Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tak Pernah Usai Rindu Jika Tentang Ibu

21 Agustus 2017   21:40 Diperbarui: 21 Agustus 2017   22:00 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Rindu kepada ibu tidak bisa diibaratkan panjang sungai, atau lebar lautan, atau kedalaman palung atau tak berujungnya langit.  Sama sekali tidak sebanding biarpun sedikit.  Rindu kepada ibu lebih mirip betapa dekatnya nafas dengan udara.  Betapa lekatnya rambut dengan kulit kepala. Betapa pekatnya kelam dengan malam.  Betapa rekatnya getah dengan damar.

Tak pernah usai rindu jika tentang ibu.  Apabila teringat peluh belum tuntas namun tetap menyiapkan makan malam dengan pantas.  Apabila teringat lelah belum rebah namun tetap menegakkan diri dengan gagah.  Apabila teringat gaduh belum luruh namun tetap terjaga dengan utuh. Semua demi buah hati dan permata jiwa.

Rindu kepada ibu lebih hangat dari matahari pukul tujuh.  Sanggup menakar bunga mekar, menanami bulir bulir padi, mengasuh anak rembulan, mengusir sendu para pengadu, mengiris sisa sisa dengki di hati.

Tak pernah jemu untuk mengatakan aku rindu padamu ibu.  Walau hanya tinggal nama di batu nisanmu. Dirimu tetap seterang lampu di surga yang menyinari kekalnya kenanganmu.

Jakarta, 21 Agustus 2017

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun