Mohon tunggu...
Priyanto Nugroho
Priyanto Nugroho Mohon Tunggu... lainnya -

"art is long, life is short, opportunity fleeting, experiment dangerous, judgment difficult"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Buku Kompasianer tentang Kisah Perjuangan Masyarakat Jepang Hadapi Tsunami

26 Januari 2012   10:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:26 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1327572492305936753

Watashi ni nanika dekiru koto?” (apa yang bisa kulakukan?)

Siang ini secara tak terduga saya kedatangan tamu istimewa, dengan buah tangan yang istimewa pula berupa sebuah buku dan traktiran makan siang. Teman lama yang kini sedang tinggal di Tokyo, seorang ekonom dan penggiat filsafat. Kebetulan, beliau ini juga kompasianer kawakan, Junanto Herdiawan namanya. Saya memanggilnya dengan ‘mas Iwan’.

Kedatangannya ke Jakarta, selain untuk urusan bisnis kantornya, ternyata untuk keperluan launching buku. Sebuah buku: ‘Japan After shock : kisah-kisah berani menghadapi tsunami”, yang menceritakan bagaimana masyarakat Jepang menghadapi dan melalui terjangan tsunami maha dahsyat yang menimpa kawasan timur pada pertengahan Maret 2011 lalu.

Sebagian kesaksian mas Iwan terkait bencana di Jepang yang ada di buku ini sudah pula disampaikan di Kompasiana.

Buku ini ditulis bersama dengan Hani Yamashita, seorang wanita Indonesia asal Jogja yang sudah sepuluh tahun tinggal di Jepang. Hani seorang ibu rumah tangga dengan dua anak yang gemar menulis, awalnya sekedar untuk menjaga bahasa Indonesianya. Dia juga kemudian aktif menjadi relawaan atas ajakan temannya, Kume Akiko, bergabung dengan masyarakat Jepang yang selamat dan warga negara asing termasuk dari Indonesia.

Selain menceritakan bagaimana detik-detik ketika gempa besar mulai terjadi mengawali datangnya musibah tsunami, buku ini juga memperlihatkan bagaimana budaya dan mental masyarakat Jepang yang luhur dan tangguh saat menghadapi bencana dan menyikapi sesudahnya serta di bagian akhir, dampaknya terhadap perekonomian Jepang.

Di dalam buku ini tergambar jelas bagaimana semangat ‘Mou ikkai gambarimasu kore kara mata hajimarimasu’. Sekali lagi berjuang sekuat tenaga. Mulai saat ini, menata kehidupan yang mencermikan kegigihan masyarakat Jepang yang sebagian dari mereka kehilangan segalanya dan harus memulai hidup dari nol, sebagaimana disebutkan dalam pengantar oleh Yappesitouhoku, sebuah lembaga sosial yang didirikan untuk membantu menanggulangi dampak bencana tsunami dan terjun langsung di lokasi bencana.

Juga bagaimana spirit ‘kizuna’ (saling peduli) dan ‘ganbarou’ (bekerja keras sampai akhir) masih terlihat sangat nyata di masyarakat Jepang di tengah bencana hebat dan krisis, sebuah situasi yang menguji nilai-nilai kemanusiaan setiap insan sebagaimana dikisahkan mas Iwan pada bagian ‘Merasakan hari-hari tergelap di Jepang’. Atau semangat pantang putus asa: “Kore kara mata hajima-rimasu’ (mulai sekarang, berjuang lagi memulai kehidupan baru) sebagaimana disampaikan Hani dalam pengantarnya.

Melalui buku ini, kedua penulisnya berharap agar hal-hal baik dan luhur sisi kemanusiaan masyarakat Jepang, yang oleh Hani dinilai masih lebih dominan, dapat menjadi teladan bagi semua. Sebuah referensi yang sangat relevan di tengah dunia yang tengah menghadapi banyak tragedi dan bencana.

Cara bertutur buku ini sangat mengalir sehingga enak dibaca. Saya bisa merasakan bagaimana emosi Hani misalnya, saat bertutur mengenai kekhawatiran dan rasa kehilangannya atas ‘Tomoko, sahabat dekatnya, yang saat kejadian justru sedang bepergian menuju Sendai di perfektur Miyagi yang merupakan pusat bencana.

Ada juga kisah-kisah kecil yang mengharukan. Misalnya bagaimana semangat untuk menolong tulus dari anak-anak SD dengan menawarkan jasa pemijatan bagi para pengungsi karena berfikir tentunya para pengungsi merasakan kelelahan.

Yang menarik, buku ini merupakan proyek sosial. Semua royalty atas penjualan buku ini dipersembahkan untuk para korban gempa bumi dan tsunami di Jepang. Sebuah cerminan rasa solidaritas dan semangat ingin membantu dari penulis sebagaimana diungkapkan oleh Hani: ‘Watashi ni nanika dekiru koto?’

Turut memberi pengantar dalam buku ini, yang merupakan buku pertama yang terbit terkait dengan bencana alam di Jepang, adalah Duta Besar Indonesia di Jepang. Masyarakat dan Instansi Pemerintah Indonesia di Jepang termasuk dalam sedikit kantor Pemerintah asing yang memtusukan untuk bertahan dan turut secara langsung membantu pada saat bencana terjadi. Sebuah sikap dan tindakan yang sangat dihargai oleh masayarakat dan Pemerintah Jepang.

Rencananya buku ini akan di-launcing di toko buku Gramedia Matraman pada hari Sabtu, tanggal 28 Januari 2012.

Banyak inspirasi yang diperoleh dari buku ini, termasuk untuk mendokumentasikan sisi-sisi kemanusiaan atas setiap tragedi kemanusiaan. Doumo Arigatou Gosahimashita Iwan san …

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun