Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Surat Kedelapan untuk Melati

17 Agustus 2017   16:09 Diperbarui: 17 Agustus 2017   16:38 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku ingin menyapamu.  Bersamaan dengan waktu aku melewati Lawang Sewu.  Kudukku meremang.  Bukan karena banyaknya kisah mistis yang membuat gamang.  Namun karena kebetulan mataku, bersirobok dengan Sang Saka di situ.

Berkibar di depan gedung tua berpintu seribu.  Bangunan jaman Belanda.  Membuatku teringat betapa kusam dinding dindingnya, pasti terlumuri oleh ribuan rasa pilu dan nyilu.  Lantainya yang pucat, tidak bisa sembunyikan simbahan darah kering yang telah memudar dilabur waktu.  Ribuan lecutan cemeti tersimpan dalam kenangan berpeti peti.  Punggung punggung bergalur merah.  Meneteskan derita orang orang tertindas.  Sejarah kadang kadang memang menuliskan kisah yang tak tuntas.

Lawang Sewu sepertinya tak sanggup lagi meneruskan cerita.  Sinar matahari sore menggaris semua pintunya.  Dengan larikan keemasan. Menyampaikan sedikit pesan.  Tak akan pernah tamat arti sebuah perjuangan.

Semarang, 17 Agustus 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun