Mohon tunggu...
Nurul Aulia Rachma
Nurul Aulia Rachma Mohon Tunggu... -

Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Selanjutnya

Tutup

Money

Belajar Menerapkan Budaya Disiplin Kerja Bangsa Jepang dalam Menghadapi AEC 2015

12 Oktober 2014   16:15 Diperbarui: 4 April 2017   18:09 2458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ASEAN Economic Community atau biasa disingkat dengan sebuat AEC 2015 ini adalah sebuah komunitas negara-negara ASEAN (Kawasan Asia Tenggara) dalam bidang ekonomi demi terwujudnya penggabungan ekonomi regional. Antisipasi terhadap AEC 2015 sangat dibutuhkan, terutama di bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Mengingat bahwa Elimination Single Window mengakibatkan tenaga kerja dari luar negeri akan lebih mudah bermigrasi ke Indonesia. Salah satu cara peningkatan kualitas SDM di Indonesia adalah dengan menerapkan budaya kerja yang disiplin.

Disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya (dalam Singodimejo, 2002). Disiplin kerja merupakan budaya kerja yang besar manfaatnya. Bagi karyawan, disiplin kerja dapat menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, sehingga karyawan akan lebih semangat dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian, hal tersebuh akan meningkatkan kinerja karyawan, sehingga karyawan dapat bersaing dalam AEC 2015.

Berbicara tentang kedisiplinan, budaya kerja bangsa Jepang bisa dijadikan sebagai contoh utama. Sudah sangat dikenal, bahwa Jepang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi berkat kedisiplinannya. Orang jepang juga terkenal dengan etos kerjanya yang luar biasa. Berikut ini adalah contoh beberapa disiplin kerja bangsa Jepang:

1.Prinsip Disiplin Samurai

Prinsip yang mengajarkan tidak mudah menyerah. Para samurai akan melakukan harakiri (bunuh diri) dengan menusukkan pedang ke perut jika kalah bertarung. Hal ini memperlihatkan usaha mereka untuk menebus harga diri yang hilang akibat kalah perang. Kini semangat samurai masih tertanam kuat dalam sanubari bangsa Jepang, namun digunakan untuk membangun ekonomi, menjaga harga diri, dan kehormatan bangsa secara teguh. Semangat ini telah menciptakan bangsa Jepang menjadi bangsa yang tak mudah menyerah karena sumber daya alamnya yang minim juga tak menyerah pada berbagai bencana alam, terutama gempa dan tsunami.

2.Prinsip Bushido

Prinsip tentang semangat kerja keras yang diwariskan secara turun- menurun. Semangat ini melahirkan proses belajar yang tak kenal lelah. Awalnya semangat ini dipelajari Jepang dari barat. Tapi kini baratlah yang terpukau dan harus belajar dari Jepang.

3.Konsep Budaya Keishan

Perubahan secara berkesinambungan dalam budaya kerja. Caranya harus selalu kreatif, inovatif, dan produktif. Konsep Keisan menuntut kerajinan, kesungguhan, minat dan keyakinan, hingga akhirnya timbul kemauan untuk selalu belajar dari orang lain.

4.Prinsip Kai Zen

Mendorong bangsa Jepang memiliki komitmen tinggi pada pekerjaan. Setiap pekerjaan perlu dilaksanakan dan diselesaikan sesuai jadwal agar tidak menimbulkan pemborosan. Jika tak mengikuti jadwal, maka penyelesaian pekerjaan akan lambat dan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, perusahaan di Jepang menerapkan peraturan tepat waktu. Inilah inti prinsip Kai Zen: optimal biaya dan waktu dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.

5.Prinsip bahwa jika perusahaan untung besar, pekerja juga akan untung

Disiplin dan semangat kerja inilah yang membentuk sikap dan mental kerja yang positif. Disiplin juga menjadikan para pekerja patuh dan loyal pada perusahaan atau tempat mereka bekerja. Mereka mau melakukan apa saja demi keberhasilan perusahaan tempat mereka bekerja, bahkan hebatnya mereka sanggup bekerja lembur tanpa mengharapkan bayaran tambahan. Karena mereka beranggapan jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, secara otomatis mereka akan mendapatkan kompensasi setimpal. Dalam pikiran dan jiwa mereka sudah tertanam keinginan melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Gagal melakukan tugas sama halnya mempermalukan diri sendiri, bahkan harga diri mereka merasa hilang.

6.Malu pulang lebih cepat

Mereka yang pulang lebih cepat dianggap sebagai pekerja yang tidak penting dan tidak produktif.  Ukuran nilai dan status orang Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskan di tempat kerja. Kecintaan orang Jepang pada pekerjaannya, membuat mereka fokus pada pekerjaannya. Tanpa ada pengawas pun mereka bekerja dengan baik, penuh dedikasi, dan disiplin.

7.Waktu kerja dan istirahat digunakan dengan baik

Ketika jam 8 pagi masuk kerja, tak ada lagi obrolan dan canda, mereka langsung bekerja di komputer masing-masing atau sibuk langsung di depan workstation masing-masing. Baru ketika tiba saatnya hiru gohan no jikan (makan siang) mereka hentikan aktivitas masing-masing dan bercanda ria dengan teman-teman sambil menuju shokudo (kantin).

8.Tidur 30 menit di waktu istirahat

Jika 60 menit jam makan siang, rata-rata pekerja membagi 30 menit untuk urusan makan siang, 30 menit untuk tidur sejenak, guna memulihkan energi lagi. Mereka akan sisihkan waktu untuk tidur sambil merebahkan kepala di meja kerja masing-masing untuk me-recharge energi.

9.Disiplin pada hal kecil

Sebagai contoh, sampah yang jatuh di area kerja, harus dipungut dengan tangan kosong (tidak boleh memakai alat), jika menemukan puntung rokok atau permen karet, harus segera pungut, tidak peduli siapa yang membuangnya, tidak boleh pura-pura seolah tidak melihatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun