Beberapa waktu belakangan, saya terkejut mengetahui di Aceh, terdapat sekitar seribu panti asuhan dan banyak panti-panti yang tak terurus. Telah ada delapan puluh aliran Islam yang masuk ke Aceh, misionaris yang menyusup ke desa dan panti-panti tersebut dalam rangka kristenisasi penduduk, dan yang paling sedih adanya perkampungan pemulung. Ah, malu sekali, kemana saja selama ini, hingga sekarang baru mengetahui hal tersebut? Miris sekali mendapati kenyataan bahwa di Banda Aceh ada yang seperti ini. Saya kira, tempat seperti ini hanya ada di kota-kota besar, Jakarta misalnya. Seperti yang sering masuk kotak televisi. Jadi teringat percakapan dengan teman dulu, "Eh, di Banda ada pengamen, lho" ujar saya dengan semangat. Seperti menceritakan sesuatu yang wah. Heboh. Maklum, seumur-umur saya belum pernah melihat ada pengamen di Banda Aceh. "Masa sih?" tanya teman saya tak percaya. "Iya, kemarin waktu lagi nyabu di Blang Padang, ada abang-abang menghampiri sambil nyanyi, terus ngutip sumbangan" jawab saya antusias. "Kok bisa, ya?" heran teman saya. "Enggak tahu juga. Anak kecil yang keliling menawarkan jasa menyemir sepatu juga ada sekarang" kata saya pelan. Teringat dua orang anak kecil yang beberapa kali saya temui di Jalan Dipenogoro. "Sedih, ya." Saya tidak tahu, sejak kapan tepatnya pemukiman pemulung itu ada. Tapi, saya salut sekali dengan teman-teman luar biasa yang bergerak untuk adik-adik di pemukiman pemulung. Pertama kali melihat reportase mereka, hampir-hampir saya menangis. Haru. Hebat. Ya, bukan cuma uang yang bisa mengangkat mereka untuk lebih baik, namun adanya langkah konkrit. Membebaskan mereka dari kehidupan yang tak layak, sangat mereka harapkan. Satu contoh kehidupan mereka saat ini, di rumah yang entah layak dikatakan rumah atau tidak. Atap-dinding tambal spanduk, lantai tanah alas berlapis-lapis terpal bekas ukuran 4x2. Didalamnya, hidup sembilan anggota keluarga. Jangan tanya soal makan dan kesehatan. Di lain rumah-kotak kardus, anak usia 13 tahun sudah harus mengandung. Banyak lagi persoalan seks bebas disana. Belum lagi anak usia 4-12 tahun memulung dan mengemis dijalan sampai pukul 02.00 malam. Entah bagaimana pendidikan yang layak bagi mereka. Tingkat bermimpi saja mereka sudah tak berani, apalagi punya cita2! T_T Tapi, saya yakin pasti bisa. Pasti bisa. Setiap orang boleh bermimpi, berhak punya cita-cita, dan berkesempatan untuk mewujudkan cita-citanya. Kita harus yakin, meski berat tapi pasti bisa. Bukan bisa tapi berat, Teringat seorang adik kecil ( http://sarahmellina.blogspot.com/2011/03/semua-yang-terasa-indah-saudarai-qu.html ) Seperti pesan alm. Hasan Tiro, "Jangan tunggu apa yg diberikan Negara pada kita, tapi coba ingat apa yg kita berikan untuk bangsa!?" Ayo, dukung aksi berbagi bersama untuk mereka!