Ketika burung Hud-hud dalam cerita Nabi Sulaiman dapat mengalahkan seekor Burung besar yang terkenal kekuatannya. Konon, semua binatang buas dibuat takut akan tajamnya taring dan cakar sang burung. Ketika mencari mangsa untuk dijadikan santapan pelepas lapar. Jangankan untuk bertemu, mendengar namanya saja membuat para penghuni rimba gemetar ketakutan.
Tapi kekuatan besar yang dimiliki sang Burung harus bertekuk lutut pada sang burung Hud. Yang kecil bahkan ribuan kali ukuran postur tubuhnya jika dibandingkan. Saat burung Hud berupaya masuk ke dalam lobang telinga dan mematuk-matuk. Membuat sang terkuat mengerang kesakitan.
Cerita ini mungkin sering terdengar atau menjadi bacaan buat anak-anak. Sebagai dongeng pengantar tidur. Penggalan cerita klasik yang beraroma fiksi. Jika dalam persepsi ilmiah bisa dikatakan "dongeng" untuk menghibur bagi para bocah.
Namun di sisi lain, kisah ini mampu menjadikan inspirasi besar jika sisi khayalan di balik ke dalam sisi yang aktual. Dalam artian si burung kecil mampu menjatuhkan si burung besar yang terkenal kuat. Inilah pertanyaan besar yang bisa dijadikan pernyataan terbalik dari cerita dongeng yang terkadang diacuhkan. Bahwa yang kecil tidak bisa dianggap remeh ataupun enteng.
Seperti kerikil kecil dapat mengelincirkan kendaraan, ketika tetesan hujan dapat melobangi batu yang keras, di saat semut dapat membunuh seekor Gajah. Perihal ini bukan karena besar atau kecil. Tapi, kesempatan yang ada atau karena suatu kealpaan.
Dalam hal ini berhubungan besar dengan ego, kepercayaan diri yang terlalu besar. Merasa puas akan segala yang dimiliki. Terkadang membuat kealpaan. Akh, aman terkendali. Urusan sepele kok dibahas. Nggak penting-penting amat. Kata-kata yang sering terlontar yang kerap terujar. Dan berakhir dengan penyesalan.
Sangat Penting, Penting dan Tidak Penting
Ada sebuah kisah yang menarik  dari sebuah tabloid tentang cerita analogi. Ada seorang insan jatuh ke dalam jurang. Tapi masih sempat terselamatkan oleh akar sebatang kayu. Di mana tubuhnya masih terkait dan bisa menggantung.
Untungnya selain akar sebagai penolong. Terdapat juga sekendi madu yang telah ditinggalkan para lebah. Membuat sang insan sangat gembira menikmati manisnya madu asli itu. Dan menjadikan menu yang nikmat pelepas lapar dan haus.
Tanpa disadari oleh sang insan ada seekor Tikus merayap mendekati akar tempat tubuh bergantung. Berlahan mengerogoti akar dengan gigi runcingnya. Dan ketika sangat puas akan madu yang telah habis. Tersentak melihat akar di sampingnya telah genting. Membuat sadar akan kondisinya sekarang.
Saat itu bergeraklah untuk keluar dari jurang. Menggunakan akar tempat tergantung. Tapi malang akar pun keburu putus sebelum niat dilakukan. Dan akhirnya jatuh ke dalam jurang.