Mohon tunggu...
Retya Elsivia
Retya Elsivia Mohon Tunggu... -

Saya yang masih belajar merangkai kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dari Lahan Kritis ke Lahan Produktif: Catatan Sebuah Perjuangan Konservasi

25 September 2017   11:42 Diperbarui: 28 September 2017   11:58 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antusiame pengunjung untuk melihat kawasan konservasi Kampung Pasar Ampiang Parak

Penggalan pepatah hujan berpohon, panas berasal setidaknya layak untuk disematkan pada penamaan sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Sumatera Barat yaitu Kabupaten Pesisir Selatan. Secara geografis, penamaan wilayah Pesisir Selatan memang cocok untuk mewakili tipologi daerah yang memiliki garis pantai sepanjang 267 km di pantai barat Pulau Sumatera. Kabupaten Pesisir Selatan sebelah utara berbatasan dengan Kota Padang, sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia , sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Bengkulu, dan sebelah timur berbatasan dengan Kota Solok (Pesisir Selatan: 2017). Delapan dari limabelas kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan adalah daerah pesisir termasuk salah satunya Kecamatan Sutera dengan sebuah nama kampung bernama Pasar Ampiang Parak.

Kampung Pasar Ampiang Parak terdiri dari 553 Kepala Keluarga dengan total jumlah penduduk sekitar 3000 orang. Potensi sumber daya berupa lautan, sawah dan ladang membuat sebagian besar mata pencaharian utama masyarakat adalah nelayan dan petani. Namun ancaman bahaya berupa abrasi pantai terjadi hampir setiap tahun sehingga mengakibatkan daerah ini berubah menjadi hamparan pantai yang tandus dan menyedihkan. Banyak nelayan yang memutuskan untuk pindah lokasi dalam kegiatan pemancingan dan penangkapan ikan. Untungnya situasi ini tidak membuat surut semangat pemuda kampung Pasar Ampiang Parak untuk memikirkan bagaimana agar kondisi yang memprihatinkan di kampung mereka bisa menemui jalan keluar. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kebencanaan ditambah risiko keterpaparan bencana yang semakin meningkat mempelopori terbentuknya kelompok Laskar Pemuda Peduli Lingkungan (LPPL) pada tanggal 05 Januari 2013. Kelompok yang disyahkan berdasarkan surat Keputusan Wali Nagari Ampiang Parak Nomor: 225/01/KPTS/WN-AP/I-2013 memulai untuk melakukan berbagai upaya terkait pengurangan risiko bencana, bagaimana mengubah lahan kritis menjadi lahan produktif sehingga alam tidak lagi menjadi ancaman, tetapi bisa menjadi sahabat dalam kehidupan.

Koordinasi awal dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesisir Selatan tentang jenis tanaman yang cocok untuk kawasan kampung Pasar Ampiang pada akhir tahun 2014 mulai memberikan angin segar bagi kelompok LPPL. Sebanyak 2500 bibit cemara laut dan 30.000 batang mangrove jenis Rhizopora sp resmi diberikan pada awal tahun 2015. Berdasarkan keterangan Haridman, Ketua Kelompok LPPL, kedua jenis tanaman ini sengaja dipilih karena secara teori dapat meredam laju gelombang tsunami dan abrasi pantai sebesar 50 sampai 60 persen. Selain itu, kedua tanaman ini juga mampu menyediakan oksigen yang banyak bagi lingkungan sekitar. Hal ini sejalan dengan pendapat Elisson (2014) yang mengatakan mangroves have been shown to reduce the energy of waves during storm and tsunami events, and provide resilience to substrate erosion through their root mats (mangrove telah terbukti mengurangi energi gelombang pada saat badai dan tsunami, dan memberikan ketahanan terhadap erosi melalui sari akar). Oleh karena itu tanaman mangrove banyak dipilih sebagai salah satu bentuk pertahanan di daerah pesisir.

Perjuangan kelompok LPPL tidak hanya berhenti sebatas pada vegetasi pantai.  Kampung Pasar Ampiang Parak memiliki 2,7 km pesisir pantai yang landai dengan suhu air laut yang hangat. Kondisi ini kemudian menjadikan habitat yang sesuai bagi penyu untuk mendarat. Menurut salah satu anggota Divisi Pengawasan Kelompok LPPL, Omricon, 4 dari 6 jenis penyu yang terdapat di Indonesia dapat ditemui di pantai Pasar Ampiang Parak. Penyu tersebut antara lain penyu belimbing (dermochelys coriacea), penyu hijau (chelonian mydas), penyu sisik (eremochelys imbricate), dan penyu lekang (lepidochelys olivacea). Tetapi minimnya kesadaran masyarakat dan kurangnya edukasi membuat hadirnya oknum-oknum pemburu telur penyu di sepanjang pantai kampung Pasar Ampiang Parak. Padahal tingkat keberhasilan hidup penyu sampai usia dewasa sangat rendah yaitu hanya sekitar 1-2 % dari jumlah telur yang dihasilkan (Profauna: 2017). Oleh karena itu kegiatan pemburuan telur penyu kemudian secara bertahap dihentikan oleh Kelompok LPPL dengan berbagai upaya seperti ronda malam keliling dan memindahkan telur dari sarang alami ke sarang penetasan semi alami yang dibuat oleh kelompok. Kelompok LPPL selalu memastikan bagaimana agar penyu dapat bertelur dengan aman, menetas dan menjadi sebuah tukik (anak penyu) yang dapat dilepas ke laut. Usaha ini membuahkan hasil dengan menetasnya 200 tukik yang berhasil dilepas ke laut pada bulan Desember 2015.

Pantai Pasar Ampiang Parak saat ini telah berubah menjadi sebuah tempat ekowisata berbasis masyarakat yang selalu ramai oleh antusiasme pengunjung setiap hari. Selama bulan Januari 2017 tercatat ada 3300 orang pengunjung yang datang. Pengembangan terus dilakukan oleh kelompok LPPL dengan bantuan masyarakat sekitar agar kawasan konsevasi seluas 26 Ha ini dapat menjadi wisata edukasi yang mampu meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan.

Budaya sadar bencana setidaknya telah meresap hampir di setiap jiwa masyarakat kampung Pasar Ampiang Parak. Upaya konservasi vegetasi pantai dan penyu menjadi sebuah pijakan awal yang baik untuk menjaga populasi dan alam tetap lestari. Upaya pengurangan risiko bencana harus terus digalakkan melalui kegiatan-kegiatan mitigasi secara struktural maupun non-struktural. Bencana bisa datang kapanpun dan tanpa mengenal siapapun, yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana setiap orang mampu menguatkan kapasitas dan menurunkan kerentanan agar risiko keterpaparan bencana semakin berkurang.

Ketua Kelompok LPPL (Haridman) memaparkan perjalanan konservasi Kampung Pasar Ampiang Parak dalam Konferensi Nasional PRBBK di Mataram tanggal 12-14 September 2017
Ketua Kelompok LPPL (Haridman) memaparkan perjalanan konservasi Kampung Pasar Ampiang Parak dalam Konferensi Nasional PRBBK di Mataram tanggal 12-14 September 2017
REFERENSI

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun