaran ekonomi, peserta didik dapat mempelajari konsep jual beli dengan langsung mempraktekannya di pasar dan berusaha mendapatkan laba/keuntungan. Dan di setiap akhir pekan siswa dapat di ajak untuk mengunjungi sentra-sentra bisnis lokal.

Membangun Keterampilan Kewirausahaan berbasis Muatan Lokal

Penyelarasan dunia pendidikan dan dunia kerja harus mampu melatih lulusan untuk dapat mandiri menjadi wirausaha yang membuka lapangan kerja bagi dirinya maupun orang lain. Penyelarasan ini bersifat mendesak karena kenyataan di masyarakat menunjukkan makin tinggi pendidikan seseorang, makin rendah kemandirian terutama untuk berwirausaha. Pelatihan kewirausahaan merupakan langkah untuk membangun kemandirian itu.

Kewirausahaan bukan hanya bakat bawaan sejak lahir atau bersifat praktek lapangan. Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang perlu dipelajari. Kemampuan seseorang dalam berwirausaha, dapat dimatangkan melalui proses pendidikan dan kewirausahaan dapat menciptakkan kemampuan untuk membuat sesuatu yang baru dan berbeda. Pelatihan kewirausahaan seyogyanya di arahkan kepada kewirausahaan yang berbasis potensi daerah, untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengenal dan mengembangkan potensi daerahnya masing-masing.

Potensi lokal yang dimiliki oleh setiap daerah tentu berbeda, baik dari kekayaan alam, laut, atau hutan, yang secara keseluruhan memiliki keunggulan. Pelatihan kewirausahaan berbasis muatan/potensi lokal bisa menjadi salah satu solusi untuk mendorong pertumbuhan perekonomian nasional dan mengembalikan posisi Indonesia sebagai negara agraris, maritim dan juga dapat menjadi bekal lulusan dalam menghadapi dunia pasar bebas.

Membangun Kemitraan

Pola kemitraan antara dunia pendidikan dengan pemangku kepentingan (stakeholder) dan dunia usaha/kerja perlu terus di bangun. Untuk itu perlu dukungan pemerintah dan perusahaan untuk memberikan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk belajar secara langsung di dunia kerja dengan sistem magang/prakerin/praktek kerja lapangan (PKL) untuk membuat mereka siap memasuki dunia kerja.

Dalam membangun kemitraan ini, tidak ada kendali berarti dengan sekolah-sekolah kejuruan, tetapi sulit di terapkan pada sekolah-sekolah negeri. Sekolah – sekolah negeri tidak mempunyai kultur pemagangan peserta didik. Karena sekolah-sekolah negeri berorientasi pada pelanjutan studi lebih lanjut bagi peserta didik dan bukan mempersiapkan peserta didik siap kerja. Ini mungkin tidak terlepas dari kelemahan mendasar dalam kemitraan yaitu waktu. Banyak guru takut ketinggalan jadwal pelajaran bila harus membangun kemitraan dalam hal sistem magang. Tetapi permasalahan ini dapat teratasi apabila kita berpandangan bahwa ketinggalan pelajaran tidak jadi masalah asalkan peserta didik dapat menyerap ilmu dari luar sekaligus dapat menerapkan pelajaran mereka secara nyata.

Penutup

Dunia pendidikan yang hanya berorientasi pada penyelenggaraan pengajaran (teaching) dan riset menyebabkan tingkat pengganguran di Indonesia kian meninggi. Semua ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan yang dilakukan selama ini adalah sangat tidak efisien. Peserta didik belajar banyak hal dalam pelajaran tetapi kemudian melupakan hal-hal tersebut karena sedikitnya korelasi dengan apa yang mereka kerjakan.

Untuk itu sudah saatnya sistem pendidikan negeri ini mengubah paradigma dan orientasi yang mengarah pada upaya persiapan para lulusannya dalam memasuki dunia kerja. Jika kita ingin benar-benar melakukan inovasi untuk keluar dari krisis ini, kita harus meyakinkan diri bahwa peserta didik bisa melakukan sesuatu dengan pendidikan yang mereka terima. (Dari pelbagai sumber)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun