Kyai Hamid dapat dibilang termasuk kyai nyentrik. Kyai yang tak mau punya murid.
"Kau mau belajar, silakan. Tapi belajar sendiri. Amati dan lakukan," kalimat ini yang selalu keluar dari mulut Kyai Hamid yang memang sangat pelit bicara setiap kali ada orangtua yang mengantarkan anaknya yang superbandel dan tak ada lagi yang mampu mengurai kebandelan apalagi membaikkan anknya itu.
Tapi jangan tanya tentang seberapa banyak anak yang telah dibuatnya menjadi soleh. Sehingga semakin banyak orangtua yang menitipkan anak-anaknya untuk tinggal di pondok kecil di samping rumah Kyai Hamid.
Termasuk Toro. Si bengal yang tak kalah sadisnya. Sudah pernah ngepruki orang hingga nyaris tewas. Tawuran dengan clurit yang merobek perut temannya. Dan narkoba yang menjadi kebiasaannya.
"Toro,,,, sini!" ajak Kyai Hamid.
Toro pun mendekat saat disapa dengan hati tulus itu.
"Ya, Kyai."
"Kamu siap kalau jadi caleg di kabupaten?" tanya Kyai Hamid.
Toro yang kuliahnya berantakan itu kaget. Baru kali ini ia merasa dipercaya orang. Sebelumnya, semua orang selalu menjauhi dirinya. Menganggap Toro seperti Iblis yang mewajah.
"Tapi..."
"Ada partai yang meminta calon DPRD kepadu. Aku [pikir, kamu orang yang paling tepat untuk itu," kata Kyai Hamid.