Mohon tunggu...
Peter Ahab
Peter Ahab Mohon Tunggu... Administrasi - Berani Hidup.....

Hidup apa adanya dan terus belajar untuk menjadi lebih baik dan juga yang terpenting jgn takut untuk gagal....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan dan Program Pemerintah Provinsi NTT dalam Pemberdayaan Masyarakat

16 Januari 2012   01:27 Diperbarui: 4 April 2017   18:01 5899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I.LATAR BELAKANG

Pola pembangunan yang dianut oleh pemerintah pada saat ini adalah bottom up planning, yaitu perencanaan pembangunan yang dimulai dari Musrenbangdus di dusun sampai dengan Musrenbangprov di provinsi, bahkan sampai pada level pemerintahan pusat yakni Musrenbangnas. Pola pembangunan ini mengandung prinsip desentralisasi dan demokrasi lokal, prinsip desentralisasi terkait dengan penempatan kabupaten/kota sebagai wilayah pembangunan otonom yang mempunyai kewenangan untuk mengelola perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di wilayah yurisdiksinya. Sedangkan prinsip demokrasi dijabarkan dalam partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan perencanaannya.

Melalui konsep pemberdayaan tersebut pemerintah membangun strategi untuk mulai meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu dalam proses maupun pelaksanaan pembangunan, kebijakan pembangunan ini menganut dua filosofi dasar yaitu public touch and bringing the public in, yakni sebuah kebijakan yang sungguh-sungguh menyentuh kebutuhan publik dan juga mampu membawa masyarakat masuk kedalam ruang-ruang kebijakan atau yang dikenal dengan sebutan pembangunan partisipatif. Model kebijakan pembangunan seperti inilah yang saat ini sedang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi NTT.

Pemerintah Provinsi NTT saat ini telah melaksanakan berbagai macam program pemberdayaan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu dalam proses, pelaksanaan maupun pengawasan pembangunan program-program pemberdayaan yang telah dan sementara dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi NTT merupakan program-program yang bersifat berkelanjutan serta meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama program dan yang paling penting adalah program-program tersebut lebih berusaha untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, sedangkan kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungannya.

Seperti apa yang diutarakan oleh Jim Ife, bahwa pemberdayaan adalah memberikan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan kepada warga untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depannya sendiri dan berpartisipasi didalamnya serta mempengaruhi kehidupan dari masyarakatnya[1]. Maka dari itu, program pemberdayaan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTT pada saat ini adalah dengan memberikan sumber daya berupa modal bagi usaha ekonomi produktif yang ada di pedesaan, kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses maupun pelaksanaan pembangunan dan juga pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Untuk itu, yang paling penting dalam pemberdayaan adalah upaya membantu orang untuk membebaskan dirinya secara mental maupun fisik.

II.KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH PROVINSI NTT DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Visi Pemerintah Provinsi NTT yakni Terwujudnya Masyarakat NTT yang Berkualitas, Sejahtera, Adil dan Demokratis dalam Bingkai Negara Republik Indonesia. Sedangkan misi Pemerintah Provinsi NTTyakni :

1.Meningkatkan pendidikan yang berkualitas, relevan, efisien dan efektif yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat;

2.Meningkatkan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat melalui pelayanan yang dapat dijangkau seluruh masyarakat;

3.Memberdayakan ekonomi rakyat dengan mengembangkan pelaku ekonomi yang mampu memanfaatkan keunggulan potensi lokal;

4.Mengingkatkan infrastruktur yang memadai agar masyarakat dapat memiliki akses untuk memnuhi kebutuhan hidup yang layak;

5.Meningkatkan penegakan supremasi hukum dalam rangka menjelmakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mewujudkan masyarakat yang adil dan sadar hukum;

6.Meningkatkan pembangunan yang berbasis tata ruang dan lingkungan hidup;

7.Meningkatkan akses perempuan, anak dan pemuda dalam sektor publik, serta meningkatkan perlindungan terhadap perempuan, anak dan pemuda;

8.Mempercepat penanggulangan kemiskinan, pengembangan kawasan perbatasan, pembangunan daerah kepulauan dan pembangunan daerah rawan bencana alam.

Dari visi dan misi tersebut yang kemudian di break down kedalam 8 (delapan) agenda pembangunan dan 4 (empat) tekad pembangunan di Provinsi NTT. 8 Agenda pembangunan meliputi :

1.SDM yang berkualitas;

2.Peningkatan kesehatan;

3.Ekonomi kerakyatan;

4.Pembangunan dan peningkatan infrastruktur;

5.Supremasi hukum;

6.Tata ruang dan lingkungan hidup;

7.Kesetaraan gender;

8.Penanganan masalah : kemiskinan, wilayah perbatasan, provinsi kepulauan, daerah rawan bencana.

Sedangkan 4 (empat) tekad pembangunan, meliputi :

1.NTT sebagai provinsi jagung;

2.Memulihkan NTT sebagai gudang ternak;

3.Mengembalikan keharuman cendana;

4.Menjadikan NTT sebagai provinsi koperasi.

Konsep yang digunakan dalam pelaksanaan program tersebut adalah konsep pemberdayaan. Konsep ini digunakan karena munculnya dua premis kepermukaan, yaitu kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan dan lingkungan berkelanjutan. Sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif pembangunan yang memasukan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai[2].

Oleh karena itu, konsep pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Pemerintahan Provinsi NTT, lebih ditekankan pada peningkatan partisipasi secara aktif dari masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan mereka, sehingga program-program yang dilaksanakan tersebut mendukung tercapainya visi dan misi Pemerintah Provinsi NTT.

Untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang berdaya perlu sekiranya dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat (empowerment society) yang lebih komprehensif serta berorientasi jauh kedepan dan berkelanjutan (suistanable). Pemberdayaan yang dilakukan adalah bagaimana pemerintah dan stakeholder lainnya mampu bersinergi dalam merencanakan program dan tetap mempertimbangkan nilai-nilai sosial (social value) dan kearifan lokal (local wisdom) yang sudah ada[3].

Sehingga dalam menjalankan program-program pemberdayaan tersebut, Pemerintah Provinsi NTT senantiasa bekerja sama dengan NGO-NGO yang ada baik itu NGO nasional maupun internasional yang bergerak pada bidang pemberdayaan masyarakat. Selain menjalankan misi pemberdayaan bagi masyarakat desa, Pemerintah Provinsi NTT juga melakukan tata kepemerintahan yang baik pada level pemerintahan desa dengan mengusung prinsip Good Local Governance akan tetapi tetap berpijak pada prinsip partisipasi aktif masyarakat.

Dari visi dan misi yang diemban oleh Pemerintah Provinsi NTT seperti yang telah dijelaskan diatas, yang kemudian dijabarkan dalam program-program pemberdayaan sebagai berikut :

1.Program Bantuan Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa Secara Terpadu (P2LDT)

Pola pelaksanaan pemugaran perumahan dan lingkungan desa secara terpadu, bertumpu pada masyarakat melalui kelembagaan berdasarkan asas TRIBINA (Bina Usaha, Bina Lingkungan dan Bina Manusia) dalam rangka peningkatan kualitas pembangunan perumahan dan lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan.

Program bantuan ini merupakan salah satu bentuk penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, dengan sasaran bantuan adalah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang berada di perdesaan dan atau perkotaan, kondisi rumah dan pekarangan yang belum memenuhi syarat layak huni baik dari sisi persyaratan teknis maupun kesehatan, penerima bantuan bersedia berpartisipasi serta memberikan kontribusi dalam hal penggunaan bahan lokal pada saat pelaksanaan pemugaran perumahan.

Maksud dari pemberian bantuan ini adalah untuk meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman masyarakat yang sehat dan layak huni serta lingkungan sehat dengan menitik beratkan pada strategi pemberdayaan penduduk dan keluarga di perdesaan agar mampu mengembangkan diri sendiri secara berkelanjutan, sehingga dapat menopang usaha ekonomi lainnya.

Pada tahun anggaran 2009 telah dibangun rumah sebanyak 690 unit di 21 kabupaten/kota se Provinsi NTT, dengan total dana sebesar Rp. 6.900.000.000,- sedangkan pada tahun anggaran 2010 dibangun rumah sebanyak 500 unit dengan dana sebesarRp. 5.000.000.000,- dalam 2 tahun anggaran ini telah terbangun sebanyak 1.190 unit rumah dengan total dana sebesarRp. 11.900.000.000,- dari data realisasi tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2009 telah terjadi penurunan kuantitas rumah yang dibangun sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi perumahan dan lingkungan sehat di perdesaan semakin membaik sehingga program bantuan P2LDT yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi NTT cukup memberikan dampak dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.

2.Program Bantuan Penanggulangan Pekerja Anak di Desa Tertinggal (P2ADT)

Program bantuan ini adalah tindak lanjut dari Konvensi International Labour Organization (ILO) Tahun 1999 Nomor 182 tentang Pelarangan tindakan segera penghapusan pekerjaan terburuk untuk pekerja anak dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembentukan Komite Aksi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Anak, serta Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.

Tujuan dari program ini adalah untuk menghapus, mengurangi dan menghindari pekerja anak berusia 15 (lima belas) tahun kebawah yang tinggal di perdesaan agar terhindar dari pengaruh buruk pekerjaan yang berbahaya, membina generasi penerus bangsa yang handal, maju, mandiri dan sejahtera, serta meningkatkan jumlah anak usia 15 tahun kebawah yang dapat menyelesaikan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 (sembilan) Tahun. Sedangkan sasaran dari program ini adalah para pekerja anak yang tinggal di pedesaan maupun kota yang melakukan pekerjaan berat dan berbahaya, baik yang bersekolah maupun yang tidak bersekolah dan merupakan anak-anak dari keluarga miskin.

Program bantuan ini berupa pemberian beasiswa bagi pekerja anak pada 21 kabupaten/kota se Provinsi NTT, dengan rincian masing-masing kabupaten/kota mendapat alokasi sebanyak 100 anak selama 12 bulan dengan besaran dana sebesar Rp. 30.000,-/anak, sedangkan untuk Kota Kupang sebesar Rp. 40.000,-/anak. Pada tahun anggaran 2008 sebanyak 4.750 pekerja anak di 20 kabupaten/kota se Provinsi NTT mendapatkan bantuan beasiswa dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 1.140.000.000,- tahun anggaran 2009 sebanyak 5.000 pekerja anak pada 21 kabupaten/kota se Provinsi NTT dengan alokasi dana sebesarRp. 1.800.000.000,- sedangkan pada tahun anggaran 2010 sebanyak 2.100 pekerja anak pada 21 kabupaten/kota se Provinsi NTT.

Dari data penggunaan dana dan pemberian bantuan bagi pekerja anak di seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi NTT, dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah pekerja anak dikarenakan oleh adanya penambahan 1 kabupaten baru dalam wilayah Pemerintah Provinsi NTT yakni Kabupaten Sabu Raijua, sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan jumlah pekerja anak, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menurunnya jumlah pekerja anak yang mendapatkan bantuan beasiswa setiap tahunnya menggambarkan bahwa telah meningkatnya kesadaran masyarakat dalam hal pemenuhan salah satu kebutuhan dasar anak yakni pendidikan.

3.Program Bantuan Dana Pemerintah Provinsi untuk Pemerintah Desa/Kelurahan

Tujuan dari pemberian bantuan dana ini adalah untuk meningkatkan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan, menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat dalam membangun desa dan kelurahan, meningkatkan peranan pemerintahan desa dan kelurahan dalam tugas dan fungsinya, serta sebagai salah satu wujud perhatian Pemerintah Provinsi terhadap peningkatan kapasitas pemerintahan desa dan kelurahan dan juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kelurahan khususnya masyarakat Nusa Tenggara Timur pada umumnya. Penggunaan dari dana bantuan tersebut lebih diutamakan untuk urusan pemerintahan yang berkaitan dengan percepatan pembangunan desa dan kelurahan.

Pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2010 dialokasikan dana sebesar                                  Rp. 6.381.000.000,- /tahun anggaran yang diberikan kepada 2.836 desa dan kelurahan pada 21 kabupaten/kota se Provinsi NTT. Dana tersebut oleh Pemerintah Desa dan Kelurahan digunakan untuk :

a.Penanggulangan kemiskinan;

b.Penanganan bencana;

c.Peningkatan ekonomi masyarakat;

d.Peningkatan prasarana perdesaan (skala kecil);

e.Pemanfaatan sumber daya alam;

f.Teknologi tepat guna;

g.Pengembangan sosial budaya pedesaan.

4.Program Bantuan PNPM-MP (Kelompok Usaha Ekonomi Produktif)

Maksud dari pemberian bantuan ini adalah untuk meningkatkan sinkronisasi pelaksanaan dan keberlanjutan kegiatan penanggulangan kemiskinan di pedesaan melalui pemberdayaan masyarakat/kelompok masyarakat dalam pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif (khususnya peternakan, pertanian dan usaha lainnya) yang pada gilirannya dapat mewujudkan kemandirian masyarakat dan menurunkan jumlah penduduk dan rumah tangga miskin, serta mendorong dan meningkatkan keberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan usaha ekonomi produktif dan juga meningkatkan swadaya gotong royong masyarakat dalam membangun desa.

Bantuan ini diberikan kepada kelompok usaha ekonomi masyarakat yang belum pernah menerima bantuan Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa secara Terpadu (P2LDT) pada 21 kabupaten/kota se Provinsi NTT. Bantuan ini menggunakan pola bantuan bergulir, yang artinya setiap kelompok mempunyai kewajiban untuk melakukan pengembalian sebesar 1,33% dari modal awal yang diterima, yang kemudian dana tersebut akan digulirkan kepada kelompok usaha ekonomi produktif yang lain.

Pada tahun anggaran 2009 Pemerintah Provinsi NTT mengalokasikan dana bantuan kepada 189 kelompok usaha ekonomi produktif masyarakat sebesar Rp. 3.780.000.000,- sedangkan pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp. 2.000.000.000,- yang diberikan kepada 100 kelompok usaha ekonomi produktif pada 21 kabupaten/kota se Provinsi NTT. Dalam kurun waktu 2009 dan 2010 telah terjadi peningkatan pengembangan usaha ekonomi produktif di pedesaan yang ditandai dengan menurunnya jumlah kelompok masyarakat penerima bantuan, sehingga untuk sementara dapat disimpulkan bahwa semakin tingginya tingkat pertumbuhan dan makin berkembangnya semangat serta partisipasi masyarakat terutama dalam pengembangan kegiatan ekonomi produktif.

Sehingga program-program pemberdayaan yang telah dilakukan bermuara pada paradigma community driven development yaitu penciptaan iklim untuk memberi penguatan peran masyarakat untuk ikut dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, ikut menggerakkan atau mensosialisasikan, ikut melaksanakan pembangunan, dan melakukan kontrol publik menjadi sangat signifikan. Hal itu bisa terkait dengan perencanaan, implementasi, dan keberlanjutan berbagai macam program sesuai dengan permasalahan dan urutan prioritasnya yang melalui proses demokratis, inklusif, dan transparan yang disepakati untuk ditangani bersama. Dengan demikian nantinya pembangunan, yang diarahkan mampu memperbanyak pilihan-pilihan yang dapat diambil dan dimanfaatkan secara sungguh-sungguh oleh masyarakat.

III.PENUTUP

Pemberdayaan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi terwujudnya Good Governance, Pemerintah Provinsi NTT memetik berbagai keuntungan administratif dan politis dari ide pemberdayaan ini dalam proses pembuatan kebijakan. Keuntungan-keuntungan yang dapat diambil, yakni :

1.Adanya saluran komunikasi yang lebih baik

Partisipasi publik dalam proses kebijakan berhasil menciptakan pola komunikasi politik yang baik antara pemerintah dan warganya. Pemerintah daerah bisa menggunakan berbagai sarana intermediasi yang disepakati bersama untuk menyaring berbagai opini dan isu publik. Sedangkan pada saat yang bersamaan sarana intermediasi ini bisa didayagunakan untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan berbagai kepentingan pemerintah kepada masyarakat secara efektif.

Bila komunikasi antara pemerintah daerah dan warga terus-menerus berlangsung secara efektif maka pasti akan terpola ”bahasa umum” (common language) terkait dengan proses kebijakan dan pembangunan. Bahasa umum tersebut merupakan resultante dari komunikasi intersubyektif yang terbangun dalam berbagai ruang dan mekanisme partisipasi. Kalau bahasa umum ini sudah disepakati maka terjadinya miskomunikasi antara pemerintah daerah dan warga akibat perbedaan tafsir terhadap sebuah isu kebijakan atau pembangunan bisa diminimalisasi. Proses pembangunan pun akan berlangsung secara efektif.

2.Memunculkan ide yang kreatif dan meminimalisasi kritisisme warga

Masyarakat yang terlibat dalam proses partisipasi akan merasa turut sumbang suara dalam keputusan-keputusan yang sudah diambil dan program kegiatan yang sudah disepakati. Akan muncul berbagai ide segar dari warga karena mereka selalu merasa menjadi bagian dari program kebijakan yang ada tersebut. Bila kondisi ini berlangsung maka kritik warga terhadap program kebijakan yang ada akan terminimalisasi. Mereka akan punya kecenderungan untuk menjaga harmoni agar kemitraan dan kolaborasi yang ada akan tetap berjalan. Kalaupun muncul kritik, kritiknya akan lebih bersifat konstruktif demi kebaikan bersama.

3.Lahirnya kebijakan yang responsif dan kontekstual

Partisipasi juga memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk mampu merumuskan desain kebijakan yang sensitif dengan konteks sosial yang berkembang. Dalam proses yang partisipatif, masyarakat berhak merumuskan dan menentukan masalah mereka serta memastikan solusi yang spesifik.

Tentu saja dengan proses ini dapat dipastikan hasil kebijakan yang ada akan sangat responsif. Bila desain kebijakan yang dirumuskan sensitif dengan konteks ini berarti keputusan yang diambil akan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat justru berkepentingan untuk mensukseskan program tersebut.

4.Efektifitas dan efisiensi implementasi kebijakan

Pengalaman menunjukkan bahwa pelibatan publik dalam proses implementasi kebijakan justru lebih efektif. Pemerintah bisa mendayagunakan sarana intermediasi dan modal sosial yang berkembang untuk mengimplementasikan program kebijakan. Masyarakat pun merasa berkepentingan untuk mensukseskan implementasi program yang ada karena mereka terlibat dalam proses perencanaannya.

Meskipun harus diakui bahwa pelibatan publik dalam proses kebijakan pada fase awal proses kebijakan, terutama fase perencanaan, sangatlah menghabiskan energi dan waktu. Sebab fase ini merupakan fase dimana beragam kepentingan yang ada di benak masyarakat dinegosiasikan sehingga nantinya akan terwujud konsensus bersama. Namun bila terwujud konsensus yang melibatkan pihak yang terkena langsung imbas kebijakan dalam tahap perencanaan maka proses implementasi program justru akan berjalan jauh lebih mudah. Implementasi program akan direspon dengan positif dan baik oleh masyarakat karena mempunyai legitimasi yang kuat di mata publik. Oleh karena itu, biaya sosial akibat respon negatif bisa diminimalisasi.

5.Menguatkan modal sosial

Partisipasi publik bisa menjadi ruang untuk menciptakan modal sosial dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif. Modal sosial yang dimaksud adalah kerjasama, rasa saling memahami, kepercayaan (trust) dan solidaritas yang terbentuk manakala pemerintah daerah dan warganya bertemu dan berembug untuk mengupayakan kebaikan bagi semua pihak. Modal sosial ini merupakan basis legitimasi bagi lembaga pemerintahan dan sangat penting untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Friedman, John, Empowerment The Politics of Alternative Development, Blackwell Publisher, Cambridge, 1992;

Huri, Daman, dkk, Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah Demokrasi PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community Development Studies) Averroes dan KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi), Averroes Press, Malang, Agustus 2008;

Nanang dan Hanif, Mengarusutamakan Partisipasi dalam Proses Kebijakan di Pemerintah Daerah, Modul Partisipasi, S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM, Yogyakarta;

Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2007.

[1] Jim Ife dalam Zubaedi., Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta 2007

[2] Friedman, John., Empowerment The Politics of Alternative Development, Blackwell Publisher, Cambridge, 1992

[3] Huri, Daman., dkk., Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah Demokrasi PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community Development Studies) Averroes dan KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi), Averroes Press, Malang, Agustus 2008

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun