Manusia adalah sebagai makhluk perorangan atau individu yang cenderung untuk berkumpul dengan individu-individu lain. Karena kecendrungan inilah manusia dinamakan sebagai makhluk social. Fakta ini sudah diketahui sejak dulu kala dari filsuf Yunani Aristoteles karenannya menamakan manusia itu"zoon politikon" (makhluk sosial).
Biasanya sekelompok manusia selalu berkelompok dan membentuk suatu masyarakat dengan berbagai perbedaan dan kepentingan. Pada gilirannya interaksi antar manusia dan antar masyarakat terjadi. Agar hubungan tersebut berjalan dengan baik maka dibutuhkan aturan yang menjaga ketertiban dan keamananan bersama.
Setiap Masyarakat yang mendiami satu daerah akan berbeda dengan masyarakat yang mendiami daerah lainnya dalam hal adat istiadat. Dalam suatu masyarakat mereka mempunyai suatu norma, aturan untuk mengatur mereka dalam menata hubungan serta hal-hal yang berkaitan dengan tata kehidupan mereka dan terus dijadikan acuan yang berlaku serta berkelanjutan secara turun temurun.Â
Adat istiadat yang berlaku disuatu daerah adalah menunjukakan ciri khas suatu masyarakat daerah tersebut. Dan inilah yang dinamakan adat istiadat.
Munculnya suatu adat tidak terlepas dengan adanya suatu masyarakat. Menurut Maclver. J.L Gilin dan J.P Gilin yang dikutip oleh Munandar Soelaiman (bahwa adanya saling interaksi karena mempunyai nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur merupakan kebutuhan bersama sehingga masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat.
Dalam konteks ini, adalah suku Rejang Lebong yang berada di Provinsi Bengkulu memilki aturan hukum adat yang mereka pegang hingga kini, bahkan sudah diberlakukan lewat Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 2 tahun 2017 tentang Pemberlakuan Hukum Adat Istiadat Tejang.Â
Diantara aturan yang dipakai adalah Kelepeak Ukum Adat Ngen Riyen Ca'o Ukum Kutei Jang yang berisikan norma, tatacara kehidupan, pokok-pokok aturan, pohon adat, bahasa, tulisan, perbuatan/kata yang salah, sanksi dan lain sebagainya.
Adapun bentuk hukum yang berlaku terdapat dalam buku yang berjudul Lepeak Hukum Adat Jang Kabupaten Rejang Lebong yang diterbitkan oleh badan Musyawarah Adat (BMA) adalah sebagai berikut;
1. cepalo mato/cepalo matei adalah pandangan terhadap perempuan (bukan muhrim) mengikis dari ujung kuku sampai ujung rambut seolah-olah pandangan tersebut tembus sehingga wanita tersebut merasa kebertatan. jika perbuatan itu terjadi, maka orang yang melakukannnya dikenakan sanksi adat/denda berupa uang perkara yang meliputi sirih, uang rajo, uang kutei dan tepung setawar. Adapun denda sebesar 1 ria sampai dengan 6 ria.