Mohon tunggu...
Muhammad Arsad Dalimunte
Muhammad Arsad Dalimunte Mohon Tunggu... -

Aku hanya seorang hamba lemah yang sedang belajar menterjemahkan kesempatan hidup di kebijakan berpandangan & di kesantunan tindakan....www.arsadcorner.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mereposisi Persepsi dan Ekspektasi Terhadap Koperasi Unit Desa (KUD)

25 April 2013   14:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:37 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MEREPOSISI PERSEPSI DAN EKSPEKTASI

TERHADAP KOPERASI UNIT DESA (KUD)

Meng-eksiskan kembali KUD lewat Aplikasi Jati DIri

A.  Pendahuluan :Sejenak Melihat ke Belakang

Dalam sejarahnya di waktu lampau, KUD adalah jenis koperasi yang sangat disayang pemerintah. Ragam fasilitas di gelontorkan guna mendorong pertumbuhan dan perkembangan KUD. Hal ini bisa difahami, sebab KUD adalah koperasi yang berinteraksi langsung dengan masyarakat luas, khususnya di pedesaan. Logika ini juga yang mendorong pemerintah untuk selalu  memilih KUD sebagai perpanjangan tangannya dalam menyentuh rakyat secara langsung lewat program-program berbasis kerakyatan.

Era berubah dan kebijakan pemerintah terus berubah dan mengalami diinamika. Fakta kemudian yang megejutkan adalah satu per satu KUD rontok dan tak sedikit yang tinggal papan nama seiring dengan pencabutan berbagai faslitas pemerintah. Mengapa bisa demikian?. Adakah fasilitas selama ini telah memanjakan segenap aktivis KUD, sehingga terlalu asik terhadap asupan pemerintah ?. Adakah keterlenaan tersebut telah melalaikan KUD tentang pentingnya kemandirian berbasis kolektif, sehingga KUD benar-benar kehilangan kemampuan berdiri diatas kakinya sendiri?

Namun demikian, perlu juga  mengepresiasi KUD-KUD yang masih bisa eksis sampai detik ini. Menjadi menarik untuk mencari jawab mengapa mereka bisa bertahan dan strategi apa yang mereka terapkan, sehingga bisa survive dan berkembang.

B.  Bersepakat Sebagai Muasal Kelahiran

Koperasi adalah kumpulan otonom dari orang-orang guna memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis. Sementara itu, sukarela dan terbuka yang menjadi salah satu prinsip koperasi menandaskan  bahwa berkoperasi itu seharusnya berdasarkan kesadaran berlandaskan keyakinan dan juga kebutuhan, sehingga setiap orang yang bergabung terdorong untuk memiliki ikatan emosional yang kuat.

Fakta lapangan menunjukkan, mayoritas koperasi masih di drive olehpara elite organisasinya, sementara anggota masih pada posisi passif dan lebih banyak menunggu dan bahkan tidak memiliki kepedulian terhadap geliat organisasi maupun perusahaan koperasi.  Bahkan tak jarang sebagian anggota menjadi apatis terhadap KUD walau mereka tak kunjung keluar dari status keanggotaannya. Adakah semua itu akibat dari belum terbentuknya komunikasi yang cair diantara stake holder koperasi sehingga minimnya informasi dan ketiadaan media penyampaian aspirasi membuat anggota menjadi hopeless terhadap KUD. Disisi lain, ketika masa depan KUD di serahkan kepada  pada elite organisasi, kebanyakan para elite organisasi pun tidak memiliki visi besar dan energi yang cukup dalam men-drive KUD   ke area “perluasan makna” berkoperasi.  maka jadilah KUD berada disituasi “mati segan hidup tak mau”. Adakah ini akibat dari proses pembentukannya yang tidak mengakar sehingga KUD mewujud menjadi organisasi yang salah?

Idealnya sebuah  koperasi lahir dari proses bottom-up melalui kesepakatan orang-orang yang memiliki visi sama dalam membentuk kehidupan yang lebih baik dan berpengharapan melalui kolektivitas (kebersamaan). Kemudian, mereka melakukan identifikasi masalah, peluang dan gagasan sebagai dasar perumusan cita-cita. Dalam tahap perwujudannya, kemudian mereka menyatukan potensi dan energi yang dikemas menjadi formula distribusi efektif. Pada akhirnya, koperasi akan memasuki wilayah capaian-capaian bertahap dan berkesinambungan.

Persoalannya adalah ketika KUD sudah berdiri lama terlenan dalam tidur panjangnya, apa yang harus dilakukan dan dari mana memulainya?.

C.  Pendidikan Sebagai Alat Perubahan

Kejatuhan banyak KUD ke dalam situasi tak berdaya  sesungguhnya bermula dari melemahnya moral perjuangan dan minimnya pemahaman terhadap koperasi itu sendiri. Akibatnya, Ragam fasilitas yang disajikan pemerintah  tidak dimaknai sebagai “alat percepatan” keterbentukan kemandirian kolektif.  Andai,  ragam fasilitas tersebut di maknai berjangka, maka KUD akan selalu berjuang di atas roh  kemandirian berbasis kolektif dari segenap stake holdernya dan memposisikan ragam kebijakan pemerintah tersebut  sebagai supporting saja. Oleh karena itu, untuk merubah keadaan dan berada di situasi yang lebih berpengrahapan,  KUD harus memulainya dengan perubahan mindset melalui penyelenggaraan pendidikan perkoperasian.

pendidikan perkoperasian adalah salah satu kunci penting untuk membangun kapasitas organisasi. Kumpulan orang-orang yang sepemahaman tentu akan lebih mudah diajak untuk bergerak ketimbang mereka yang masih awam. Melalui pendidikan yang kontinue , kolektivitas akan mewujud dalam partisipasi aktif dari segenap unsur organisasi secara optimal. Hal ini penting mengingat bahwa modal terbesar koperasi adalah pada kebersamaan nya, sebab kebersamaan lah yang akan men-stimulan setiap orang untuk berkontribusi dalam mencapai apa-apa yang di cita-citakan bersama ,

Untuk itu, pendidikan tentang ideologi koperasi yang minimal mengajarkan tentang “apa, mengapa dan bagaimana” berkoperasi segera diselenggarakan atas dasar kesadaran sebagai sebuah kebutuhan. Ideologi koperasi  harus diedukasikan tidak hanya pada elit organisasi (pengurus/manajemen dan pengawas), tetapi juga kepada segenap anggota dan juga calon anggota.

D.  Me-Relokasi Tujuan Berkoperasi

Fakta menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat masih memahami koperasi dalam perspektif ekonomi saja. Bahkan, tidak jarang sebagian masyarakat memandang koperasi sama dengan perusahaan non-koperasi. Akibatnya, indikator-indikator pengukuran keberhasilan koperasi pun disamakan dengan pengukuran perusahaan lain. Banyak yang lupa, bahwa orientasi perjuangan koperasi itu meliputi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya, Ketiga sisi ini selanjutnya terintegrasikan ke dalam unit layanan yang ada di lingkungan perusahaan koperasi, sehingga koperasi akan tampil berbeda dengan lainnya. Ini bukan tentang ego perbedaan, tetapi ini tentang ideologi yang memang diperjuangkan koperasi. Dalam perspektif yang lebih luas, koperasi di fahami sebagai alat perjuangan kemanusiaan dan juga keadilan ekonomi.

Dalam tinjauan teknis operasional, tujuan berkoperasi sering dibahasakan “kesejahteraan”. Ironisnya, akibat pemahaman koperasi yang hanya sebatas aktivitas ekonomi saja, kesejahteraan sering di identikkan dengan SHU (Sisa Hasil Usaha). Idealnya, kesejahteraan dalam koperasi itu dimaknai sebagai peningkatan kualitas hidup segenap stake hodernya (pengurus/manajemen, pengawas dan anggota) yang dalam pencapaiannya bertumpu pada kualitas kebersamaannya. Artinya, keterbangunan kualitas hidup dan keterlibatan orang stake holders koperasi dalam proses pencapaiannya adalah fokus dari aktivitas apapun yang dijalankan koperasi. Dalam bahasa radikal, bukanlah sebuah persoalan besar sebuah KUD ber-SHU 0 (nol) kalau memang itu merupakan kesepakatan bersama dan bisa membahagiakan segenap stake holdernya. Disinilah peran pendidikan membentuk “kesepakatan sosial” yang berujung pada pendefenisian tujuan-tujuan yang ingin di capai secara kolektif.

E.  Menata Karya Berbasis Pola Apresiasi

Secara kelembagaan, orang-orang yang ada di koperasi bisa di golongkan ke dalam 3 (tiga kelompok), yaitu  kelompok mayoritas yang didefenisikan sebagai  anggota, Pengurus/manajemen dan  pengawas. Ditinjau dari konsepsi koperasi, Subyek dan juga obyek pembangunan koperasi adalah anggota itu sendiri dan  pemahaman ini sering di notasikan ke dalam kalimat populer“dari, untuk dan oleh anggota”. Sementara itu, dalam proses membangun keberdayaan koperasi ke arah cita-citanya, koperasi men-syaratkan  adanya peran proporsional dalam kebersamaan. Artinya, kegotongroyongan adalah semangat yang mendasari untuk mewujudkan kepentingan kolektif  dan juga pribadi-pribadi yang terlibat di dalamnya.

Mengingat bahwa partisipasi aktif semua pihak menjadi pra-syarat mutlak dari sebuah keberhasilan kolektif, maka diperlukan pola apresiasi yang mendorong setiap pihak untuk memberikan kontirubsi berdasarkan bakat dan potensi yang melekat padanya, baik secara pribadi maupun sevara organisasi.  Hal ini menjadi penting agar setiap orang bergairah untuk terus berpartisipasi. Apresiasi yang dimaksudkan bukanlah terbatas pada uang saja, tetapi juga bisa mewujud dalam bentuk membantu anggota mewujudkan gagasan-gagasannya atau membiasakan diskusi  untuk mengukur aspirasi-aspirasi yang berkembang dilingkungan anggota. Dengan demikian, setiap orang akan merasa dekat dengan koperasi, setiap orang akan menemukan kepentingannya di dalam koperasi dan setiap orang mempersepsikan koperasi adalah sahabat terbaik dalam menemukan solusi atas persoalan-persoalan kehidupan dalam arti luas. Demikian halnya apresiasi terhadap pengurus dan pengawas, juga memerlukan perhatian serius. Bagaimana pun juga, saat waktu, energi dan fikiran mereka tercurahkan untuk menggawangi kebersamaan di koperasi, disisi lain ada hal yang terkalahkan dari sisi kepentingan pribadi mereka sendiri. Pada titik inilah, kebijaksanaan segenap stake holder koperasi dan sekaligus belajar bersama  menghargai setiap orang yang berbuat untuk kemajuan bersama di koperasi.

Sebagai perhatian, pola apresiasi ini juga sebagai wujud personifikasi koperasi yang sangat peduli terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan dan keadilan.  Keterlahiran pola apresiasi ini juga sebagai sikap kolektif melahirkan ketauladanan internal. Kalau pola apresiasi ini berhasil dibentuk dan diaplikasikan serta mampu melahirkan  percepatan pertumbuhan kualitas hidup segenap stake holdernya, maka kebersamaan berlabel produktif  dalam koperasi mulai menunjukkan titik efektivitasnya.

Ketika “pola apresiasi” ter bentuk dan juga memiliki daya motivasi untuk berbuat yang terbaik, maka kebersamaan akan berpeluang membentuk perluasan kebermanfaatan-kebermanfaatan baru.

F. Sekilas Menilik Peluang KUD Berkembang

Dalam konteks koperasi diposisikan sebagai alat perjuangan membentuk kualitas hidup yang lebih baik, maka KUD yang secara geografis dekat dengan masyarakat sangat berpeluang untuk berkembang. Realitas sosial dan budaya masyarakat dalam menangani kebutuhan ekonominya tentu menginspirasi banyak aktivitas yang mungkin dilakukan secara kolektif dengan menjunjung tinggi azas susbidiaris. Subsidiaris yang dimaksudkan adalah “apa-apa yang bisa dilakukan oleh anggota maka tidak boleh dilakukan koperasi dan apa-apa yang tidak bisa dilakukan anggota maka akan dilakukan oleh koperasi”. Disinilah posisi koperasi sebagai media efektif bagi terbentuknya akselerasi pencapaian tujuan-tujuan pribadi yang di-drive melalui kebersamaan/kolektivitas. Dengan demikianm ketika koperasi mampu membangun kualitas kebersamaannya dan kuantitas komunikasi yang tercipta diarahkan pada penciptaan efisiensi kolektif diberbagai sisi kehidupan, maka kedekatan KUD dengan kehidupan anggota akan melahirkan ragam aktivitas yang berbasis pada kebutuhan anggota dan bermuara pada pembentukan kualitas hidup dalam arti luas.

F. Penutup berbau kesimpulan

Mereposisi ekspsektasi (harapan) terhadap KUD bukanlah dimulai dari merancang unit bisnis yang besar, karena itu menjadi percuma bila anggotanya tidak memiliki komitmen tinggi ikut membesarkannya. Perubahan di KUD harus dimulai dengan perubahan mindset melalui pendidikan yang berkelanjutan di segenap pengurus, pengawas & anggota dimana terbentuknya “rasa memiliki dan ingin berpartispasi” sebagai sasaran antara menuju petumbuhan makna KUD dalam menciptakan kualitas hidup yang lebih baik.

Intinya, koperasi bukanlah tentang pertumbuhan uang yang di notasikan sebagai SHU (sisa hasil usaha) tetapi tentang perjuangan pertumbuhan kualitas hidup dalam arti luas. Dengan demikian keterpenuhan kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya akan mewujud kedalam hidup yang lebih berpengharapan.

Demikian pemikiran sederhana ini disampaikan, semoga mampu menginspirasi gairah untuk terus mengembangkan koperasi demi keterciptaan kebermanfaatan dalam arti seluas-luasnya. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun