Mohon tunggu...
Mufti A
Mufti A Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jalil

17 Juli 2017   17:09 Diperbarui: 17 Juli 2017   17:19 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jalil rebah terserang kantuk. Matanya menatap langit-langit kamar tidurnya. Ia memperhatikannya dalam-dalam, hingga kesadarannya tenggelam dan alam mempertahankannya. Apa yang dimimpikan Jalil bukan urusan kita. Lagipula hanya Jalil dan Tuhan yang tahu.

Ketika bangun, Jalil tetap berbaring. Ia meratapi nasibnya yang tak kunjung membaik. Istrinya mengetahui ia sering "mencoba wanita". Anaknya yang masih balita diboyong bersama istrinya. Telpon rumahnya berbunyi setiap waktu yang penelponnya paling-paling akan berbicara tentang utangnya dengan bank. Rumahnya juga seringkali dilempari batu oleh orang-orang marah yang datang sekali seminggu setiap akhir pekan.

Untung Jalil sudah biasa dengan situasi seperti ini. Kalau tidak, ia mungkin sudah mundur dari jabatannya sebagai bupati. Namun, tak dapat disangkal bahwa Jalil memang sedang bingung akan nasibnya. Ia tak berani menuduh Tuhan tak adil, karena ia masih terkenang akan didikan bapaknya.

Jalil memutuskan untuk kembali tidur. Meninggalkan kegelisahannya dan memanggil mimpi untuk membawanya pergi dari dunia nyata.

###

"Bang**t kamu Jalil!", teriak salah satu dari orang-orang marah sembari melempar batu ke jendela.

Jalil tersentak oleh bunyi kaca yang semakin retak. Untung yang ia pasang di jendelanya adalah tempered glass. Setidaknya ia tidak perlu khawatir terkena beling tajam karena tempered glass hanya pecah menjadi kepingan kecil yang tidak berbahaya.

Pikirannya melayang mencari tahu apa sebabnya semua derita yang ia alami. Jalil berpikir keras, menelusuri pelosok memorinya. Namun, ia tak menemukan satupun.

Mimpinya kembali menjenguk. Jalil sebenarnya tak ingin tidur tapi matanya tak bisa diajak kompromi. Kembali ia terlelap dan setiap kali ia terlelap semakin kesadarannya terkikis. Namun, Jalil tak tahu.

###

Telpon berdering. Jalil kembali sadar dari mimpinya. Telepon terus berdering dan Jalil membiarkannya berdering sampai ia diam dengan sendirinya. Dering telpon tersebut baginya sudah tak penting lagi. Sudah tak ada lagi yang penting baginya atau mungkin hanya satu. Mencari sebab derita yang ia alami saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun