Mohon tunggu...
Yogie Pranowo
Yogie Pranowo Mohon Tunggu... Freelancer -

Pria Kelahiran Jakarta 8 Juli 1989 ini sedang berusaha (terus dan terus)menyelesaikan tesis magisternya di STF Driyarkara Jakarta. Aktif di beberapa kelompok teater independen, dan saat ini sedang bekerja sebagai pengajar paruh waktu di Kalbis Institute.

Selanjutnya

Tutup

Drama

Sekilas tentang Waiting for Godot

20 Maret 2012   07:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:43 2764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waiting for Godot merupakan sebuah naskah drama yang sudah beberapa kali dipentaskan. Naskah ini pertama kali dipentaskan di Paris pada tanggal 5 januari 1953[1]. Naskah aslinya berbahasa Prancis yang kemudian diterjemahkan ke dalam banyak bahasa termasuk bahasa Indonesia. Waiting for godot mulai ditulis pada tanggal 9 Oktober 1948 dan selesai pada tanggal 29 Januari 1949.[2] Naskah drama ini terdiri dari dua babak. Babak I dan babak II menunjukkan setting tempat dan waktu yang sama, yaitu di suatu jalan di desa pada suatu senja. Pada jalan itu terdapat sebuah pohon. Pada babak I, pohon itu tanpa daun, dan pada babak II sudah muncul beberapa helai daun. Tokoh yang terdapat dalam naskah ini hanya lima orang, yakni Vladimir, Estragon, Pozzo, Lucky, serta Boy. Namun dalam dialog yang diucapkan oleh para tokoh tersebut muncul nama Godot, ialah tokoh yang mereka nantikan. Godot tidak muncul dalam teks drama secara konvensional dalam artian hanya ada nama tokoh dan dialog tetapi hanya dalam ucapan tokoh tokoh yang membicarakannya. Dengan kata lain, kehadiran Godot adalah “ex absentia”, yakni keberadaan dari ketiadaan. Ia dibicarakan terus menerus namun ia tidak muncul. Ketiadaan dirinya telah menjadikannya sebagai pusat perhatian dan dengan cara yang demikian itulah ia menunjukkan kekuasaannya dalam hal daya paksanya terhadap Vladimir dan Estragon untuk tetap menunggunya datang.

Pada judul buku naskah drama ini tertulis: Waiting for Godot, tragicomedy in two acts, by Samuel beckett, grove press, inc. new York. 1954. Kata tragicomedy dalam judul tersebut dapat kita pahami sebagai istilah yang digunakan oleh Beckett untuk mengisyaratkan bahwa dalam drama tersebut ada dua unsur yang saling bertalian satu sama lain yakni, tragedi dan komedi. Namun pengertian komedi dalam naskah ini tidak dapat dipahami dalam artian yang umum, tetapi mengacu pada pengertian yang oleh Ionesco disebut “the intuition of the absurd”. Absurditas itu bersumber pada “sense of incongruity”, tatkala manusia merenungkan keberadaannya di tengah alam semesta.[3]Absurd yang dimaksud disini adalah situasi dimana manusia tidak menemukan kepastian dalam hidupnya sehingga ia menjadi aneh, tak jelas, dan serba bingung (confuseness). Dalam drama ini, para tokoh dihadapkan dengan persoalan menunggu kedatangan Godot. Mereka berharap Godot segera datang, namun penantian mereka sia-sia karena hingga akhir dramapun dikisahkan bahwa godot tak pernah muncul.

Waiting for Godot in a Nutshell[4]

Estragon, sitting on a low mound, is trying to take off his boot. He pulls at

it with both hands, panting. He gives up, exhausted, rests, tries again.

As before.

Enter Vladimir.

ESTRAGON: (giving up again). Nothing to be done.

VLADIMIR: (advancing with short, stiff strides, legs wide apart). I'm

beginning to come round to that opinion. All my life I've tried to put it from

me, saying Vladimir, be reasonable, you haven't yet tried everything. And I

resumed the struggle. (He broods, musing on the struggle. Turning to

Estragon.) So there you are again.[5]

Pada awal babak pertama, muncul tokoh Estragon yang sibuk dengan sepatu bootnya. Ia mencoba terus menerus untuk membuka sepatunya itu namun gagal. Ketika Estragon sibuk dengan usaha melepaskan sepatunya itu, Vladimir dengan kerasionalannya mencoba memberikan argumen filosofis “All my life I've tried to put it from me, saying Vladimir, be reasonable, you haven't yet tried everything. And I resumed the struggle”. Nampak bahwa Estragon merupakan tokoh yang mudah putus asa, ia dipenuhi oleh kekesalan yang luar biasa manakala ia tidak bisa melepaskan sepatunya.

VLADIMIR: (advancing with short, stiff strides, legs wide apart). I'm

beginning to come round to that opinion. All my life I've tried to put it from

me, saying Vladimir, be reasonable, you haven't yet tried everything. And I

resumed the struggle. (He broods, musing on the struggle. Turning to

Estragon.) So there you are again.

ESTRAGON: Am I?

VLADIMIR: I'm glad to see you back. I thought you were gone forever.

ESTRAGON: Me too.

VLADIMIR: Together again at last! We'll have to celebrate this. But how? (He

reflects.) Get up till I embrace you.

ESTRAGON: (irritably). Not now, not now.[6]

Pada kesempatan lain, nampak bahwa selain terikat oleh Godot, mereka juga terikat antara satu dengan lainnya. Dialog diatas ingin menggambarkan betapa pentingnya kebersamaan diantara mereka. Mereka adalah teman seperjuangan. Sama sama sedang menunggu Godot, sama sama tidak tahu apa yang harus dilakukan sehingga mereka seringkali membicarakan suatu topik namun tidak selesai.

VLADIMIR: When I think of it . . . all these years . . . but for me . . .

where would you be . . . (Decisively.) You'd be nothing more than a little

heap of bones at the present minute, no doubt about it.

ESTRAGON: And what of it?

VLADIMIR: (gloomily). It's too much for one man. (Pause. Cheerfully.) On the

other hand what's the good of losing heart now, that's what I say. We should

have thought of it a million years ago, in the nineties.[7]

Vladimir mencoba menghibur Estragon yang nampak sedih. Ia mengajak Estragon untuk kembali mengingat masa jayanya dulu. Bahwa dulu mereka adalah orang orang terhormat. Mereka berjalan diantara orang orang penting dan mereka bersama bergandengan tangan menuruni menara Eifel. Selain bangga dengan masa lalunya, Vladimir juga tampil bagaikan seorang pemimpin agama yang kerapkali bijaksana dalam menjelaskan suatu keadaan dalam Kitab Suci, namun sesungguhnya ia bingung dan tak tahu apa maksud dari isi cerita tersebut. Sikap Vladimir yang seperti ini mirip dengan sikap manusia kebanyakan yang banyak bicara tetapi sesungguhnya apa yang dibicarakan tidak dipahami sepenuhnya. Sikap seperti ini timbul karena gengsi dan rasa ingin dipandang dan dihormati. Sebab yang membuat seseorang menjadi hebat adalah orang lain. Manusia butuh apresiasi dari yang lain. Manusia yang hebat tidak akan menjadi hebat jika kehebatannya tidak diakui oleh yang lain. Relasi yang demikian ini menjadikan manusia sebagai subjek yang entah sadar ataupun tidak mengobjekkan yang lain. Melalui tatapannya manusia membuat yang lain menjadi seperti apa yang ia inginkan.

VLADIMIR: Ah yes, the two thieves. Do you remember the story?

ESTRAGON: No.

VLADIMIR: Shall I tell it to you?

ESTRAGON: No.

VLADIMIR: It'll pass the time. (Pause.) Two thieves, crucified at the same

time as our Saviour. One—

ESTRAGON: Our what?

VLADIMIR: Our Saviour. Two thieves. One is supposed to have been saved and the

other . . . (he searches for the contrary of saved) . . . damned.

ESTRAGON: Saved from what?

VLADIMIR: Hell. (…)

One out of four. Of the other three two don't mention any thieves at

all and the third says that both of them abused him. (…)

ESTRAGON: What's all this about? Abused who?

VLADIMIR: The Saviour.

ESTRAGON: Why?

VLADIMIR: Because he wouldn't save them.

ESTRAGON: From hell?

VLADIMIR: Imbecile! From death.

ESTRAGON: I thought you said hell.

VLADIMIR: From death, from death. (…)

ESTRAGON: And why not?

VLADIMIR: But one of the four says that one of the two was saved.

ESTRAGON: Well? They don't agree and that's all there is to it.

VLADIMIR: But all four were there. And only one speaks of a thief being saved.

Why believe him rather than the others?

ESTRAGON: Who believes him?

VLADIMIR: Everybody. It's the only version they know.[8]

Vladimir mengatakan bahwa salah seorang pencuri diselamatkan karena ia mengakui dosanya, oleh karena itu mereka juga harus mengakui dosa dosa mereka, namun Estragon tidak tahu dosa apa yang harus ia akui. Ia juga tidak begitu paham tentang siapa sang penyelamat itu. Estragon juga mengatakan bahwa injil itu ditulis oleh empat orang, tetapi mengapa hanya seorang yang bicara tentang kisah dua orang penjahat itu, bahkan Estragon mempersoalkan apa sebenarnya isi injil itu sendiri. Walaupun Vladimir dan Estragon merupakan orang yang tidak begitu jelas asal usul dan latar belakang pendidikannya, namun mereka mendiskusikan hal yang mungkin orang lain tidak pedulikan.

ESTRAGON: And if he doesn't come?

VLADIMIR: We'll come back tomorrow.

ESTRAGON: And then the day after tomorrow.

VLADIMIR: Possibly.

ESTRAGON: And so on.

VLADIMIR: The point is—

ESTRAGON: Until he comes.

VLADIMIR: You're merciless.[9]

Kedatangan Godot berarti suatu penyelamatan. Setidaknya, mereka dapat segera terbebas dari keterikatan menanti nantikan Godot. Hal ini mengingatkan kita akan kedatangan Kristus sebagaimana tertulis dalam ajaran Kristiani.

Vladimir: well?

Estragon: (his mouth full, vacuously) We’re not tied?

Vladimir: I don’t hear a word you’re saying.

Estragon: (chews, swallows) I’am asking you if we’re tied.

Vladimir: Tied?

Estragon: Ti-ed.

Vladimir: How do you mean tied?

Estragon: Down

Vladimir: But to whom? By whom?

Estragon: To your man

Vladimir: to Godot? tied to Godot! What an idea! No question of it. (pause) For the moment.

Estragon: His name Godot?

Vladimir: I think so.[10]

Mereka berada dalam situasi yang tidak bebas karena keterikatan untuk menunggu Godot, tokoh yang tak kunjung datang. Mereka tidak hanya terikat oleh Godot, namun lebih dari itu keterikatan mereka juga nampak dalam satu tempat tertentu dan juga pada keadaan yang memprihatinkan.

Vladimir: Do you want carrot?

Estragon: Is that all there is?

Vladimir: I might have some turnips[11]

Dalam naskah drama ini ditunjukkan bahwa mereka (antara Vladimir dan Estragon) tidak dapat bertindak secara individual. Mereka bergantung satu dengan lainnya.

Estragon: There are times when I wonder if it wouldn’t be better for us to part.

Vladimir: You wouldn’t go far

Estragon: That would be too bad[12]

“nothing to be done” atau dalam bahasa aslinya “rien à faire”. Perkataan ini sering diucapkan oleh Vladimir dan Estragon setiap kali mereka menghadapi kebuntuan, ketidakmungkinan, serta kegagalan. Perkataan tersebut diucapkan secara bervariasi dengan nada dasar yang sama, yakni keputusasaan. Hal ini menggambarkan dalam setiap kebuntuan yang dialami oleh manusia tanpa terkecuali, mereka akan mengeluh, namun seperti dalam teks ini, dikatakan bahwa setiap kali mereka (Vladimir dan Estragon) mengingat akan Godot yang mereka nantikan, mereka akan kembali bersemangat. Sama halnya seperti manusia yang sering menggantungkan hidup mereka pada kehadiran dan bantuan Tuhan begitu saja. Seakan Tuhanlah yang bertanggungjawab sepenuhnya akan hidup manusia. Ketika manusia mengalami hal yang tidak mengenakkan mereka lari kepada-Nya, namun ketika manusia dalam keadaan senang dan membahagiakan mereka lupa.

VLADIMIR: Sometimes I feel it coming all the same. Then I go all queer. (He

takes off his hat, peers inside it, feels about inside it, shakes it, puts it on again.) How shall I say? Relieved and at the same time . . . (he searches

for the word) . . . appalled. (With emphasis.) AP-PALLED. (He takes off his

hat again, peers inside it.) Funny. (He knocks on the crown as though to

dislodge a foreign body, peers into it again, puts it on again.) Nothing to be

done. (Estragon with a supreme effort succeeds in pulling off his boot. He

peers inside it, feels about inside it, turns it upside down, shakes it, looks

on the ground to see if anything has fallen out, finds nothing, feels inside

it again, staring sightlessly before him.) Well?

Naskah ini sesungguhnya tidak memiliki jalan cerita yang memiliki klimaks. Berbeda dari naskah drama lainnya, naskah drama Waiting for Godot hanya berisi pengulangan yang menegaskan kebimbangan. Dalam naskah ini, tokoh Vladimir merupakan tokoh yang digambarkan memiliki tanggung jawab.

VLADIMIR: Was I sleeping, while the others suffered? Am I sleeping now?

Tomorrow, when I wake, or think I do, what shall I say of today? That with

Estragon my friend, at this place, until the fall of night, I waited for

Godot? That Pozzo passed, with his carrier, and that he spoke to us? Probably.

But in all that what truth will there be? (Estragon, having struggled with his

boots in vain, is dozing off again. Vladimir looks at him.) He'll know

nothing. He'll tell me about the blows he received and I'll give him a carrot.

(Pause.) Astride of a grave and a difficult birth. Down in the hole,

lingeringly, the grave digger puts on the forceps. We have time to grow old.

The air is full of our cries. (He listens.) But habit is a great deadener. (He

looks again at Estragon.) At me too someone is looking, of me too someone is

saying, He is sleeping, he knows nothing, let him sleep on. (Pause.) I can't

go on! (Pause.) What have I said?[13]

Dialog Vladimir diatas semakin memperjelas bahwa ia merupakan tokoh yang selalu menjunjung tinggi kebenaran. The essence of the truth yang selalu dicari oleh Vladimir dengan cara merasionalisasikan keadaan disekelilingnya terejawantahkan dalam dialog diatas.

ESTRAGON: We came here yesterday.

VLADIMIR: Ah no, there you're mistaken.(…)

VLADIMIR: He said Saturday. (Pause.) I think.(…)

ESTRAGON: (very insidious). But what Saturday? And is it Saturday? Is it not

rather Sunday? (Pause.) Or Monday? (Pause.) Or Friday?(…)

VLADIMIR: What'll we do?

ESTRAGON: If he came yesterday and we weren't here you may be sure he won't

come again today.

VLADIMIR: But you say we were here yesterday.

ESTRAGON: I may be mistaken. (Pause.) Let's stop talking for a minute, do you

mind?

VLADIMIR: (feebly). All right. (Estragon sits down on the mound. Vladimir

paces agitatedly to and fro, halting from time to time to gaze into distance

off. Estragon falls asleep. Vladimir halts finally before Estragon.) Gogo! . .

. Gogo! . . . GOGO!

Estragon wakes with a start.

ESTRAGON: (restored to the horror of his situation). I was asleep!

(Despairingly.) Why will you never let me sleep?

VLADIMIR: I felt lonely.

ESTRAGON: I had a dream.

VLADIMIR: Don't tell me![14]

Dari dialog diatas dapat diketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang kehilangan orientasi waktu, mereka tidak mengetahui apakah hari itu sabtu, minggu, atau bahkan kamis. Selain itu, dari dialog diatas dapat diketahui pula bahwa sosok Estragon adalah sosok yang selalu lari dari masalah. Ketika ia bertemu dengan masalah berat, yang ia lakukan adalah tidur. Ia cenderung tidak ingin berkonfrontasi dengan persoalan yang rumit.

ESTRAGON: (undertone). Is that him?

VLADIMIR: Who?

ESTRAGON: (trying to remember the name). Er . . .

VLADIMIR: Godot?

ESTRAGON: Yes.

POZZO: I present myself: Pozzo.

VLADIMIR: (to Estragon). Not at all!

ESTRAGON: He said Godot.

VLADIMIR: Not at all!

ESTRAGON: (timidly, to Pozzo). You're not Mr. Godot, Sir?

POZZO: (terrifying voice). I am Pozzo! (Silence.) Pozzo! (Silence.) Does that

name mean nothing to you? (Silence.) I say does that name mean nothing to

you?(…)

POZZO: (peremptory). Who is Godot?

ESTRAGON: Godot?

POZZO: You took me for Godot.

VLADIMIR: Oh no, Sir, not for an instant, Sir.

POZZO: Who is he?

VLADIMIR: Oh he's a . . . he's a kind of acquaintance.

ESTRAGON: Nothing of the kind, we hardly know him.[15]

Pada mulanya Vladimir dan Estragon mengira yang datang adalah Godot. Pertanyaan Estragon kepada Pozzo membuat Pozzo ingin mengetahui lebih jauh siapa Godot. Bagi Vladimir, cara menjawab yang paling bagus adalah mengatakan bahwa Godot adalah temannya. Akan tetapi bagi Estragon, menjawab demikian itu mungkin bias berbahaya. Oleh karena itu, ia segera memotong bahwa Godot sama sekali bukan teman mereka. Lebih dari itu, mereka bahkan tak kenal sama sekali dengan tokoh itu.

POZZO: Who! You know how to think, you two?

VLADIMIR: He thinks?

POZZO: Certainly. Aloud. He even used to think very prettily once, I could

listen to him for hours. Now . . . (he shudders). So much the worse for me.

Well, would you like him to think something for us?

ESTRAGON: I'd rather he dance, it'd be more fun.

POZZO: Not necessarily.

ESTRAGON: Wouldn't it, Didi, be more fun?

VLADIMIR: I'd like well to hear him think.

ESTRAGON: Perhaps he could dance first and think afterwards, if it isn't too

much to ask him.

VLADIMIR: (to Pozzo). Would that be possible?

POZZO: By all means, nothing simpler. It's the natural order.

(He laughs briefly)

VLADIMIR: Then let him dance.

Silence.

POZZO: Do you hear, hog?

ESTRAGON: He never refuses?

POZZO: He refused once. (Silence.) Dance, misery!

Lucky puts down bag and basket, advances towards front, turns to Pozzo. Lucky

dances. He stops.[16]

Ada dua hal penting yang tercermin dalam dialog diatas. Pertama, Vladimir mengatakan bahwa ia lebih suka Lucky mempertunjukkan bagaimana ia berfikir. Akan tetapi, Estragon membuat kompromi. Lucky diminta menari dahulu baru berfikir. Ini artinya orang bisa menari tanpa berfikir, yang menegaskan bahwa eksistensi, yang ditunjukkan dengan menari, hadir lebih dulu sebelum berfikir. Selanjutnya, Pozzo mempertunjukkan dirinya sebagai tuan. Kata hog dalam dialog diatas artinya babi jantan yang sudah dikebiri. Adapun yang dimaksudkan disitu adalah Lucky. Kata misery juga digunakan untuk menyebut Lucky. Dalam bahasa Inggris, jika seseorang disebut misery artinya, orang itu suka mengeluh atau dengan kata lain, orang yang tidak pernah bersyukur.

LUCKY: Given the existence (…)

of a personal God (…) outside time (…) loves us dearly (…) suffers like the divine (…) with those who (…)

are plunged in torment (…)

established beyond all doubt (…)

that man (…) for reasons unknown (…) for reasons unknown

labors abandoned left unfinished (…) unfinished . . .[17]

Kutipan diatas merupakan monolog yang diucapkan oleh Lucky. Pada dasarnya monolog tersebut membicarakan tentang manusia dan Tuhan. Kata given yang mengawali monolog ini dapat ditafsirkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi mengakui. Manusia cenderung membuat asumsi tentang Tuhan dan membuat semacam hipotesis tentang keberadaan-Nya yang seakan begitu pasti, tetapi, pada pihak lain, manusia tidak pernah mampu membuat kesimpulan logis tentang Tuhan. Setiap kali manusia membicarakan tentang Tuhan, ia selalu mengakhirinya seperti yang diucapkan Lucky yakni, for reasons unknown

Tidak dapat disangkal, monolog ini adalah sebuah parody. Lucky berbicara tentang Tuhan, tetapi pembicaraannya melebar kemana mana. Ia berbicara seakan tidak akan berhenti. Jika ditinjau ulang, susunan kalimat serta pemilihan katanya, apa yang dibicarakan oleh Lucky dalam monolog ini tidak akan pernah mencapai suatu kesimpulan. Monolog ini dimulai dengan suatu pernyataan yang berbau teologis, yakni given the existence. Namun setelah beberapa kata, muncul kata quaquaquaqua. Qua dalam bahasa latin berarti sebagai. Dalam monolognya, Lucky mengulang kata qua ini sampai lebih dari tiga kali. Pengulangan kata qua dalam monolog ini member kesan seperti bunyi seekor bebek/angsa. Karena munculnya dibelakang kata God, penggunaan kata qua tersebut mungkin dipakai untuk mengejek.

VLADIMIR: It'd pass the time. (Estragon hesitates.) I assure you,it'd be an

occupation.

ESTRAGON: A relaxation.

VLADIMIR: A relaxation.

ESTRAGON: A relaxation.[18]

Pengulangan kata relaxation hingga tiga kali, jika dilihat dari efektifitasnya, hanyalah suatu kemubaziran. Akan tetapi, dialog dialog seperti itu memberikan isyarat bahwa tokoh yang ditampilkan sedang berada dalam kondisi lack being, in the existensialist sence. Waiting for Godot adalah sebuah parody tentang kehadiran manusia yang kehilangan makna. Gambaran hilang-makna dimaksud tampak pada Vladimir dan Estragon.

VLADIMIR: The tree, look at the tree.

(Estragon looks at the tree)

ESTRAGON: Was is not there yesterday?

VLADIMIR: Yes of course it was there. Do you not remember? We nearly hanged

ourselves from it. But you wouldn't. Do you not remember?

ESTRAGON: You dreamt it.[19]

Vladimir dan Estragon terus menerus mengalami kekacauan memahami tempat dimana mereka berada. Secara fisik, mereka memang berada disuatu tempat, namun mereka mengalami keterasingan dengan lingkungannya.

(enter Pozzo and Lucky. Pozzo drives Lucky by means of a rope passed round his neck, so that Lucky is the first to enter, followed by the rope which is long enough to let him reach the middle of the stage before Pozzo appears. Lucky carries a heavy bag, a folding stool, a picnic basket and a greatcoat, Pozzo a whip)[20]

Dalam bahasa Inggris Lucky artinya beruntung, tetapi kenyataannya, ia diperbudak. Antara nama dan nasibnya tidak mengisyaratkan kesesuaian, bahkan bertentangan. Nama, yang mewujud dalam kata, dan nasib yang mewujud dalam perlakuan terhadapnya mengisyaratkan ketidakcocokan.

ESTRAGON: Oh yes, let's go far away from here.

VLADIMIR: We can't.

ESTRAGON: Why not?

VLADIMIR: We have to come back tomorrow.

ESTRAGON: What for?

VLADIMIR: To wait for Godot.

ESTRAGON: Ah! (Silence.) He didn't come?

VLADIMIR: No.

ESTRAGON: And now it's too late.

VLADIMIR: Yes, now it's night.

ESTRAGON: And if we dropped him? (Pause.) If we dropped him?

VLADIMIR: He'd punish us. (Silence. He looks at the tree.) Everything's dead

but the tree.[21]

Estragon Nampak putus asa, ia tidak mampu lagi untuk mempertahankan kesetiaan menunggu Godot. Jawaban Vladimir yang mengatakan bahwa Godot akan menghukum mereka jika mereka tidak setia menantikannya memberikan isyarat bahwa jika tidak ada jwaban atas pertanyaan itu. Sebab, bagaimana Godot dapat menghukum mereka tanpa datang menemui mereka. Vladimir yang biasa tampak rasional, pada akhirnya tak berdaya juga, ia tampak putus asa. Rupanya kerasionalannya tidak mampu memecahkan persoalan tersebut.

***

Nothing to be done merupakan gambaran ekspresi seseorang yang sedang putus asa. Dalam konteks yang diucapkan oleh Vladimir, nothing to be done berkaitan erat dengan usaha memahami pencuri yang diselamatkan. Dalam hal ini Nampak suatu keseimbangan: ada yang diselamatkan dan ada yang dikutuk. Berbeda dengan Vladimir, tokoh Lucky menunjukkan kepiawaiannya dalam ber”puisi” who from the heights of divine apathia divine athambia divine aphasia loves us dearly with some exceptions for reasons unknown but time will tell…Tuhan itu mencintai kita dengan penuh kasih sayang dari tempatnya yang tinggi tanpa perasaan takut, tanpa penjelasan logis dan tanpa emosi, tetapi dengan perkecualian yang alasannya juga tidak diketahui, baru beberapa waktu kemudian diketahui mengapa terjadi hal yang demikian itu. Tuhan itu mencintai kita dengan penuh kasih sayang, yang artinya ada pencuri yang diselamatkan; tetapi ada juga perkecualiannya, yang artinya ada yang dikutuk tanpa alasan yang jelas. Oleh karena itu, menghadapi misteri ini, timbullah ketidakjelasan akan kepastian yang kemudian ditegaskan dengan tidak segera datangnya Godot.

Jika dilihat secara sepintas, waiting for Godot hanyalah drama yang tidak berkonsep. Ia membicarakan begitu banyak hal, mulai dari hal remeh hingga hal hal yang berbau teologis. Namun, jika kita mau melihat lebih jauh lagi, sesungguhnya drama ini sangat rumit. Kerumitan yang dimaksud disini adalah karena drama ini merupakan drama yang bergenre absurd. Apa yang disampaikan baik lewat dialog maupun perilaku tokohnya Nampak aneh dan tak jelas. Tetapi, justru ketidakjelasan itulah yang menjadi kunci keberhasilan Beckett. Ia berhasil meramu sebuah pementasan yang fenomenal, karena ketidakjelasan itu merupakan gambaran dari manusia masa kini. Manusia yang seharusnya menjadi subjek kehidupan telah terdistorsi oleh banyak factor, dan ia telah menjadi makluk makluk yang tidak mengenal dirinya sendiri. Oleh karena itu dalam Waiting for Godot, Nampak jelas para tokohnya mengalami disorientasi waktu dan tempat. Dari semua dialog yang diucapkan oleh para tokoh Nampak jelas bahwa tidak ada satu pembicaraanpun yang selesai ataupun mencapai suatu kesimpulan yang berarti. Waiting for Godot adalah sebuah kesia siaan yang boros. Sebuah penantian yang tak kunjung usai. Gambaran tentang manusia yang impoten, tak bisa ereksi, tak bias menentukan hidupnya dan hanya bergantung pada sang Godot itu sendiri. Drama ini sungguh mengisahkan tentang eksistensi manusia yang kerdil. Kekerdilan itu terejawantahkan dalam diri para tokoh. Demikianlah pada akhirnya Godot pun tak akan pernah muncul, ia tak akan pernah jadi penyelamat sebab sang penyelamat itu, sang Godot ada dalam diri tiap pribadi dan bukan berada diluar diri.

Daftar Pustaka

Bair, Deirdre. Samuel Beckett: A Biography. New York and London: A Harvest/HBJ Book, Harcourt

Brace Jovanovich. 1978.

Beckett, Samuel. Waiting for Godot, tragicomedy in two acts. New York:Grove press, inc. 1954.

Blakey, J. Waiting for Godot, Coles Notes. New York: Coles Publishing Company Ltd. 1979.

[1] En attendant Godot a été créée le 5 janvier 1953 au theater Babylone, dans une mise en scene de Roger Blin et avec la distribution suivante: Estragon (Pierre Latour), Vladimir (Lucien Raimborg), Lucky (Jean Martin), Pozzo (Roger Blin), un jeaune garcon (Serge Lecointe).

[2] Deirdre Bair, Samuel Beckett: A Biography (New York and London: A Harvest/HBJ Book, Harcourt Brace Jovanovich 1978) hal 380.

[3] J. Blakey, Waiting for Godot, Coles Notes (New York: Coles Publishing Company Ltd., 1979) hal 40-41.

[4] Maksud dari penulis member subjudul ini karena penulis sadar bahwa apa yang ditulis disini jauh dari sempurna. Begitu banyak kekurangan yang ada di dalamnya, maka dari itu apa yang ditulis disini hanyalah sebuah nutshell (pengantar / selayang pandang).

[5] Samuel beckett, Waiting for Godot, tragicomedy in two acts , grove press, inc. new York. 1954. p. 7

[6] Ibid.,p. 7

[7] Ibid.,p.7

[8] Ibid.,pp.8-10

[9] Ibid., p 10

[10].Ibid., p.14.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun