Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pendidikan Tinggi Itu Kebutuhan Primer Negara

19 Mei 2024   11:04 Diperbarui: 19 Mei 2024   11:12 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo Mahasiswa Tolak Kenaikan UKT (sumber : Nasional Tempo)

Judul artikel ini sebenarnya adalah diksi jawaban menanggapi pernyataan Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Tjitjik Sri Tjahjandarie yang mengatakan pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier alias tidak wajib dipenuhi oleh setiap keluarga Indonesia pada beberapa waktu lalu.

Pernyataan konyol tersebut dikeluarkan dalam menjawab banyaknya protes atas kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dilakukan para mahasiswa serta berbagai elemen pendidikan tinggi. Sungguh pernyataan tersebut adalah bentuk ‘menyerahnya’ pemerintah dalam mewujudkan pendidikan tinggi yang bisa terjangkau kepada setiap elemen masyarakat. Pernyataan tersebut seolah memarjinalisasi dunia pendidikan tinggi, bahwa hanya orang kaya yang bisa kuliah dan yang miskin hanya bisa termangu tak bisa lanjutkan pendidikan tinggi.

Pernyataan yang menggunakan analogi teori kebutuhan pada pendidikan tinggi, menurut saya adalah blunder dan kekonyolan. Seseorang yang ingin mendapatkan ilmu itu bukanlah suatu kebutuhan, itu adalah kewajiban bagi setiap manusia. Pemerintah yang baik tak bisa menghalangi seseorang yang ingin meraih pendidikan setinggi-tingginya.

Sumber awal malapetaka carut marutnya pendidikan tinggi di Indonesia berawal dari  diberlakukannya UU No 12 tahun 2012 tentang Badan Hukum Perguruan Tinggi yg kini sudah direvisi masuk dalam UU Cipta Kerja.

Imbas dari aturan ini adalah mengakibatkan perguruan tinggi beroperasi layaknya mekanisme pasar tanpa ada perlindungan dari negara, sehingga secara tidak langsung perguruan tinggi negeri sudah seperti serasa perguruan tinggi swasta karena sudah tidak disubsidi negara dan mencari modal sendiri. Eksesnya kampus-kampus negeri merubah statusnya dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN), menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) kemudian diubah lagi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH).


Sehingga dari pergantian status tersebut kampus negeri harus berupaya mencari sumber dana sendiri dengan cara berbisnis dengan para mahasiswa lewat kenaikan biaya pendidikan dan membuka diri untuk diintervensi oleh modal swasta melalui kedok investasi.

Sebagai imbas dari kenaikan biaya pendidikan tinggi tersebut , pasal 88 UU No 18 Tahun 2012 mengamanatkan pemerintah untuk menentukan suatu standar tertentu operasional pendidikan tinggi dan sistem pembayaran pendidikan bagi mahasiswa, maka lahirlah sistem uang kuliah tunggal (UKT) , yang kemudian selanjutnya diatur dengan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan.

Bentuk liberalisasi pendidikan tinggi ini sungguh tanpa disadari akan membuat ciut para pemuda bangsa yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi, namun tak memiliki dana yang cukup.

Sebenarnya jika memakai analogi terbalik, yang butuh pendidikan tinggi bukanlah rakyat itu sendiri, tetapi justru negara yang sangat membutuhkan banyaknya lulusan-lulusan pendidikan tinggi untuk membangun peradaban bangsa.

Berdasarkan data rilis dari OECD (Organisasi Kerja sama dan Pembangunan Dunia) pada tahun 2023 memberikan data bahwa rata-rata negara maju berhasil meluluskan warganya hingga pendidikan tinggi di atas angka 50 %, bahkan Kanada mampu di angka 60 %, sementara Indonesia masih di angka yang sangat rendah yaitu 11 %.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun