Mohon tunggu...
Nihayatuzzain Karim
Nihayatuzzain Karim Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam STAI Mathali'ul Falah\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kajen, Mbah Mutamakkin dan 10 Syuro

16 November 2014   05:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:42 1664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KAJEN, MBAH MUTAMAKKIN dan 10 SYURO

Bagi warga desa Kajen, siapa yang tak kenal dengan Syeh Ahmad Mutamakkin atau yang biasa disapa akrab oleh warga sekitar dengan sapaan Mbah Mutamakkin, sosok faqih yang disegani karena memiliki pandangan yang luas dan mendalam terhadap agama.

Agaknya tidak hanya warga Kajen saja yang mengenal nama baik Mbah Mutamakkin. Namun nama itu telah menyebar ke berbagai daerah di Jawa terutama bagian utara. Mengingat bahwa beliau semasa hidupnya dulu adalah seorang pendakwah islam yang berasal dari Desa Cebolek(sekarang Winong) yang ada di Tuban,Jawa Timur. beliau berdakwah dari satu tempat menuju tempat lain. Hingga Mbah Mutamakkin pun memutuskan untuk tinggal dan menyebarkan agama Islam di Kajen atas dasar kejadian mistik yang beliau terima setelah menunaikan shalat isya’, yakni sebuah cahaya yang mengarah kearah barat, sedang pada saat itu mba Mutamakkin tinggal di sebuah daerah yang beliau namai sama seperti tempat kelahirannya(Cebolek). Bagi beliau, kejadian tersebut merupakan sebuah isyarat. Maka keesokan harinya beliau pun menuju ke sumber cahaya yang beliau lihat pada malam itu.

Sesampainya disana beliau bertemu dengan seorang tua yang menurut cerita bernama mbahSyamsudin. Singkat cerita, terjadilah percakapan yang mana mbah Syamsudin menyerahkan desa Kajen kepada Mbah Mutamakkin untuk dikelola dan dikelola. Makam Mbah Syamsudin berada di sebelah barat makam Mbah Mutamakkin. Tepatnya di sebelah utara blumbang yang sekarang biasa digunakan para santri untuk riyadlah dan menghafalkan Al-Qur’an.

Sejarah mencatat bahwa Mbah Mutamakkin adalah seorang Neosufis yang hidup pada tahun 1645 – 1740. Kebesaran beliau ditunjang oleh beberapa data sejarah yang menyatakan bahwa beliau adalah seorang wali Khoriqul Adah (tidak seperti kebiasaan manusia pada umumnya). Sebagai contoh, pernah suatu ketika beliau melakukan Riyadlah (tirakat) berpuasa siang malam selama 40 hari tanpa makan dan minum. Kemudian pada hari terakhir beliau meminta istrinya untuk menghidangkan masakan yang paling enak kesukaan beliau. Namun, hal aneh terjadi. Menjelang Maghrib, Mbah menyuruh istrinya untuk mengikatkan dirinya disebuah tiang. Mengetahui Maghrib telah tiba, nafsu makan beliau menggelora dengan dahsyatnya. Pertarungan antara hawa nafsu dengan qolbun salim(hati yang bersih)pun terjadi. Namun akhirnya mbah Mutamakkin lebih memenangkan qolbun salimnya. Hingga kejadian ajaib pun terjadi, keluarlah dua anjing dari dalam perut beliau. Kedua anjing tersebut merupakan lambang dari hawa nafsu beliau langsung melahap habis makanan yang ada didepannya. Setelah selesai keduanya ingin kembali masuk dalam perut Mbah Mutamakkin. Namun beliau menolak. Akhirnya kedua anjing tersebut menjadi khodim (pembantu) dalam perjuangan mbah Mutamakkin yang kemudian oleh beliau diberi nama Abdul Qohar dan Qomaruddin yang konon diambil dari nama penguasa yang dzalim dari Tuban.

Mbah Mutamakkin adalah sosok ‘alim yang terbuka, pemberani, apa adanya dan suka menguji orang. Keberadaannya di Kajen telah membawa banyak perubahan. Beliau merupakan perintis dari berdirinya pesantren dan penyebaran agama islam diwilayahnya. Perjuangan dan ajaran beliau sampai sekarang masih diyakini dan dipegang teguh oleh keturunan dan para pengikutnya, pengaruh beliau masih dapat dirasakan sampai sekarang, layaknya sebagai tanah perdikan pada zaman itu yang dibebaskan dari pembayaran pajak, Kajen sekarang adalah tanah pendidikan yang menjadi alternatif dari bentuk pendidikan nasional yang ada, kajen dengan daya tarik dan berbagai kelebihannya ingin menyampaikan bahwa sejarah independensinya sebagai tanah perdikan tidak sekedar mandiri dalam arti sempit yang mengelola kehidupannya sendiri namun lebih dari itu Kajen adalah sebuah desa yang senantiasa mengikuti perkembangan yang terjadi tanpa menghilangkan nilai lokalitas yang dimilkinya, pembangunan bukan berarti merubah segala sesuatu dengan menghancurkan yang lama,tapi pembangunan adalah suatu usaha untuk memahami jati diri dan potensinya yang disesuaikan dengan kebutuhan demi kemaslahatan dan kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan pesantren di desa kajen yang mencapai 26 dan sekitar 5 madrasah yang semuanya dikelola dan dikembangkan oleh keturunan sang pejuang dan penganjur nilai-nilai luhur dan keislaman, Mbah Mutamakkin.

Maka tak salah bila warga Kajen meyakini beliau sebagai Waliyullah. Makam beliau pun tak pernah sepi dari para peziarah yang selalu mendoakan beliau. Tidak sedikit pula warga Kajen atau bahkan yang diluar Kajen menyempatkan waktunya mendatangi makam beliau untuk bertawassul pada beliau.

Terutama bila bulan Syura (Muharram) tiba. Tepatnya setiap tanggal 1-10 Syura, Kajen berubah menjadi lautan manusia. Banyak warga sekitar maupun dari luar Kajen berbondong-bondong menuju sarean (makam) Mbah Mutamakkin untuk memperingati Haul wafat beliau. Sepanjang jalan menuju Sarean dipenuhi banyak pedagang yang mencoba memeriahkan acara peringatan Haul Mbah Mutamakkin sekaligus mengalap berkah dari Mbah Mutakkin dengan berjualan ditempat tersebut. Dan memang terbukti, banyak dari mereka para pedagang yang mengaku mendapat banyak untung dari biasanya mereka berdagang. “Barokah tenan,Alhamdulillah dapat banyak untung dari biasanya saya dagang disini.” Ujar salah satu pedagang baju sekitar makam. Lain halnya dengan pedagang penthol (bakso unyil) yang mengaku memang menaikkan harga jual barang dagangnya menjelang kedatangan Syura. Mereka menaikkan harga dengan alasan bahan bahan dasar yang semakin naik dan memang waktu-waktu syura merupakan kesempatan emas untuk meraih untung sebesar-besarnya.

Seakan tidak mau kalah, beberapa sekolah disekitar pun mengadakan carnaval Drum Band demi memeriahkan acara Haul. Hal tersebut merupakan rutinitas tiap tahunnya yang menjadi ciri khas Kajen.Rutinitas lainnya seperti pergantian kelambu, pelelangan kelambu, tahtiman massal yang juga dihadiri para Kiai dan para Sesepuh Kajen, tidak ketinggalan pula pembacaan Manaqib sebagai penutup acara.

Tidak hanya itu saja, organisasi kepanitiaan pun seperti PAPSRA (Panitia Sepuluh Syura)dibentuk di beberapa pondok pesantren sekitar seperti PESILBA(pesantren putri milik IbuNafisah Sahal Mahfudh) PMH PUTRA(pesantren putra milik Almagfurlah Kyai H. Muhammad A. Sahal Mahfudh,sekarang dibawah asuhan Gus Rozin,putra beliau) demi menyambut para alumni baik kalangan dekat maupun jauh yang berdatangan untuk ikut serta dalam memperingati Haul Mbah Mutamakkin.

Begitulah Kajen, dengan segudang kisah perjuangan sang Waliyullah, Syeh Ahmad Mutamakkin dan rutinitas 10 Syura (peringatan haul wafatnya) tiap tahunnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun