Membaca buku biografi kritis ini sangat mengasyikkan. Tak ada prasangka. Bahkan sebagai seorang Muslim merasa bahwa penulis buku telah berbuat sangat teliti.
Buku diawali dengan prasangka tak tepat di dunia Barat terhadap Islam. Juga terhadap Nabi Muhamad. Prasangka tak tepat itu bahkan masih terlihat sampai sekarang. Anggapan terhadap Islam hanya berpijak pada segelintir orang yang sama sekali tak representatif jika dianggap mewakili Islam.
Pemahaman terhadap Muhammad harusnya dilakukan dengan melihat konteks kesejarahan sekitar abad ke-7 saat kehidupan nabi di Arab yang jelas-jelas tak bisa dibandingkan dengan abad XX. Suku-suku di tanah tandus arabia memang penuh dengan kekerasan.
Nabi tak pernah memiliki ambisi politik. Tapi, tanpa politik tak mungkin membangun sebuah peradaban baru di tengah dekadensi saat itu. Kabilah-kabilah yang saling mengintai. Perlu kepemimpinan yang solid untuk membawa sebuah gerak maju.
Perang di awal Islam bukanlah sesuatu yang tak terhindarkan. Tapi, Nabi selalu berupaya melakukan kompromi. Dapat dilihat pada peristiwa perjanjian Hudaibiyah. Juga perjanjian-pernajian dengan kaum Yahudi Madinah yang dilakukan sebelumnya.
Futuhul Makkah juga menjadi pertanda kecintaan Nabi pada kedamaian. Tak ada darah yang tumpah setets pun. Justru saat Islam menjadi jaya. Tak ada pemaksaan agama.
Istri-istri nabi memang ada sembilan. Bukan karena hasrat seksual. Istri pada zaman itu di arab tak pernah dihargai. Tak ada batasan. Upaya pembatasan justru merupakan hal baru.
Penulis buku memang terlihat sangat memahami kehidupan awal di arabaia saat Islam hadir. Pemahaman yang dalam dari penulis ini yang membuat buku tersebut layak untuk dibaca, baik oleh Muslim maupun nonmuslim. Tentu sebagai upaya saling memahami. Penghilangan prasangka dan upaya tak jenuh untk saling memahami ini yang akan menjadikan dunia lebih baik.
Mantaps.