Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siapa yang Menciptakan Tuhan?

29 Maret 2017   20:10 Diperbarui: 29 Maret 2017   20:20 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | sumber gambar: en.m.wikipedia.org

Pertanyaan sederhana itu berbunyi: siapa yang menciptakan tuhan? Di situ saya sengaja menggunakan huruf "t" kecil untuk kemudian kita bisa membedakannya dengan Tuhan "T" besar. Pertanyaan tersebut pernah ditanyakan seseorang pada saya melalui FB, dan sekali lagi saya menemukannya dalam sebuah novel.

Pertanyaan di atas sebenarnya bisa dikatakan serius tapi juga bisa dikatakan lucu. Memang, bukan tak mungkin kalau pertanyaan seperti itu ada di kepala. Dan saya kira dari pertanyaan macam tadilah kita kemudian akan semakin meyakini dan mendekatiNya. Terus, kalau memang selama ini pertanyaan tersebut baru muncul, lalu apa yang kita ketahui selama ini tentang Tuhan? Apa Tuhan hanya kita sembah dan kita anggap duduk-duduk santai di atas langit tanpa kita menyadari keberadaanNya yang memang sangat dekat?

Saya rasa kapan pun pertanyaan semacam itu muncul, hal tersebut tak menjadi masalah. Di sisi lain, saya sendiri yakin bahwa sebelum kita diadakan di dunia, kita sendiri sudah mengetahui tentang Dia sebagai Sang Pencipta. Dan karena kita terlahir di dunia dalam keadaan kosong atau berada dalam ketidaktahuan, di situlah kemudian kita kita menjalani hidup dalam pencarian tentang diri sendiri, tentang dunia, tentang dari mana dan akan kemana, maupun tentang Tuhan.

Dan saya kira pada momen tersebutlah kemudian seseorang akan menyadari bahwa pengetahuan tentang Tuhan tidak akan bisa didapat tanpa kita memikirkan ciptaanNya maupun segala konstelasi yang ada pada ciptaanNya, termasuk diri kita sendiri. Di sinilah pikiran atau nalar kita menjelajah mencari tahu hakikat sejati sampai kemudian menemukan Dia yang mengadakan kehidupan.

Lalu apa yang mesti dinalar ketika kita sudah menemukan Dia? Apa kita akan menalar tentang apa yang dilakukanNya dalam masa pra-penciptaan? Di sinilah nyatanya kita menemukan keterbatasan nalar akal. Kita tidak bisa mengatakan bahwa dalam masa itu Tuhan berada dalam kesendirian, mengalami kebosanan, sehingga kemudian menciptakan kehidupan supaya ramai, misalnya. Dalam arti, kita tidak pantas memikirkannya kalau hal itu hanya berdasarkan spekulasi yang tentunya tidak berlandaskan pada pengetahuan apa pun. Soalnya, bisa gawat nanti ke depannya, konsekuensinya. Hanya kekeliruan yang didapat jika kita berpikir hanya berdasarkan spekulasi; hanya kebohongan yang akan kita dapat. Atau dengan kata lain, dikarenakan nalar spekulatif tadilah kita membohongi dan membodohi diri sendiri.

Kemudian, dalam masa yang masih sama dan lebih mundur kebelakang, di sinilah pertanyaan tentang "siapa yang menciptakan Tuhan?" itu muncul. Bagaimana kita bisa mengatakan bahwa Tuhan diadakan oleh sesuatu selain Dia sendiri? Kalau kita mengira bahwa Dia diciptakan oleh suatu hal yang tidak bisa kita pikirkan lagi, maka pasti Dia bukanlah Tuhan yang sudah tentu tak pantas untuk disembah. Tuhan tidak pantas diadakan sebagaimana makhluk yang diciptakan oleh sesuatu, karena Dialah Sang Pencipta itu sendiri.

Memikirkan hal seperti itu memang melelahkan dan mesti melelahkan. Tapi itulah perjuangan dan keasyikan dalam hidup. Tuhan memang harus kembali ditemukan dan tidak hanya sekedar disembah tanpa didekati maupun dikenali. Bagi saya pribadi, dalam usaha mendekatiNya itulah saya kemudian menyadari untuk apa kita mesti beragama; untuk apa kita mesti beribadah, dlsbnya. Dari pengalaman demikian pula kita kemudian akan memahami hakikat di balik ritual-ritual peribadatan kita yang tidak hanya sekedar gerakan atau bacaan komat-kamit belaka namun tentu ada makna hakiki di baliknya yang itu mesti disadari.

Ditambah lagi, yang namanya pengetahuan memang menjadi point penting dalam hidup kita. Kita mesti selalu mencari dan mencarinya. Dan tentu bisa dikatakan bahwa dari pengetahuan maupun ilmu yang kita dapat, itu pun bisa menjadi jalan untuk kita dalam menuju dan mendekatiNya. Tapi pastinya tidak semua ilmu. Dan kalau ilmu itu pun tidak disadari nilai epistemologis dan nilai aksiologisnya, saya kira ini pun sama saja dengan ilmu agama yang tidak disadari hakikat intrinsiknya.

Kembali ke konteks awal, nyatanya tidak banyak yang bisa kita ketahui dari Dzat Yang Maha Transenden. Ketika kita berpikir, kita tidak bisa lagi memikirkannya lebih jauh. Atau dengan kata lain, pikiran kita hanya bisa menganalisis sesuatu yang memiliki keterbatasan dimana kita hanya bisa memikirkan dalam konteks antara Dia dengan ciptaanNya. Di situlah pikirkan kita menemui faedahnya dalam memikirkan soal kemanusiaan, kebudayaan, peradaban, nilai-nilai, maupun segala masalah-masalah pada anasir kehidupan. Soal bagaimana Tuhan bisa ada, pastinya hal itu cukup Dia yang tahu dan biarkanlah itu menjadi urusanNya sendiri. Toh ketika Dia ingin menjadikan sesuatu terjadi, di situ pun kita tak lagi bicara soal logika atau suatu kemustahilan. 

Dan saya rasa semua hal pun bisa logis, bisa rasional dan tidak ada yang mustahil bagiNya. Kenapa kita seringkali memaknai sesuatu sebagai kemustahilan? Kita terperangkap, kita terjebak dalam kekakuan sehingga akal nalar kita tidak bebas dalam melihat hal tersebut, tentunya. Di sinilah saya sering merasa heran. Pertanyaannya sederhana: kok mau kita dibatasi oleh hukum-hukum pola pikir seperti itu? Padahal ketika kita sedang "bertatap wajah" dengan Tuhan, hal tersebut jelas tidak mungkin dilakukan. Dalam arti, kita terbebas dari segala hal yang membatasi kita denganNya, termasuk bebas dari belenggu pikiran kita sendiri. Apakah kita masih sering merasa terpisah denganNya? Pertanyaan itu sudah lain soal dan jawabannya pun sangat panjang.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun