Mohon tunggu...
Roedy Haryo Widjono
Roedy Haryo Widjono Mohon Tunggu...

Direktur Nomaden Institute Cross Cultural Studies

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah adalah Guru Kehidupan dan Pesan dari Masa Silam

26 Februari 2013   09:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:40 3942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejarah adalah Guru Kehidupan dan Pesan dari Masa Silam
• Aktualisasi Spirit Budaya Dayak: Dialektika Kearifan Tradisi dan Globalisasi

Roedy Haryo Widjono AMZ
• Nomaden Institute for Cross Cultural Studies

Pengantar
• Historia Magistra Vitae, Nuntia Vetustatis

Marcus Tullius Cicero, orator ulung, anggota senat, ahli hukum dan filsuf yang hidup di masa Republik Roma (106-43 SM), dalam bukunya bertajuk de Orator, menegaskan petuah bijak, “Historia vero testis temporum, lux veritatis, vita memoriae, magistra vitae, nuntia vetustatis.” Ia memaknai realita “Sejarah adalah saksi zaman, sinar kebenaran, kenangan hidup, guru kehidupan dan pesan dari masa silam.

Sejatinya pemikiran Marcus Tullius Cicero melampaui zamannya. Dia menegaskan tentang hikmah peradaban, tidak ada ke-kini-an tanpa ke-lampau-an, kedua era itu sungguh tak terpisahkan sebagai proses sejarah kehidupan. Maka pernyataan legendaris Marcus sering dikutip sebagai keniscayaan mengenai fakta bahwa “Sejarah adalah guru kehidupan dan pesan dari masa silam” (Historia Magistra Vitae, Nuntia Vetustatis). Peristiwa sekecil apa pun yang berlalu, adalah guru kehidupan pun jua memberikan pesan dari masa silam dalam konteks kekinian ruang dan waktu.

Keniscayaan mengenai sejarah sebagai guru kehidupan dan pesan dari masa silam, kini tergenapi dalam peristiwa Seminar Pesta Seni dan Budaya Dayak Se-Kalimantan ke-X. Tema “Aktualisasi Spirit Tradisi bagi Pemahaman Budaya Dayak” amat relevan, terlebih dalam ikhtiar mengurai “Dialektika Kearifan Tradisi dan Globalisasi” bagi generasi muda Dayak sebagai pewaris dan penerus budaya Dayak. Maka dalam suasana pemaknaan seperti itulah, makalah ini ditulis dengan ketulusan.

Menguak Kearifan Tradisi Dayak
• Memaknai Realita Ke-lampau-an

Kearifan Lokal atau sering disebut local wisdom merupakan semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, wawasan, tradisi-adat serta etika yang menuntun perilaku manusia, yang diwariskan secara turun temurun dalam kehidupan komunitas. (Keraf, 2002). Sedangkan Gobyah (2009) mendefinisikan kearifan lokal sebagai kebenaran yang telah mentradisi dalam suatu kehidupan komunitas.

Kearifan lokal mengandung tiga unsur penting. Pertama, nilai religius dan etika sosial yang mendasari praktik kehidupan komunitas. Kedua, norma-aturan untuk merajut relasi antar komunitas dan semesta. Ketiga, pengetahuan-ketrampilan yang diperoleh dari pengalaman empirik. Ketiga unsur termaksud merupakan satu kesatuan sistem yang melandasi tatanan kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik pada komunitas.

Komunitas adat Dayak memiliki khasanah kearifan lokal yang maha dahsyat. Cara kehidupan komunal turun-temurun, terbukti mampu mendukung proses pengukuhan tradisi kebersamaan. Lantaran cikal bakal terbangunnya rumah panjang (lou, betang, lamin) berpangkal dari satu keluarga, kemudian beranak-pinak dan secara turun-temurun peng¬huninya terus-menerus menempati rumah panjang dari waktu ke waktu. Mereka yang hidup dalam komu¬nitas rumah panjang sulit terpisahkan oleh faktor darah, adat, kepercayaan, mata pencaharian, dan faktor pendukung psikologis lainnya. Suatu ikatan yang kukuh membuat penghuni rumah panjang selalu betah dalam eksistensi keadaan yang sahaja. Esensi lain yang penting, bahwa kehidupan komunitas dalam rumah panjang, menjamin keberlangsungan relasi kekuasaan pada komunitas Dayak.

Menurut Bernard Sellato (1989), berabad-abad lamanya para ahli genetika, bahasa dan etnolog bertengkar tiada habisnya dan berkutat dengan argumentasi keniscayaan, tatkala membedah kesejatian manusia Dayak. Namun, tetap saja tak terungkap secara tuntas misteri budaya pada komunitas adat Dayak. Bahkan, betapa sulitnya mendefinisikan apa yang dinamakan suku bangsa dalam konteks Dayak. Sekalipun terdapat banyak versi, namun pengelompokan etnik berdasarkan kesamaan hukum adat, bahasa, ritus kematian, jalur sungai dan kriteria lain, membuktikan adanya keragaman budaya dan perbedaan natural pada komunitas Dayak. Itulah yang disebut identitas kolektif. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam identitas kolektif, amat menentukan pandangan hidup dan pandangan tentang semesta, yang dialami sebagai kekuatan integratif dan pembuktian eksistensi manusia Dayak sebagai pribumi di Tanah Borneo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun