Mohon tunggu...
Salamuddin Uwar
Salamuddin Uwar Mohon Tunggu... Guru - Penikmat Air Putih

Menjadi pengajar di pelosok timur Indonesia, sambil sesekali menikmati bacaan tentang Hukum, HAM, Demokrasi, Sosial Budaya, Bahasa, Sejarah, dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melestarikan Tradisi Lisan Masyarakat Banda (Onotan)

29 April 2024   16:15 Diperbarui: 29 April 2024   16:22 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu dasar untuk mengakui hal tersebut adalah sastra lisan yang menunjukkan bahwa perpindahan dari Kepulauan Banda terjadi bertahap-tahap, serta telah menciptakan persekutuan dan pemukiman baru di luar Banda ketika VOC pertama masuk. 

Menurutnya lagi, masyarakat Banda berhasil memenangkan perang Pala itu karena tidak seperti beberapa masyarakat lain yang disingkirkan Belanda di wilayah lainnya, orang Banda mampu mempertahankan bahasa dan kedaulatan budayanya. 

Lebih lanjut, Timo Kaartinen menyatakan bahwa masyarakat Banda juga merupakan pemenang dalam arti yang lebih praktikal. Saat VOC mengalami kebangkrutan pada tahun 1799, keturunan masyarakat Banda berkelanjutan menjalankan jaringan perdagangan niaga pribumi jarak jauh, yang keberlangsungannya masih ada hingga awal abad ke-20.

Onotan adalah salah satu tradisi lisan masyarakat Banda yang dituturkan secara turun temurun dari generasi ke genersi. Menurut Timo Kaartinen, Onotan secara eksklusif adalah satu jenis lagu orang Banda yang berisi tentang narasi migrasi leluhur-leluhur Banda. 

Namun menurut pendapat penulis, dalam perspektif yang lebih luas Onotan tidak hanya terbatas pada lantunan lagu dan berisi tentang narasi migrasi leluhur Banda, akan tetapi Onotan mencakup tradisi lisan yang berhubungan dengan sumber identitas, asal usul daerah, sumber religi dan kepercayaan, sejarah, dan kearifan lokal masyarakat Banda lainnya. 

Dalam tradisi lisan masyarakat Banda, Onotan pada umumnya bersumber dari setiap Marga (umbo ter)) dan dituturkan dari generasi ke generasi, namun dalam praktiknya sering kali Onotan dituturkan atau dilantunkan oleh kaum perempuan yang berasal dari marga yang sama, walaupun ia telah menikah dan berpindah pada marga yang lain. 


Hal ini sebagaimana dipertegas oleh Timo Kaartinen, bahwa lagu-lagu tersebut merupakan kekayaan intelektual kelompok-kelompok patrilineal, namun penyanyinya adalah para perempuan yang sering berpindah dari satu kelompok patrilineal ke kelompok patrilineal lainnya pada saat mereka menikah.

Pada umumnya narasi Onotan berisi tentang keberislaman orang Banda, perjuangan melawan penjajah, asal usul serta silsilah kekeluargaan, serta migrasi dan pengembaraan. Onotan sering dilantunkan atau dituturkan ketika sedang dilakukan ritual adat atau pementasan seni dan budaya. 

Selain itu, Onotan juga dapat dilantunkan kapan dan di mana saja, sesuai dengan keinginan si pelantun, misalnya saat berkumpul dengan keluarga besar, menidurkan anak-anak, atau sekadar menghibur diri sendiri tatkala sendirian. 

Dalam banyak hal, Onotan mampu menjadi alat perekat untuk mempererat ikatan kekerabatan antara sesama masyarakat Banda, maupun antara masyarakat Banda dengan pihak luar yang masih memiliki hubungan kekerabatan. 

Namun seiring dengan berjalannya waktu, tradisi lisan Onotan mulai banyak ditinggalkan oleh generasi muda, banyak di antara generasi muda lebih memilih untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan meninggalkan berbagai kearifan lokal yang diwariskan oleh para leluhurnya. Kini, kita hanya bisa menemukan tuturan atau lantunan Onotan dari beberapa generasi tua masyarakat Banda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun