Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Anggota Polisi Kembali di Teror, Ditembak di Depan Gedung KPK

11 September 2013   03:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:04 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bripka Sukardi Ditembak Di depan Gedung KPK (foto: liputan6.com)

Kembali terjadi penembakan terhadap anggota Polri. Tadi malam, Selasa 10 September 2013, sekitar pukul 22.20 WIB, seorang anggota polisi berseragam lengkap Propam Polri kembali menjadi korban penembakan di depan gedung KPK, Jakarta Selatan.  Korban diketahui bernama Sukardi, anggota Provost Polairud Mabes Polri, berpangkat Bripka. Berdasarkan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), pelaku diperkirakan berjumlah empat orang menggunakan dua sepeda motor. Menurut Wakapolri Komjen Oegroseno, "Pelaku dari jalur lambat. Dua motor keluar hampir bersamaan, lawan arus," jelasnya. Menurutnya, korban tewas dengan luka tembak dua kali di bagian dada sebelah kiri. Sementara satu tembakan yang dilepaskan pelaku diduga melesat dan tidak mengenai korban. "Bukan di kepala, tapi di dada," terangnya. Kejadian itu berlangsung cepat di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan. Saat ditembak Sukardi sedang mengendarai sepeda motor Honda Revo merah bernomor polisi B-6671- TXL di jalur lambat. Akibat dari dua tembakan tersebut, Sukardi langsung meninggal dunia di lokasi kejadian. Polisi telah mengidentifikasi peluru yang digunakan untuk menembak Bripka Sukardi. Jenis dan kalibernya ternyata sama dengan yang digunakan pelaku penembak polisi di Pondok Aren, Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu. "Peluru jenis dan kalibernya sama dengan di Pondok Aren," ujar Wakapolri Komjen Oegroseno di TKP, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (11/9/2013). Menurut Wakapolri, motif yang digunakan pelaku penembakan juga hampir sama, yakni dengan membuntuti korban terlebih dahulu. Namun, Oegroseno belum bisa memastikan apakah pelaku penembakan adalah orang yang sama dengan penembak di Pondok Aren. Pelaku juga sempat mengambil pistol Bripka Sukardi setelah dia jatuh tertembak. Wakapolri Komjen Pol Oegroseno mengatakan  penembak  Bripka Sukardi terekam oleh kamera CCTV. Kini, polisi masih mendalami rekaman itu untuk mengungkap pelaku penembakan di depan Gedung KPK tersebut. Bripka Sunardi  yang berasal dari Tulung Agung mempunyai tiga anak, jasadnya malam tadi telah dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat jati, Jakarta Timur, untuk menjalani otopsi. Sebelumnya, korban  diberitakan oleh media tengah mengawal enam truk yang membawa komponen material berat untuk lift atau elevator parts dari Pelabuhan Tanjung Priok yang akan dikirimkan ke Rasuna Tower, Jakarta. Keenam mobil tersebut melaju dengan kecepatan sedang dari arah Menteng, Jakarta Pusat. Saat melewati gedung KPK tersebut Sunardi ditembaknya. Penembakan anggota Polri ini walau belum diketahui siapa pelakunya, nampaknya tidak jauh terkait dengan kelompok yang anti polisi. Mereka mencari anggota polisi berseragam, mengendarai sepeda motor seorang diri di malam hari dan berseragam polisi. Seperti dikatakan Wakapolri, motif penembakan sama, polisi sebagai target dibuntuti, kemudian pada saat yang tepat dia ditembak. Dengan kejadian tersebut, maka teror terhadap anggota polisi memang masih terus berlanjut. Kali ini penyerangannya  lebih berani  menegaskan, aksinya dilakukan di Ibukota. Aksi kali ini lebih berbahaya, karena dilakukan di Ibukota dan  pelaku dapat diperkirakan sempat mengambil pistol Bripka Sunardi yang raib. Pesan yang disampaikan jelas, tekanan psikologis, mereka tetap mengincar anggota polisi, dikondisikan tidak ada yang aman. Apa yang dapat diambil dari kasus tersebut? Ternyata sejalan dengan waktu, kewaspadaan anggota polisi menurun setelah kejadian penembakan di wilayah Tanggerang. Semestinya dalam menghadapi serangan teror yang pada tiga peristiwa terdahulu modusnya jelas, para anggota Polri tetap waspada, tidak jalan sendiri saat berkendara sepeda motor, intinya saling menutup celah kerawanan pengamanan pribadi. Penyerangan dilakukan dipagi buta atau dimalam hari. Teroris atau siapapun pelakunya masih bergentayangan dan belum terungkap identitasnya. Teror serupa bisa terjadi dimanapun, modus jelas dan pola juga jelas.  Langkah pengamanan personil dan kegiatan sebaiknya bisa lebih ditegaskan oleh pimpinan Polri. Detail peristiwa terdahulu, kasus terjadi malam atau dipagi buta. Pertama, Aipda Patah Saktiono, 53, ditembak pengendara motor pada Sabtu (27/7) pukul 04.30 WIB saat mengendarai motor di Pamulang. Patah mengalami luka-luka. Kedua, Aiptu Dwiyana ditembak di kepala saat mengendarai motor pada Rabu (7/8) pukul 05.00 WIB saat mengendarai motor di Ciputat; korban meninggal dunia. Ketiga, Aipda Koes Hendratno ditembak di kepala oleh pengendara motor pada Jumat (16/8) sekitar pukul 21.30 WIB, saat mengendarai motor di kawasan Pondok Aren. Kini Bripka Sunardi tewas ditembak dibagian dada saat berkendara motor, Selasa (10/9) pukul 22.20 WIB. Pelanggaran terhadap penilaian dan instruksi pengamanan jelas akan membawa resiko tersendiri yang fatal. Bukan hanya Polri yang merugi karena anggotanya tewas, tetapi dampak yang lebih luas atau efek psikologis dari kasus yang akan jauh merugikan. Kepercayaan masyarakat akan turun terhadap polisi. Bisa diperkirakan teror akan berlanjut, lebih menggigit dan menyentak. Lawan polisi tersebut bukan sembarangan, mereka yang memegang inisiatif, sementara target mereka yaitu anggota polisi tersebar dan mudah dikenali mereka. Itulah teror yang apabila dikerjakan oleh orang terlatih, akan mampu menumbuhkan rasa takut yang sangat, dan mereka mampu menghadapi counter terrorism, mampu melakukan desepsi. Sederhana dilakukannya, efeknya akan menyita enersi dan kredibilitas. Semoga segera terungkap, itu saja harapannya. Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net Artikel Terkait : -Terduga Penembak Polisi, Nurul Haq dan Hendi Albar, http://ramalanintelijen.net/?p=7304 -Teroris Menumpuk Logistik Untuk Serangan Lanjutan, http://ramalanintelijen.net/?p=7281 -Mantan Napi Teroris ditangkap di Cipayung, http://ramalanintelijen.net/?p=7269 -Dua Polisi kembali Tewas Ditembak, TNI Perlu Dilibatkan, http://ramalanintelijen.net/?p=7245 -Efek Taktis dan Strategis dari Aksi Teror Terhadap Polisi, http://ramalanintelijen.net/?p=7223 -Perseteruan Antara Polisi dan Teroris makin Merucing, http://ramalanintelijen.net/?p=7204

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun