Berbeda dengan negara maju, budaya antri merupakan urat nadi mereka di rumah maupun di tempat umum. Lain halnya di sini, semua antri tersebut masih membutuhkan kesabaran ekstra untuk menerapkan budaya antri. Sebaliknya sering kita temui hanya pemandangan ribut-ribut, berkelahi, bully, begal, pemerkosaan, narkoba, hujat menghujat, caci maki hingga membuka Aib saudara sendiri.
Antri merupakan barang mahal di Indonesia. Apatah lagi beralasan keterdesakan waktu, yang menyebabkan kesabaran seseorang menghilang.
Sempat bersitegang antara petugas Apoteker sebuah rumah sakit swasta di Makassar dengan seorang pasien paruh baya ini bersikukuh minta didahulukan lantaran kesibukan dan mau mengajar, kata ibu paruh baya kepada apoteker Jaury yang cukup manis ini.
Permintaan tersebut tidak di penuhi petugas Apoteker, dikarenakan pasien lain juga antri untuk ambil obat. Nama ibu pasti nanti dipanggil, sabar ya bu." Jawab petugas Apoteker tegas namun tetap sabar melayani pasien.
Tidak semudah membalik telapak tangan melayani pasien yang mulai kehilangan kesabaran. Pemandangan ini ku temukan di rumah sakit milik sang Jendral, angkat topi buat apoteker juga semua perawat di Jaury.
Layanan kalian memang bagus sekaligus sesuai Standar Operasional Prosedure (SOP).
Dari kesabaran tersebut berbuah manis, mereka yang tidak sabar ngantri akhirnya harus menerima kenyataan. Bahwa saya lagi asyik mengetik dengan  dua ibu jari, nama saya ujug-ujug dipanggil tanpa harus bersusah payah marah-marah alias ngamuk-ngamuk tanpa sebab. Inilah buah dari kesabaran.
Terima kasih untuk semua dokter dan perawat atas pelayanannya yang super duper luar biasa. Yang namanya manusia pastilah memiliki kekurangan meski berusaha memperbaikinya, Â setidaknya usaha itu patut mendapatkan apresiasi maksimal. Intinya, dibutuhkan kesabaran ekstra untuk menerapkan budaya antri di negeri sendiri.