Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mendaras Ulang Kualitas Pengorbanan Nabi Ibrahim

29 Agustus 2017   00:15 Diperbarui: 29 Agustus 2017   00:37 1068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya pernah coba melakukan studi perbandingan lumayan serius tentang keunggulan masing-masing dari 25 Nabi yang disebutkan dalam Quran. Berbulan-bulan lamanya saya mengutak-atik sebuah matrik yang terdiri dari 25 kolom (sesuai jumlah Nabi) dan beberapa item keunggulan yang disusun dalam bentuk row.

Hasilnya, saya tiba pada kesimpulan pertama, semoga tidak keluru: Nabi Ibrahim melakukan perbuatan pengorbanan yang memenuhi semua syarat pengorbanan.

Dan tanpa bermaksud ingin melecehkan kisah pengorbanan Nabi-nabi lainnya, singkat kalimat, pengorbanan Nabi Ibrahim adalah sebuah pengorbanan tanpa cacat, pengorbanan prima, pengorbanan par excellence.

Mungkin karena itulah, ketika Rasulullah saw bersabda bahwa umat Islam memiliki dua hari kegembiraan kolektif: Idulfitri dan Iduladha, secara tidak langsung ingin mengajak umat Islam agar terus belajar dan merenungi makna pengorbanan Nabi Ibrahim.

Kesimpulan kedua saya: pengorbanan Nabi Ibrahim berbanding lurus dengan kadar ketaatan. Artinya, nilai pengorbanan ditentukan oleh kadar ketaatan. Semakin tinggi kualias ketaatan, makin tinggi pula kualitas pengorbanan seorang hamba. Begitu pula sebaliknya, makin rendah kualitas ketaatan, makin rendah pula kualitas pengorbanan.

Ketika menerima perintah lewat mimpi untuk menyembelih putranya (Ismail), jangankan menggerutu apalagi memprotes, bertanya pun tidak. Nabi Ibrahim tidak mempertanyakan perintah itu.

Nabi Ibrahim memang bertanya kepada putranya, bukan kepada Allah: "Wahai putraku, bagaimana pendapatmu (tentang perintah Allah untuk menyembelihmu)?

Dan sang putra tak kalah ketaatannya: "Wahai ayahku, jalankanlah apa yang diperintahkan oleh Allah".

Saya sendiri, mungkin termasuk Anda, bila membaca perintah Tuhan, yang menurut nalar kita agaknya kurang pas, sering kita menggerutu malu-malu di dalam hati: apa benar Tuhan memerintahkannya.

Namun, sekali lagi, Nabi Ibrahim, jangankan menggerutu apalagi memprotes, bertanya pun tidak.

Kesimpulan ketiga saya: jika dihadapkan pada situasi yang menuntut pengorbanan dalam hal apapun, supaya terasa plong dan enteng, mungkin sebaiknya kita langsung mengingat pengorbanan Nabi Ibrahim. Sebab, sebesar apapun pengorbanan yang kita lakukan, dalam hal apapun, tidak akan pernah menyamai nilai dan kualitas pengorbanan Nabi Ibrahim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun