Saya terlahir sebagai anak bungsu. Yang lekat dengan bungsu orang-orang bilang manja. Sebagai si bungsu saya tidak tahu yang namanya manja. Manja menurut saya adalah ketika semua yang kita mau pasti dituruti. Tapi saya tidak, hanya saya sepertinya lebih beruntung dari kakak-kakak saya. Saya beruntung jadi anak dari kedua orang tua saya yang paling hobi sakit. Saya mendapat perhatian lebih tentunya dari semua keluarga saya. Badan kecil saya dulu hampir tiap bulan harus mampir kerumah dokter. Aw,,, jarum suntik yang menyakitkan tapi baik hati. Allah itu adil, saya tidak pernah rewel untuk minum obat. Sesekali memang harus mampir juga ke hotel hospital. Efeknya si bungsu masih melekat sampai sekarang. Hampir tiap hari kalau bukan ibuk pasti kakak saya yang telfon. Harus ada yang menemani kemanapun mau pergi. Kalau tidak ingin tiap menit ditelfon dan disms. Badan saya tampak jauh lebih sehat sekarang. Tapi keberuntungan tetap berpihak diperut saya. Hanya frekuensi jarum suntik dan obat-obat itu lebih jarang mampir. Saya menikmati semuanya, hanya keluarga saya yang terlalu berlebihan sepertinya. Trauma dengan liver yang membawa nenek saya ke surga, mungkin itu yang membuat mereka seperti ini. Tak pernah sekalipun saya minta panjang umur saat hari ulang tahun tiba. Hanya selalu berterimakasih kepada Allah saya tetap bisa menikmati keberuntungan ini.