Judul Buku     : Menjadi Guru Inspiratif
Penulis          : A. Fuadi,dkk.
Penerbit        : Bentang
Cetakan        : Pertama, 2012
Tebal buku    : 186 halaman
ISBNÂ Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : 978-602-8811-80-4
Harga          : Rp 39.000,-
Setiap orang pasti punya kenangan manis semasa menjadi siswa atau mahasiswa. Tidak hanya seputar kisah cinta, tetapi juga kisah sarat makna yang ditinggalkan gurunya. Di tengah keringnya keteladanan di dunia pendidikan, ternyata menggali kenangan masa silam dan berkaca dari situ bisa menjadi sumber inspirasi sekaligus motivasi bahwa keteladanan masih bertebaran di muka bumi ini.
Andrea Hirata berhasil menggambarkan sosok Ibu Muslimah sebagai guru bersahaja yang penuh kasih dalam Laskar Pelangi. Dari penulis mancanegara, ada Mitch Albom yang bercerita tentang pemikiran-pemikiran bijaksana sang dosen, Morrie, di  hari-hari terakhir kebersamaan mereka dalam Tuesday with Morrie.
A.Fuadi, penulis buku best seller Negeri 5 Menara pun ingin berbagi inspirasi dengan tema yang sama. Ia bersama tiga belas penulis bercerita tentang perjuangan guru membawa perubahan dalam buku antologi yang berjudul Menjadi Guru Inspiratif. Â Buku ini merupakan buku kedua dalam Man Jadda Wajada series.
Kisah-kisah dalam buku ini adalah kisah nyata tentang perjuangan  para guru saat berinteraksi dengan anak-anak didiknya. Ada keteladanan dan kerja keras. Ada jatuh dan bangun. Ada air mata dan harapan. A.Fuadi membuka kisah pertama dengan menganalogikan guru yang baik itu bagai petani. Menurutnya, guru menyirami anak-anak didiknya dengan ilmu dan memupuk jiwa mereka dengan karakter yang luhur (hlm.1). Pada kisah lain,  Rosmery Ashalba  menceritakan filosofi sepuluh jari yang diajarkan guru pelajaran mengetiknya saat di bangku SMP ( hlm. 98 ).
Safia Nurdayanti menuliskan kekagumannya pada sang ayah yang gigih memperjuangkan pembangunan  SMA di tanah transmigran dengan pelbagai kemelut finansial dan ideologi yang mengadang ( Sofia Nurdayanti, 68).
Alumnus Gerakan Indonesia Mengajar, Rahman Adi Pradana, berkisah tentang pengalamannya melatih siswa-siswi SD di Halmahera Selatan (hlm.7 ). Sementara Siswiyantisugi (hlm.117), bercerita tentang peran gandanya sebagai guru sekaligus entertain dalam sebuah bimbingan belajar. Ada pula Rahmawati Agustina,tentor untuk anak-anak kurang mampu yang menyebut dirinya Pejuang Pasar (hlm.30).
Begitu juga dengan Alita Suryadi, guru senior di sekolah PAUD, mengatakan bahwa mulanya adalah cinta saat harus jungkir balik membimbing anak-anak usia balita di sekolahnya (hlm. 84). Cinta pula yang mendorong Dee d’Barry memilih guru sebagai profesinya (hlm.131), serta kisah-kisah inspiratif lain yang terangkum dalam buku bersampul warna hijau ini.
Inilah kisah para guru. Tak sekadar membagi ilmu, tetapi juga mengasihi dan memahami kondisi anak-anak didiknya. Energi yang terkuras tak berarti apa-apa yang penting anak-anak didiknya berhasil menjadi manusia yang bermanfaat bagi kehidupan. Sekalipun sebagian cerita terasa utopis karena digambarkan begitu ideal, pesan yang disampaikan tetap sama, yaitu tak ada pengorbanan yang sia-sia.Selamat membaca.