Kebijakan Jokowi menetapkan upah minimum provinsi (UMP) Rp 2,2 juta per bulan di 2013 dan ditindaklanjuti dengan Surat Edaran yang diterbitkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar terkait antisipasi pelaksanaan upah minimum tahun 2013. Surat edaran Nomor 248/Men/PHIJSK-PJS/XII/2012 yang ditujukan kepada 33 Gubernur di seluruh Indonesia diterbitkan tanggal 17 Desember 2012. Surat edaran ini untuk mengantisipasi dampak kelangsungan usaha di industri padat karya (usaha tekstil, alas kaki dan indutri mainan) akibat kenaikan upah minimum 2013.
Kalangan pengusaha ritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan menyesal memilih pasangan gubenur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Wakul Ketua umum Aprindo Yudhi Komarudin mengatakan, kebijakan Jokowi menetapkan upah minimum provinsi (UMP) Rp 2,2 juta per bulan di 2013 sangat memberatkan pengusaha. Belum lagi, kabarnya industri ritel DKI bakal menjadi sektor unggulan sehingga upah minimum buruh ritel di DKI harus 5% di atas UMP atau Rp 2,31 juta per bulan di 2013.
“Jujur kami menyesal telah memilih Ahok,” tegas Yudhi Jakarta, Selasa (18/12/2012).
Siapa meragukan rasa cinta Jokowi terhadap rakyatnya, sikapnya sederhana, bersahaja. Kebijakan besaran UMR adalah salah satu kebijakan bukan pro pengusaha tetapi masih tetap pro rakyat.
Kebijakan ini dianggap kontroversial karena tidak memanjakan pengusaha-pengusaha Indonesia. Suryadi Sasmita mengatakan bahwa pengusaha menyediakan pekerjaan dan membayar pajak tetapi diperlakukan seperti sapi, diperas susunya dan diambil dagingnya. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan bahwa kebijakan pemerintah terkadang yang justru merusak iklim usaha di Indonesia.
Sebelum menjabat Gubernur DKI Jaya, Jokowi adalah seorang pengusaha eksportir mebel. Keputusan besaran UMR tentu sudah dipertimbangkan dari kacamata pengusaha. Perbedaan dasarnya adalah Jokowi adalah pengusaha yang manusiawi. Memberikan kepada buruh pada standar kelayakan. Keputusan dari hati seorang pengusaha atas penghargaan kepada pengorbanan para buruh.
Budaya memanjakan memang tidak hanya terjadi pada pemerintah dan pengusaha dengan berbagai macam proteksi dan aturan-aturan yang memberikan banyak kemudahan.
Hal ini dapat dianalogikan dengan pola didik keluarga terhadap anak di Indonesia yang cenderung memanjakan, tidak mandiri, semua-semua dibantu oleh orang tua sampai saat anak harus mencari pekerjaan orang tua ikut sibuk menyuap. Hingga budaya mandiri, budaya berjuang dan budaya kreatif tidak dapat berkembang dengan maksimal. Jika anak dididik dengan cara demikian akan menghasilkan generasi cengeng generasi lembek. Generasi jago kandang. Ketika terjadi benturan bisanya teriak-teriak dan menangis.
Demikian juga dengan para pengusaha di atas bahwa sebenarnya yang paling diuntungkan selama ini adalah mereka sendiri. Ribuan buruh tetap miskin, terdapat kesenjangan ekonomi yang luar biasa dengan pengusaha. Jika saja pengusaha memberikan sebagai ladang amal, maka usaha ini akan berjalan dengan berkah. Buruh dan pengusaha berjalan seiring sejalan dalam keselarasan. Kebijakan besaran UMR jokowi adalah awal memartabatkan buruh di Indonesia, menghargai buruh dalam negeri. Kebiajkan ini juga mendidik pengusaha untuk melakukan efisiensi dan efektitas manajemen, belajar meningkatkan daya saing nasional dan bukan melindungi (memanjakan) dengan aturan yang membuat semakin lemah.
Mendidik bukan di gendong, tetapi bisa juga dicambuk dan dipukul.