Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Surat untuk Neng (24)

24 Juni 2017   11:55 Diperbarui: 24 Juni 2017   12:02 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ramadan hampir berakhir neng.  Secercah garis kecil berpendar sedang mengintip di kejauhan.  Meletakkan lengannya di pipi matahari.  Besok sosoknya akan menggaris langit di ujung senja.

Itu artinya hari kemenangan telah tiba.  Itu artinya kita sedang mencetak kertas putih di lembaran hati kita.  Sementara tangkai pena berwarna sudah tersedia lagi di tangan kita.  Siap menaburkan warna warna yang kita inginkan. 

Aku berharap kita bisa meminjam cara malaikat mewarnai pelangi neng.  Banyak warna namun indah dipandang mata.  Berundak undak namun tidak membuat kaki terpeleset.  Bersenyawa dengan hujan dan larikan surya namun tidak membuat gigil dan hangus dalam waktu yang sama.

Aku serasa ingin menggambarkan bentuk malam di benakku kepadamu neng.  Malam terakhir kita menunggu dinihari.  Bentuknya tetap tak kasat mata.  Tapi menjelajahi jiwa dengan akbar.  Seperti para pengelana Viking yang menaklukkan.  Kali ini bukan menaklukkan dengan pertumpahan darah.  Namun lebih kepada penaklukan adab dengki dan jumawa.

Aku ingin menggenggam tanganmu saat ini.  Kita bersama menunggu kejora yang kelelahan.  Tak lama lagi kuasanya dikalahkan bulan.

Bogor, 24 Juni 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun