Mohon tunggu...
Kawe Shamudra
Kawe Shamudra Mohon Tunggu... wiraswasta -

seorang peladang yang di sela-sela kesibukannya mengolah lahan selalu menyempatkan menulis catatan harian. Saat ini sedang menulis buku "Silurah Desa Tua".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Untuk Apa Mencuri Patung Ganesa?

16 April 2012   02:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:34 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

ENTAH ada motif apa di belakang usaha pencurian benda-benda purbakala yang marak terjadi di Indonesia. Misalnya yang pernah terjadi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Sepasang patung Ganesa di Desa Silurah, kecamatan Wonotunggal beberapa kali hendak diboyong pencuri. Pernah sekawanan pencuri membawa alat berat dan hendak mengangkat arca ini, namun digagalkan aparat.

Sekarang posisi arca tersebut memang agak “tenang” setelah diamankan pemerintah daerah dengan membangun pagar di sekelilingnya. Upaya pengamanan cagar budaya ini memang agak terlambat karena situs ini telanjur rusak. (baca: Situs Silurah Telah Berubah)

Intinya, ancaman benda-benda purbakala dari oleh tangan-tangan jahir akan terus terjadi jika tidak ada upaya pengamanan yang memadai. Peran masyarakat di sekitar lokasi situs sangat dibutuhkan. Mereka sesungguhnya bisa menjadi “pengawas” jika pencuri datang lagi. Seperti yang pernah terjadi, pencurian berhasil digagalkan berkat laporan warga.

Sebagai peninggalan jaman purbakala, patung Ganesa memiliki pesan-pesan sejarah, meskipun sampai saat  kajian tentang Ganesa di Batang masih sepi. Belum banyak data yang terkuak tentang situs ini.
Prasasti Canggal sebagai bukti sejarah Indonesia yang dibuat pada tahun 732 M atas perintah Raja Sanjaya menyebutkan bahwa “di Pulau Jawa yang masyhur ada seorang raja bernama “Sanna” atau Mahasanna (Sanna yang agung), yang memerintah rakyatnya dengan adil dalam waktu yang lama.  Mahassana kemudian berubah menjadi Mahasin, yang kini dikenal dengan sebutan Masin, sebuah desa di Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang.

Pada tahun 684 M Mahasin digempur oleh Sriwijaya. Senna bersama dengan putra mahkotanya lari selatan mendirikan padepokan di Desa Silurah, ditandai dengan adanya situs misterius dengan patung Ganesya dan peninggalan purbakala  bercorak Hindu lainnya, sedangkan Sanjaya sebagai putra mahkota diungsikan ke daerah gunung Merapi. Itulah penjelasan yang dikutip situs pemerintah setempat, www.batang.go.id.

Ganesa dikenal sebagai salah salah satu dewa terkenal dalam agama Hindu dan sering digambarkan berkepala gajah, berlengan empat dan berbadan gemuk. Ia dikenal pula dengan nama Ganapati, Winayaka dan Pilleyar. Dalam tradisi pewayangan, ia disebut Bhatara Gana, dan dianggap merupakan salah satu putera Bhatara Guru (Siwa). Berbagai sekte dalam agama Hindu memujanya tanpa memedulikan golongan. Pemujaan terhadap Ganesa amat luas hingga menjalar ke umat Jaina, Buddha, dan di luar India (Wikipedia).
Terkait dengan patung Ganesa di Batang memang belum ada penjelasan yang signifikan. Masyarakat masih penasaran, ada sejarah apa sesungguhnya di balik situs purbakala itu. Dan untuk menyibaknya perlu ada penelitian yang mendalam. Pertanyaannya, adakah ilmuwan yang tertarik menelitinya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun