Mohon tunggu...
Safinah Al- Mubarokah
Safinah Al- Mubarokah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

“Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U” Adalah Metode “Chunking”

18 Oktober 2013   10:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:23 1899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sering kali tanpa disadari dalam proses mengingat sesuatu kita menggunakan “metode chunking”. Seperti halnya masa kecil dulu, saat kita bermain bersama teman-teman dengan menyebutkan warna-warna. Kita menyebutkan warna-warna dengan jembatan keledai, seperti “Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U”, jika diurai akan mengandung beberapa warna, yakni merah, jingga, kuning, biru, nila dan ungu. Atau mungkin untuk menghafalkan Dasa Dharma Pramuka, kita tidak perlu lama-lama dan menghabiskan waktu untuk mengingat kalimat tiap point satu persatu. Tetapi cukup dengan menyebut awal kalimat dari tiap point dan dihubungkan menjadi satu kalimat yang unik, misalnya “Ta-Ci-Pa-Pa-Re-Ra-He-Di-Ber-Su”

Metode “chunking” adalah mengubah huruf-huruf menjadi unit-unit kata yang bermakna. Hal ini dapat membantu kita –Short term memory/STM- dalam meproses informasi dalam jumlah banyak tanpa menyebabkan “kemacetan” dalam rangkaian pemrosesan informasi (Solso dkk,2007). Metode chunking berawal dari pernyataan Miller yang menyimpulkan bahwa STM memuat tujuh unit. Keterbatasa STM ditemukan dalam eksperimen Sir William Hamilton yang mengatakan, “Jikalau Anda melemparkan segenggam lereng ke lantai, Anda paling-paling hanya mampu mengamati, secara sekaligus, enam kelereng –atau paling banyak tujuh kelereng- tanpa rasa bingung”. Dengan begitu, Miller menyusun hipotesis bahwa kapasitas kita untuk memproses informasi memiliki batas sekitar tujuh unit. Keterbatasan-keterbatasan tersebut diakibatkan oleh adanya sejumlah mekanisme yang bersifat mendasar dan umum (Solso dkk, 2007).

“Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U” ini jika diurai mengandung tujuh warna. Hal ini senada dengan pernyataan Miller mengenai kapasitas memproses informasi sebanyak tujuh unit. Jika kita diberikan stimuli beberapa huruf E-L-B-I-I-R-T-O, kita akan kesusahan dalam menghafal, tetapi apabila huruf-huruf tersebut disusun sehingga membentuk suatu pola maka kita akan mudah menghafal, misalnya BELI ROTI. Hal itu menandakan bahwa kita lebih menyukai sesuatu yang sifatnya jelas dan bermakna daripada stimulus yang tidak beraturan dan tidak bermakna. Uniknya, metode “chunking” ini membuat kita cepat dalam mengingat objek, tidak butuh waktu yang relativ lama. Cukup dengan menyusun kalimat dengan pola yang bermakna akan mempermudah kita dalam mengenali objek.

Di sisi lain, dalam proses penyimpanan informasi yang melibatkan suatu proses SKEMA-yang terdiri dari tiga tahap- akan menemukan bahwa dalam proses penyimpanan informasi (encoding), otak melakukan sebuah penyandian. Salah satu model penyandian yang dilakukan otak adalah metode “chunking”. Begitulah cara kerja otak kita dalam memproses informasi agar mudah dikenali. Banyak cara untuk menyandikan informasi yang kita dapat, metode ini hanya salah satu dari beberapa metode yang lain. Saat ini, saya baru sadar bahwa yang selama ini kita lakukan bahkan sejak anak-anak –sebelum mengenali chunking- kita telah mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sumber : Solso, Robert L dkk, (2007), Psikologi Kognitif, Jakarta : Erlangga

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun