Mohon tunggu...
Pipiet Senja
Pipiet Senja Mohon Tunggu... profesional -

Seniman, Teroris Tukang Teror Agar Menjadi Penulis, Pembincang Karya Bilik Sastra VOI RRI. Motivator, Konsultan Kepenulisan, Penyunting Memoar: Buku Baru: Orang Bilang Aku Teroris (Penerbit Zikrul Hakimi/ Jendela)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku Belum Mau Bobo: Kepingin Main Sama Om

12 Juli 2012   06:31 Diperbarui: 4 April 2017   17:56 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13420746321678286022

Siang itu Aisha menunggu kedatangan Om Aldi, adik Mama. Om Aldi baru selesai kuliah di Singapura. Ia akan melanjutkan pendidikannya ke Jerman. Om Aldi berlibur dulu di rumah keluarganya di Jakarta. Di pekarangan rumah, Aisha nenanti dengan tak sabar. Om Aldi baik dan sangat menyayanginya. Ketika SMA, Om Aldi tinggal di rumah mereka di Medan. Jika Papa sedang dinas ke luar daerah, Om Aldi banyak membantu mereka. Mulai dari mengawasinya belajar, mengantar-jemput ke sekolah. Bahkan mengambil alih pekerjaan rumah tangga. Mama sangat terbantu karenanya. Maklum, saat itu mereka belum sekaya sekarang. Belum punya pembantu. Bahkan Mama ikut membantu Papa. Mereka mengembangkan bisnis bersama. Itulah masa-masa penuh perjuangan bagi orang tuanya. Sayang sekali, ketika bisnis berhasil, Mama malah meninggalkan mereka. Demikianlah takdir yang telah ditetapkan Tuhan. Tiiiddd.... Tiiid! Bunyi klakson membuyarkan lamunan Aisha. Mobil Papa yang membawa Om Aldi dari Bandara tiba, memasuki pintu gerbang. "Papa bawa Om Aldi, Omaaa!" seru Aisha, menggema ke sekitarnya. Oma bergegas menyongsong yang baru datang. Aisha langsung memeluk Om Aldi, begitu sosok itu turun dari kendaraan. "Ais rindu sekali sama Om Aldi," sambutnya riang sekali. Aisha mencermati penampilan paman kesayangannya itu. Om Aldi ini adik mendiang ibunya. Wajahnya mirip dengan Mama. "Wooow! Om Aldi sudah seperti bapak-bapak nih? Ada kumisnya segala! Hihi!" celotehnya pula. "Mmmm.... Terima kasih, Sayang," pamannya mencium kening Aisha, sepenuh sayang. "Kamu juga sudah besar. Bukan anak-anak TK lagi yang cengeng. Hehe!" "Katanya Om Aldi mau S2 ke Jerman, ya, benarkah?" "Iya, Sayangku.... Ais mau ikut Om Aldi?" "Mau sih, tapi tidak sekaranglah. Masih lama!" "Sayang, biarkan Om Aldimu bawa kopernya dulu." Papa mengingatkannya. "Tidurnya di kamar Ais saja, ya Om Aldi?" "Hussy! Tidak bisa begitu!" Oma cepat menolaknya. Aisha menatap neneknya, tidak paham. "Mengapa, Oma? Waktu di Medan dulu, Ais kan suka ditemani Om Aldi. Didongengi dulu sebelum bobo. Iya kan, Om Aldi?" "Iya, Sayang. Tapi itu kan empat tahun lalu. Ais juga masih TK," sambung Om Aldi. "Sekarang, lihatlah! Ais sudah jadi gadis kecil yang cantik jelita. Ais pasti punya banyak pengagum di sekolah, ya?" Aisha menepuk-nepuk keningnya. "Terima kasih, ya, sudah banyak memuji Ais. Jadi tersanjung nih. Hihi!" Rambutnya yang panjang ikal, kali ini dibiarkan terurai. Ia mengenakan rok terusan, terkesan seperti seorang remaja putri. Posturnya memang lebih tinggi dari anak-anak sebayanya. Orang menyebutnya bongsor. Sepanjang hari itu Aisha hampir terus-menerus menempel kepada pamannya. Kebetulan hari ini sekolah sedang libur semester. Mereka makan bersama, main di pekarangan, berenang. Pokoknya, tiada waktu yang terlewatkan tanpa kegiatan. "Ayo, kita ke Mal, Om Aldi?" ajak Aisha saat hari menjelang petang. "Besok saja, ya, Sayang. Sepertinya mendung," elak Om Aldi. "Tapi Ais belum mau tidur. Masih kepingin main sama Om Aldi," rengek Aisha. "Huss, siapa yang menyuruhmu tidur hari gini?" "Iya sih, tapi.... Kita mau ngapain lagi dong?" Om Aldi berpikir beberapa saat, lalu cetusnya: "Bagaimana kalau kita internetan? Om Aldi bawa laptop canggih loh!" "Internetan? Waaah, asyiiiik!" sorak Aisha. Om Aldi mengambil laptopnya. Kemudian ia meletakkannya di ruang belajar Aisha. "Nah, mari kita nyalakan laptopnya," ajak Om Aldi. Di sekolah sesungguhnya Aisha sudah belajar komputer. Tapi guru melarang anak-anak buka internet. Meskipun ada saja anak yang suka iseng. "Mengapa dilarang, ya? Di Singapura anak-anak TK saja sudah pintar internetan," komentar Om Aldi, terheran-heran. "Om Aldi nih seperti tidak tahu saja. Anak-anak Indonesia gitu loh...." "Eh, mengapa nadamu terdengar sinis?" Aisha memperbaiki posisi duduknya. Ia mencoba meralat ucapannya. "Maaf, bukan maksudku sinis atau apa gitu," katanya tertawa kecil. "Begini, Om Aldi. Anak-anak di sini kebanyakan masih asing dengan komputer. Meskipun sekolahku keren. Tapi guru melarang anak-anak internetan. Boleh saja internetan, tapi harus diawasi guru." "Mungkin guru takut anak-anak buka situs yang aneh-aneh." "Apaan tuh, Om Aldi.... Itu barusan, yeeeh, sebentaaar! Jangan dipindahkan dong!" "Sebentar!" Ia serius sekali mengotak-atik laptop. "Kita akan menangkal virusnya dulu, ya." "Oh, biar tidak ada gambar-gambar mengerikan macam tadi, ya?" "Yap! Sudah amanlah sekarang. Insya Allah," ujar sarjana teknik mesin itu, menghela napas lega. Pamannya tak menyukai situs yang tanpa sengaja terbuka sekejap. Ya, Aisha merasa begitu. "Tadi itu sebenarnya gambar apaan, Om Aldi?" "Jangan dipikirkan, ah, anak kecil!" "Yeeeh.... Om Aldi yang usil! Tadi itu pasti yang dibilang Om Aldi; situs aneh! Mengaku sajalah!" desak Aisha penasaran. "Kamu masih ingat Om Daniel, bukan? Sobat Om Aldi di Medan itu loh." "Oh, anaknya Jenderal yang suka jemput Om Aldi? Suka bawa mobil keren itu, ya kan?" Om Aldi mengangguk. Aisha belum paham. "Terus apa hubungannya dengan laptop ini?" "Dia sekarang sudah terbang ke Amerika. Melanjutkan kuliahnya di sana. Nah, laptop ini pemberiannya, begitu loh...." Aisha manggut-manggut. Bibirnya tersenyum-senyum. "Hihi.... Om Aldi segitunya ketakutan. Sudahlah, aku tak peduli laptop ini dari mana. Sekarang, ayo, cepat ajari aku internetan." Om Aldi lebih suka menyebutnya: "Berselancar di dunia maya." Aisha dengan tekun menyerap semua yang diajarkan oleh pamannya. Selama ini ia telah belajar dasar-dasar komputer. Ia pun kerap melihat Papa sedang internetan. Namun, ia belum merasa tertarik seperti hari ini. Om Aldi mengarahkannya untuk buka-buka website atau situs. Kemudian ia menyarankan untuk membuat alamat surat atau email. "Wooow! Enak juga kalau kita punya email sendiri, ya Om Aldi," decak Aisha begitu sudah berhasil membuat email. "Iya, mudah saja, bukan? Isi registrasinya dengan lengkap, ingat nama email-mu. Terutama kita harus ingat kata sandinya." "Horeee!" sorak Aisha, berjingkrak-jingkrak kegirangan. "Sekarang aku punya email nih; aisha_regar@yahoo.com. Kata sandinya...." "Pssst, jangan dikasih tahu kepada siapapun. Ini rahasia untukmu sendiri," tukas pamannya. "Kalau buat Om Aldi, it's okeee!" "Sekarang Ais bisa kirim email kepada siapapun." "Kepada siapapun, sungguh?" "Iya. Memangnya Ais mau kirim email ke siapa?" "Mmm..., ini rahasia!" Papa menyemangatinya. "Laptop peninggalan Mama boleh Ais gunakan." "Asyiiiik!" teriak Aisha Ketika Om Aldi pamitan pergi ke Jerman, Aisha telah mampu memanfaatkan laptop peninggalan ibunya itu. "Terima kasih, ya Om Aldi, sudah banyak mengajari Ais. Ya, jalan-jalan, belanja dengan cerdas. Menabung dengan kreatif, eh, ikhlas berbagi.... Terutama internetan!" kata Aisha saat mereka akan berpisah. "Sama-sama, Sayang. Semoga sekarang Ais tidak banyak melamun lagi," pinta pamannya. "Insya Allah, tak ada istilah melamun lagi di kamusku!" janji Aisha tegas. Oma dan Papa pun merasa berterima kasih. Keberadaan Om Aldi yang singkat, ternyata membawa pengaruh sangat baik. "Nanti kia akan chattingan, ya Om Aldi." "Siiiip!" "Om Aldi jangan lupa balas email Ais, oke?" "Tentu. Asal Ais tidak bosan baca email Om, pasti mburudul!" Sejak itulah Aisha punya kegiatan yang menyedot pikirannya. Sehingga ia jarang melamun lagi, atau termenung-menung sendirian. Sepulang sekolah, jika tidak ada les, ia akan menghabiskan waktunya di depan laptop. Di kamarnya kini ada tambahan perabotan. Yakni laptop dan printer. "Ini apa saja gunanya, Non Ais?" Mbak Nanik ingin tahu, mencermati kedua benda itu. "Printer ini gunanya untuk mencetak foto atau tulisan dari laptop." "Terus laptop ini buat apa?" Mbak Nanik ingin tahu. "Laptop ini sama dengan komputer, Mbak. Gunanya macam-macam. Bisa dipakai menulis, mengarang, bikin program dan internetan. Bisa juga dengar musik, lagu-lagu, nonton film DVD. Eh, main game juga bisa." "Apaan tuh?" "Main game itu.... Ya, ini nih!" Aisha memperlihatkan sekeping VCD. Kemudian memainkannya di komputer. "Aduuuh, ampuuun! Berisiiiik!" seru Mbak Nanik tersentak, kaget sekali. Gadis itu kontan lari terbirit-birit dari kamar Aisha. Game Wars itu sengaja disetel keras-keras oleh Aisha. "Makanya, sudahlah! Nanya melulu sih," kata Aisha sambil terkikih-kikih, geli. Oma yang melihat dari balik pintu, tersenyum-senyum. "Terima kasih, ya Allah. Engkau telah memberi kedamaian hati kepada cucuku. Sekarang Aisha mulai tampak riang." ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun