Awalnya saya agak bingung dengan istilah ini ketika suatu hari di kantor seorang teman mengomentari rekan kerja lain dengan sebutan TMT. Setelah dijelaskan, barulah saya mengerti maksud kata-kata tersebut.
Untuk saya julukan ini terdengar agak kejam, tapi setelah dipikir-pikir apa bedanya dengan julukan backstabber atau penusuk punggung dari belakang, yang sudah terdengar lebih familiar. Yaa…apa artinya julukan yang mungkin terdengar sadis itu jika dibandingkan dengan orang yang menjadi korban pelaku TMT atau backstabber.
Pelaku TMT atau backstabber pasti berkaitan dengan sikap pengkhianatan untuk mencari keuntungan sendiri dan usaha untuk “cuci tangan” bila keadaan semakin buruk. Orang-orang dengan sikap ini cenderung menjadi penjilat dan selalu mengikuti kemana arah angin bertiup.
Sebagai contoh, Tarno (nama fiktif) diminta oleh Bendot (juga nama fiktif) untuk menyampaikan keluhan para karyawan yang ingin gajinya naik. Beberapa alasan dikemukakan Bendot disertai bujukan yang cukup lihai, sehingga Tarno merasa terdorong untuk memenuhi permintaan Bendot. Tarno begitu ingin menyenangkan hati Bendot yang menurutnya teman paling bijak, sehingga ia tidak mempertimbangkan segala resiko atas tindakannya tersebut. Akibatnya, ketika Tarno mencoba menyampaikan “amanah” Bendot, sang penguasa di perusahaan tempatnya bekerja menjadi murka, karena sebenarnya perusahaan sedang memikirkan dan mengupayakan peningkatan kesejahteraan para karyawan. Tarno yang lugu mendapat surat peringatan keras dari kantornya. Ketika ia mencoba mengkonfirmasi bahwa ia adalah penyambung lidah dari Bendot, dengan santai Bendot justru menyalahkannya karena apa yang disampaikan Bendot tempo hari hanyalah sebuah canda dan tidak perlu disampaikan pada siapapun. Lebih parah, Bendot juga ikut berkomentar bahwa Tarno orang yang tidak tahu diri dan tidak sabaran terhadap kebijakan yang sedang diupayakan pihak perusahaan.
Contoh lain, juga dengan tokoh-tokoh fiktif, mengisahkan tentang Lien, yang sedang tertidur pulas diruang istirahat tempatnya bekerja, sementara teman-temannya sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan menyambut sorang Menteri yang akan berkunjung besok. Teman-temannya bekerja hingga menjelang pagi, dan saat subuh barulah mereka tidur. Tanpa diduga, direktur datang lebih pagi untuk mengecek kesiapan seluruh acara, agar tidak ada yang terlewat, yang dapat mengganggu kelancaran acara. Direktur menanyakan segala persiapan itu kepada Lien, yang kebetulan sudah bangun, sementara temen-temannya masih tidur. Dengan kata-kata dan ekspresi yang meyakinkan, Lien mengatakan bahwa ia sampai tidak tidur karena harus mempersiapkan semuanya, sementara teman-temannya…. “Ya, begitulah,” ujar Lien seraya mengangkat bahu.
Penjilat yang suka makan teman sepertinya memang selalu saja ada dimana-mana, baik di lingkungan kerja maupun di lingkungan pergaulan sehari-hari. Apalagi ditengah kondisi perekonomian yang semakin buruk seperti sekarang ini. Banyak orang ingin mendapat kedudukan yang lebih tinggi, mencari keuntungan pribadi untuk memenuhi ambisi, atau memenuhi kepuasan ego, dengan cara mengorbankan orang lain tanpa memikirkan akibatnya.
Apa jadinya, kalau dunia ini diisi oleh orang-orang yang berwajah malaikat tapi berhati iblis seperti itu? Sungguh mengerikan! Padahal diakhir kehidupan kita nantinya, menurut Mother Teresa, semua ini akan menjadi urusan antara kita dengan Sang Pencipta, dan bukan urusan antara kita dengan sesama. Sanggupkah semua ini dipertanggungjawabkan di hadapan-NYA?