Mohon tunggu...
Pojok Ngalam
Pojok Ngalam Mohon Tunggu... -

Informasi seputar Kota Malang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel Ritus Kesunyian

5 Agustus 2013   04:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:37 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sebuah Novel yang ditulis oleh A Fahrizal Aziz, Mahasiswa UIN Malang dan juga Ketua FLP UIN Malang periode 2012-2013. Menceritakan tentang kehidupan remaja laki-laki yang hidup dalam arus kesunyian yang mencekam, namun ia sendiri tidak pernah menyadari itu, meskipun sebenarnya ia sendiri sudah mulai bosan dan merasa ada sesuatu yang ‘tak utuh’ dalam hidupnya, terlebih ketika kakak kandungnya meninggal, ada sesuatu yang hilang, meskipun ia hidup dalam keluarga berpendidikan. Tapi ada sesuatu yang ‘tak utuh’ dan diapun tak bisa memahami apa itu, namun pertemuannya dengan Awan memberikan sudut pandang lain baginya.

Namanya Egar, ia dibesarkan dalam sistem pendidikan yang telah dipilihkan oleh Ibunya, hingga ia benar-benar mewarisi kejeniusan orang tuanya dan menjadi anak yang begitu disanjung, sampai-sampai ia sudah bosan mengikuti konsep pendidikan yang dibangun oleh Ibunya itu (karena sudah memahami betul konsepnya) dan memilih untuk pindah di sebuah sekolah yang sangat ‘berbeda’. Di sekolah itulah ia bertemu Awan, bertemu Bu Mira dan teman-teman yang lain hingga membuatnya tertantang, dan ia berniat untuk ‘menghancurkan’ konsep Pendidikan di sekolah itu, karena merasa jika konsep sekolah itu sangat kuno dan tidak relevan.

Mamanya tahu jika Ia pindah sekolah, apalagi ke sebuah Sekolah yang pernah mendapatkan kritik tajam dari Mamanya, menurut Mamanya konsep pendidikannya sangat tidak sejalan dengan semangat globalisasi. Ibunya tidak bisa mengontrol Egar karena terlalu sibuk di luar kota bahkan di luar negeri. Dan yang merestui Egar pindah ke sekolah itu adalah Papanya, berikut petikan dialog antara Egar dan Mamanya yang ditulis pada bagian. #2 yang berjudul “Luka yang terpendam”

“Den, ada telpon dari Mama,” ucap Bi Sarbi saat Egar masih sibuk membaca buku sambil duduk dibalkon rumahnya.

Dengan malas Egar menutup buku itu, menurunkan kakinya dan meraih ganggang telepon dari tangan Bi Sarbi.

“Iya, Ma,” ucapnya.

“Kamu sudah pindah ke sekolah itu? bukankah Mama tidak mengijinkan?”

“Tapi Papa mengijinkan,” jawab Egar.

“Papa? Jadi kamu lebih nurut apa kata Papa? Sebenarnya apa yang ada di otak kamu, bukankah sekolah kamu selama ini merupakan sekolah yang elit? Teknologinya canggih dan kamu bisa lebih mengeksplore kemampuan kamu, kenapa malah pindah ke sekolah yang seperti itu?”

“Apa yang ada diotak saya, adalah apa yang ada di otak Mama.”

“Apa maksud kamu?”

“Saya sudah mengusahi apa yang ada disekolah itu, Ma.”

“Kalau begitu kenapa kamu malah memilih pindah ke sekolah yang lebih rendah? Harusnya kamu memikirkan itu.”

“Itu karena Mama.”

“Karena Mama, apa maksud kamu Egar?”

“Karena Mama pernah mengkritik dengan tajam konsep Pendidikan yang diterapkan disekolah itu.”

Perempuan itu terdiam sejenak mendengar penjelasan anaknya.

“Nah, kamu tahu kalau Mama mengkritik konsep Pendidikan di Sekolah itu, lantas kenapa kamu malah pindah kesana?” tanya Mamanya.

“Segala yang Mama rekomendasikan selalu bisa saya tebak, karena apa yang Mama pikirkan selalu sama dengan apa yang saya pikirkan. Sekarang saya ingin mengetahui apa yang Mama tidak pernah pikirkan,” jelas Egar.

“Kamu ini, kamu mulai belajar keluar dari cara berfikir Mama?”

“Tidak, tapi saya mencoba belajar mengatahui apa yang Mama tidak pikirkan.”

“Kenapa?”

“Karena Mama tidak pernah mau menjelaskan secara mendetail tentang kesalahan dari konsep Pendidikan yang ada disekolah itu kepada saya.”

Dari balik telepon, perempuan itu naik pitam.

“Kamu akan tahu sendiri, jika Pendidikan terbaik adalah pendidikan yang mengkolaborasikan antara kemampuan intelektual dan teknologi. Hasilnya sudah jelas, yaitu kamu, kamu telah terlahir sebagai anak yang jenius dan dikagumi banyak orang, memiliki daya ingat yang kuat dan dengan mudah menyerap materi pelajaran. Apa kurang cukup?”

“Lalu apa yang salah dari konsep Pendidikan sekolah itu?”

Perempuan itu semakin murka, dengan emosi yang meledak-ledak ia menjawab pertanyaan dari putranya tersebut, meskipun sebenarnya ia tak pernah tertarik untuk menjelaskannya.

“Kamu tahu, manusia hidup dan sukses karena dia disiplin, memiliki kemampuan intelektual yang bagus dan menguasahi teknologi. Dengan itu maka dia akan terpandang di Masyarakat. Bukankah kamu sudah belajar banyak dari konsep Pendidikan yang Mama buat? Mendapatkan angka sempurna, juara olimpiade dan hidup dengan pola yang teratur adalah sesuatu yang tak boleh diubah. Ngerti? Pokoknya dalam waktu dekat Mama ingin kamu segera meninggalkan sekolah itu. titik.”

Tut..tut..tut.. suara telepon terputus. Sepertinya memang sengaja diputus agar perbincangan tidak semakin menjadi-jadi.

“Kurang ajar, dia tidak boleh terpengaruh oleh konsep Pendidikan purba itu. sebuah konsep Pendidikan yang hanya mengajarkan seseorang menjadi kuno dan bertindak semaunya. Ini adalah era teknologi, dan Pendidikan berbasis teknologi adalah jalan masa depan yang cerah,” ucap perempuan itu.

Secara umum, Novel ini mencritakan seseorang yang dididik dalam dua kultur dan konsep Pendidikan yang berbeda. Lalu, apakah pertemuan Egar dengan Awan itu akan berhasil mengubah cara pandang dan hidup Egar? Atau justru sebaliknya, Egar berhasil ‘menghancurkan’ konsep Pendidikan yang pernah dikritik oleh Ibunya itu? dan seperti apakah konsep Pendidikan antara kedunya?

Novel ini diposting secara berkala di blog FLP UIN Malang di www.flpmaliki.blogspot.com dan bisa dibaca secara luas oleh semua orang. Penulis akan mempostingnya setiap hari Senin, postingan perdana adalah 5 Agustus 2013. bagi anda yang ingin membacanya, silahkan mengunjungi blog tersebut dan silahkan membaca secara gratis. Selamat membaca. :D

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun