Mohon tunggu...
Mas Muqoddasi
Mas Muqoddasi Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat

Belajar, belajar dan belajar. :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ingat! Dia Belum halal Jadi Pendamping Hidupmu

28 Juli 2017   09:46 Diperbarui: 28 Juli 2017   09:55 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
infogunamasakini.blogspot.com

Bagi kita yang saat ini mempunyai orang yang istimewa didalam drama hidup ini selain keluarga dan sahabat mari kita sisihkan waktu untuk merenungkan, baik kah aku untuknya dan baik kah dia untukku, siapkah aku untuknya dan siapkah dia untukku untuk nantinya bisa bersama dalam bahtra rumah tangga. Usaha untuk dipertemukan dengan pasangan hidup bukan hanya tentang apa yang kita rasakan dan kita fikirkan yang nantinya kita buat pijakan untuk memutuskan persoalan atau pilihan, tapi ada agama yang menjadi tuntunan agar terjadi keharmonisan dalam hidup fiddunya wal akhirah.

Sebagian orang pernah dipertemukan dengan seseorang yang istimewa dan mereka menamainya pacar atau mungkin ada istilah yang lain yang penulis belum tahu. entah bagaimana perosesnya hingga dia memutuskan untuk berkomitmen bersama untuk saling setia. Waktu terus berjalan, persoalan demi persoalan silih berganti, manisnya dan pahitnya hubungan juga dilalui, tapi dalam menyikapi itu semua ada dari mereka tidak mengingat atau mungkin sengaja dilupakan bahwa dia belum halal menjadi orang yang mengusap air mata kita ketika sedih, belum halal ketika dia menawarkan bahunya ketika kita butuh sandaran, dan belum halal ketika kita mengecup keningnya ketika kita berterimakasih atas kesetiaannya.  Yang jelas DIA BELUM HALAL JADI PENDAMPING HIDUPMU.

mungkin kita pernah mendengar ada ungkapan cinta tak butuh logika. Mungkin ungkapan ini cocok untuk mereka yang tak beragama, tapi menurut penulis ungkapan ini sangat tidak relevan dengan apa yang penulis ketahui melalui belajar beragama. Kita tetap butuh logika dan agama sebagai pondasinya. Seandainya kita mengesampingkan tuntunan agama, Bisakah kita menjamin, bahwa dia akan setia menjadi pelita yang bisa membuat kita tersenyum, atau orang yang akan selalu setia mendampingi kita ketika sedih dan bahagia, jika kita mengetahui dia sengaja melupakan bahwa agama melarang dia untuk mngusap air mata kita ketika kita sedih, menawarkan bahunya ketika kita butuh sandaran, mengiyakan keinginan kita ketika kita mau mengecup keningnya untuk berterimakasih atas kesetiaanya. Seandainya hal ini sekarang terjadi dalam kehidupan kita, semoga dia bukanlah sengaja untuk melupakan, tapi benar-bear lupa , belum belajar, atau terpaksa. 

Coba renungkan, jika kita bertuhankan perasaan dan fikiran dalam menentukan pasangan. Dia memberi banyak nasehat ketika kita lagi sedih tapi juga dia mengusap air mata kita dan menawakan pundaknya untuk jadi sandaran. Saat ini mungkin dia setia seperti apa yang kita harapkan karena kita juga memberi apa yang dia harapkan tapi jika nanti dalam kehidupannya ada yang lebih bisa membuat dia nyaman kira-kira mungkinkah dia akan tetap setia jika dia tak punya pondasi agama.

Ada ilustrasi gini: 

1. Entah peroses yang bagaimana ada seseorang punya pacar,  bulan pertama hubungannya begitu indah mereka belum saling menuntut, masih mencoba memahami satu sama lain. Setiap kali diajak jalan berdua pacarnya punya alasan supaya tidak jadi keluar, sekali pacarnya mau diajak jalan malah mengajak temannya. dia masih toleransi dan mencoba memahami, tapi di bulan kedua dia mulai menuntut untuk mau diajak keluar bedua, dia akhirnya mau menurutinya tapi setiap diajak jalan dia selalu memberi jarak supaya tak bersentuhan dan setiap kali ngobrol entah itu lewat hp atau langsung pacarnya selalu ngobrol dengan secukupnya. Karena dia merasa kurang nyaman dalam hubungan akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan.

2. Entah proses yang bagaimana ada seseorang punya pacar, bulan pertama hubunganya begitu indah mereka belum saling menuntut, masih mencoba memahami satu sama lain. Setiap kali diajak jalan berdua pacarnya langsung mengiyakan, pacaranya juga selalu berusaha memberikan yang dia mau, pacarnya menggandengnya ketika jalan, mengusap air matanya ketika sedih, mengecup keningnya saat berterimakasih karena telah setia. Singkat cerita setelah tiga bulan pacarnya selingkuh, menurut dia wajar saja, yang baru jauh lebih baik, fisiknya maupun ekonominya. Dan karena sakit hati dan merasa pacarnya orang yang tidak baik, akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan.

PERTANYAANYA,: Siapa diantara mereka berdua yang paling rugi? Dan seandainya mereka berdua memutuskan untuk melanjutkan hubungan sampai kejenjang pernikahan, siapa yang lebih bahagia?

Jawabannya ada dalam imajinasi pembaca masing-masing.

Tuhan telah memberikan kehendak bebas kepada kita untuk memilih seseorang yang istimewa dalam perjalanan kehidupan hingga DIA tuliskan dalam takdir hidup kita. Semoga DIA menuntun pilihan yang kita ambil.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun