Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Inilah Konsekuensi Ekonomi Jika Menunda Pernikahan

2 April 2017   11:17 Diperbarui: 4 April 2017   15:12 1162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari: blog.ourweddingday.com

Beberapa orang memiilih menunda pernikahan karena secara lahir dan batin belum siap, atau masih ingin mengejar hal-hal yang tidak bisa sepenuhnya dilakukan jika sudah berumah tangga seperti karir dan lainnya. Lagipula menikmati masa lajang adalah hak siapa saja. 

Pada saat belum terikat dengan pernikahan, kita bisa menggunakan waktu dan penghasilan sepuasnya, melakoni hobi atau kesenangan seperti travelling, modifikasi kendaraan, memelihara hewan, dan lain-lain tanpa terganggu oleh kepentingan bersama pasangan.

Namun jika memang memiliki perencanaan untuk berumah tangga sebaiknya tidak menunda terlalu lama. Ada beberapa alasan, tapi saya mencoba membahasnya dari perspektif ekonomi.

Memasuki rumah tangga baru adalah sebuah tahapan kehidupan yang membutuhkan biaya. Besar atau kecilnya biaya itu relatif, tapi untuk menghadapi tahapan tersebut dibutuhkan perencanaan keuangan yang baik untuk mempersiapkan pernikahan  maupun setelah pernikahan. Ada konsekuensi ekonomi yang terjadi jika keputusan untuk menikah lebih lambat datangnya.

Jika bekerja sebagai pegawai, pada umumnya usia kerja dibatasi pada usia 55 tahun. Setelah itu, pendapatan akan berkurang drastis. Oleh karena itu, usia pensiun ini dapat menjadi acuan hitung-hitungan pada usia berapa sebaiknya pernikahan terjadi. 

Misalnya, jika menikah pada usia 35 tahun dan segera dikarunia anak, maka anak pertama pada telah berusia 19 tahun pada saat kita pensiun. Lazimnya saat itu dia sedang menjalani proses perkuliahan dan masih membutuhkan dana cukup besar untuk mempersiapkan skripsi dan wisuda.

Pendidikan anak adalah salah satu komponen biaya terbesar dalam pengeluaran rumah tangga. Biaya pendidikan juga termasuk pengeluaran dengan inflasi yang tinggi. Inflasi dalam bidang pendidikan berkisar antara 10-20% per tahun bahkan bisa lebih. Jadi jika misalnya biaya untuk masuk sekolah hari ini adalah Rp10.000.000,- maka 10 tahun mendatang paling tidak biayanya sudah mencapai Rp 20.000.000,-.

Oleh karena itu tabungan atau investasi untuk pendidikan ini harus dipersiapkan sejak dini. Tapi pada umumnya kita baru akan memikirkannya jika telah memasuki rumah tangga dan memiliki momongan. Produk-produk lembaga keuangan pun menyesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Oleh karena itu semakin lambat kita memutuskan untuk menikah, semakin singkat pula rentang waktu yang dibutuhkan untuk membangun tabungannya sebelum pensiun.

Mari mengamati simulasi berikut untuk memudahkan kita melihat proyeksi kebutuhan keuangan di masa yang akan datang khususnya terkait pendidikan.

Katakanlah pasangan muda Marko dan Siana menikah pada usia masing-masing 28 tahun dan 25 tahun. Mereka merencanakan memiliki dua orang anak dengan jarak usia empat tahun. Usia masuk TK 4 tahun, masuk SD 6 tahun, masuk SMP 12 tahun, masuk SMA 15 tahun dan kuliah S1 18 tahun. Baik Marko maupun Siana memutuskan tetap bekerja setelah menikah.

ilustrasi gambar: dokpri
ilustrasi gambar: dokpri
Pada saat Marko pensiun (usia 55 tahun) anak pertama telah menyelesaikan program S1, dan anak kedua sedang menjalani kuliah. Pada saat itu pendapatan rutin diluar gaji pensiunan masih ada dari istri yang baru akan pensiun 3 tahun kemudian. Jadi selama anak pertama kuliah, pendapatan keluarga masih berjalan penuh. Apalagi jika selama bekerja, Marko telah menyiapkan tabungan khusus untuk biaya pendidikan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun