Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebhinneka-an Indonesia "Kutukan" atau "Anugerah"?

5 Maret 2017   08:12 Diperbarui: 7 Maret 2017   20:00 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
 Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
 Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
 Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Terjemahan:

Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran." 
Wikipedia

Kutipan di atas adalah sumber dari semboyan Indonesia, Bhinneka tunggal ika. Kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 pupuh 139, bait 5.

Kebhinekaan bisa digambarkan dengan perumpamaan sebuah roda kendaraan. Ban yang terbuat dari karet, mengelilingi velg yang terbuat dari aluminium dan diisi oleh angin. Jika angin berkata " ah saya kan bisa terbang tinggi, ngapain harus berada dalam ban" , ban berkata " saya sangat lentur, nggak mau ah mengelilingi velg" dan velg berkata " aku kan lebih kuat dari angin dan ban". Maka yang terjadi adalah hanya kebhinekaan tanpa ada guna. Tetapi jika mereka semua bersatu dan bekerja sama maka akan terbentuk sebuah roda yang sangat berguna, bisa bergerak dan menjadi bagian penting dari kendaraan untuk mengantarkan orang atau barang.

Menurut ilmu manajemen, 1 + 1 belum tentu hasilnya 2. Dengan kerjasama tim yang baik bisa menghasilkan 5 bahkan 10. Jika tim tidak kompak atau malah sering ribut, bisa menghasilkan 0 bahkan minus 10.

Indonesia sangatlah ber "Bhinneka", mulai dari agama, suku, budaya, alam dan bahkan ras. Perbedaan pandangan dalam melihat  "Bhinneka" ini bisa digambarkan dari bagaimana orang yang melihat gelas yang setengah terisi. Ada yang meihat gelas itu setengah penuh dan ada yang melihat gelas itu setengah kosong. "Bhinneka" atau perbedaan bisa dilihat positif atau negatif.

Memang tidak mudah untuk menyatukan perbedaan. Di jaman perang kemerdekaan mungkin agak sedikit lebih mudah untuk menyatukan perbedaan, karena rakyat Indonesia memilki musuh bersama yaitu penjajah Belanda atau Jepang.

Jaman sekarang, sebenarnya musuh bersama bangsa Indonesia masih banyak. Misalnya kemiskinan, pemerataan pembangunan, koruptor, hoax atau teroris dan mungkin masih banyak lagi. Dengan persatuan rakyat Indonesia maka akan sangat mudah untuk melawan musuh tersebut.

Pada akhirnya jika kita semua sepakat bahwa "Bhinneka" atau perbedaan adalah anugrah atau kehendak Tuhan. Tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan.  Tinggal mencari cara bagaimana memanfaatkan kebhinekaan ini untuk kepentingan bersama.

Misalnya dengan perbedaan budaya dan alam. Bisa dibuat paket tur 9 hari di Indonesia.. 2 hari di Bali, 2 hari di Bunaken menikmati taman laut, 2 hari di Toraja menikmati budaya pemakaman unik di Toraja dan 3 hari di Jakarta untuk berbelanja. Akan semakin banyak turis yang datang dan membawa devisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun