Mohon tunggu...
Reni Soengkunie
Reni Soengkunie Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang baca buku. Tukang nonton film. Tukang review

Instagram/Twitter @Renisoengkunie Email: reni.soengkunie@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belum Punya Anak Itu Bukan Aib, Kenapa Harus Malu?

22 November 2019   22:19 Diperbarui: 22 November 2019   22:22 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah menikah tentu pertanyaan, 'Kapan hamil?' merupakan momok menakutkan bagi seorang perempuan. Terlebih jika usia pernikahan sudah berlangsung dalam kurun waktu yang lama. 

Tak bisa dimungkiri, fenomena pertanyaan sederhana dan sangat lazim ditanyakan pada orang yang sudah menikah ini mungkin kelihatannya sepele.  Tapi jangan salah, tak sedikit orang yang merasa despresi karena dihujani pertanyaan semacam ini secara berulang-ulang.

Setiap pasangan yang sudah menikah tentu berkeinginan agar lekas diberi momongan. Tapi kembali lagi, manusia hanya bisa berencana sedangkan Tuhan yang menentukan. Pada kenyataannya tak semua pasangan yang sudah menikah itu segera diberi kepercayaan dengan hadirnya si buah hati. Ada yang harus menunggu setahun, dua tahun, tiga tahun, lima tahun, sepuluh tahun, atau ada juga yang sampai dua puluh tahun dalam penantian.

Percayalah, mereka yang suka ditanyai 'kapan punya anak?' ini juga tak tahu menahu perihal kapan mereka akan diberi anak. Seperti yang kita tahu bersama, anak merupakan hak preogratif Tuhan. 

Kelahiran, kematian, jodoh, dan anak merupakan satu paket dalam kendaali Tuhan. Sebagai manusia kita mungkin hanya bisa mengupayakan dengan terus berusaha dan berdoa, tapi hasil akhirnya tetap dipegang oleh Tuhan.


Memangnya siapa orang di dunia ini yang bisa membuat anak sendiri? Meski kelihatannya sepele, tapi masalah anak ini merupakan Campur Tangan Tuhan. 

Kalau kita renungkan sejenak, kenapa ada orang yang sudah pakai alat kontrasebsi, tapi tetap saja kelolosan dan hamil? Kenapa orang yang sudah mencoba pakai obat ini pakai obat itu, program ini program itu, tapi kok malah gak jadi-jadi? Manusia bisa apa coba?

Saya sendiri sudah hampir jalan enam tahun lebih menikah, tapi belum juga diberi momongan. Jangan tanya berapa juta kali orang yang bertanya pada saya kapan hamil dan kapan punya anak. 

Pertanyaan semacam itu sudah sangat familiar saya dengar, baik itu dari pihak keluarga, kerabat, teman, atau bahkan orang asing yang baru lima menit saya kenal di kereta. Entah pertanyaan tersebut merupakan bentuk peduli, penasaran, atau hanya sekadar formalitas basa-basi.

Saya selalu menanamkan kepercayaan dalam diri saya bahwa anak itu Hak Tuhan, itu bukan merupakan kesalahan, kekurangan, ataupun aib bagi saya. Jadi saya tak perlu malu, minder, ataupun merasa rendah diri saat berkumpul dengan keluarga, tetangga, ataupun teman-teman yang sudah memiliki anak. 

Saya selalu menjawab dengan santai dan tanpa malu saat mereka bertanya perihal anak pada saya. Saya biasanya menjawab apa adanya, toh saya sendiri juga gak tahu kan ya kapan saya akan diberi momongan. Memangnya saya ini peramal apa? Lagi pula saya tidak mencuri atau berbuat dosa, kenapa saya harus malukan ya?

Saya mungkin tak masalah dengan hal ini, tapi di luar sana banyak teman-teman saya yang bernasib sama ini merasa down dan sakit hati dengan pertanyaan semacam itu. Tak sedikit teman saya yang merasa minder dan enggan berkumpul karena malas dicerca dengan pertanyaan yang itu-itu saja.  Secara netizen sangat vulgar sekali dalam mencerca hal ini. Mulai dari membandingkan sampai menghakimi dengan label kurang berusaha.

Pahamilah, tak ada perempuan yang tidak memiliki impian untuk menjadi seorang ibu. Mereka mungkin juga sudah ribuan kali bertanya pada Tuhan dalam doa-doannya, tapi mereka sendiri juga tak kunjung menemukan jawaban tersebut. Lantas bagaimana bisa mereka ini menjawab pertanyaan yang sama yang ia sendiri tak tahu jawabannya?

Dalam pertanyaan, 'Kapan hamil?' itu mungkin tersimpan banyak air mata dalam doa malamnya, mungkin sudah keluar banyak uang untuk periksa ke dokter, mungkin dia sudah muak dengan menu toge yang setiap hari harus ia santap, atau berapa banyak anjuran-anjuran orang yang ia lakukan guna mendapatkan anak. 

Mereka mungkin terus berdoa dan berusaha dalam sebuah penantian yang melelahkan. Apa iya kita sebagai sahabat, keluarga, kerabat, teman, justru menghancurkan kepercayaannya itu dengan sebuah pertanyaan yang sebenarnya tak sudah kita tahu jawabannya?

Kembali lagi, kita tak bisa mengatur mulut semua orang untuk tidak kepo pada kehidupan kita. Inilah pentingnya saya menekankan pada setiap perempuan yang mungkin sedang berjuang untuk mendapatkan dua garis merah untuk tetap memupuk rasa percaya diri. Jangan pernah menganggap diri kita itu rendah hanya karena kita belum memiliki anak.

Daripada sibuk mengurusi dan memikirkan perkataan orang lain, saya selalu berusaha menyibukan diri dengan hal-hal yang positif. Memikirkan omongan orang itu hanya akan membuat kita terpuruk dalam lubang kesedihan. 

Saya sendiri sekarang tengah sibuk mengurusi kucing-kucing liar. Mungkin belum banyak yang bisa saya lakukan untuk kucing-kucing malang tersebut, tapi saya selalu melabeli diri saya sebagai ibu dari mereka.

Untuk para calon ibu yang masih berjuang dalam penantian, tetap semangat! Jangan pernah putus asa. Percayalah Tuhan tahu apa yang terbaik untuk kita. Mari kita berpelukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun