Mohon tunggu...
Maya Purnami
Maya Purnami Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

sederhana, ingin banyak dan terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

I'tiraf

16 Januari 2010   14:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:25 8287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

I’tiraf

Pasti pernah dengan lagu I’tiraf yang di nyanyi’in Raihan kan ? Tau nggak, bahwa itu sebenarnya do’a yang di lantunkan oleh seorang hamba ALLAH yang bernama ABU NAWAS. Sosok lugu, agak pandir dan sering kita anggap sosok konyol yang tingkah dan ucapannya mengundang tawa…
Gini nih ceritanya sampai doa itu terlantunkan…

Alkisah, seorang laki – laki setengah baya sedang duduk sendirian, memperhatikan matahari yang berangsur – angsur tenggelam. Suasananya cukup hening. Ia melihat begitu indahnya warna langit yang di penuhi dengan mega berwarna kuning jingga. Ia memperhatikannya dengan seksama, hingga akhirnya suasana indah itu hilang seiring dengan tenggelamnya matahari di ufuk barat. Entah apa penyebabnya, tiba – tiba ia tak mampu membendung air matanya. Hatinya terasa pedih. Ia menangis tersedu – sedu. Ia menengadahkan kedua tangannya sambil berkata :

” Ilahi lastu lil firdausi ahlan
Walaa aqwaa ‘alannaril jahiimii
fahabli taubatan waghfir dzunuubi
fainnaka ghafirudzdzambil ‘adzhiimii
dzunuubi mitslu a’daadir rimali
fahablii taubatan yaa dzal jalaali
wa ‘umrii naaqishun fii kulliyaumi
wa dzambii zaa idun kaifahtimali
ilahi ‘abdukal ‘aashi ataaka
muqirran bi dzunubi waqad da’aaka
fa in taghfir faanta lidzaka ahlun
wa in tadrud faman narjuu siwaakaa “

Terjemahannya kurang lebih demikian :
” Ya Tuhanku, aku tidaklah pantas menjadi ahli syurga firdausMu
Namun aku juga tak kan sanggup masuk ke neraka jahimMU.
Oleh karena itu, terimalah taubatku dan tutupilah dosa – dosaku.
Sesungguhnya Engkau maha mengampuni dosa – dosa besar.
Dosa – dosa ku seperti hamparan pasir di laut, maka terimalah taubatku wahai Dzat yang Maha Agung…
Umurku terus berkurang setiap hari, namun dosa – dosaku bertambah setiap hari…
Bagaimana aku mampu menanggungnya ?
Ya Tuhanku, hambaMu yang berlumur dosa ini datang kepadaMU
Sesungguhnya aku benar – benar berdosa kepadaMU
Dan bila Engkau tidak mengampuni aku, kepada siapa lagi aku berharap selain Engkau ?”

Abu Nawas, sosok yang dikenal sosok lugu, agak pandir dan sering kita anggap sosok konyol yang tingkah dan ucapannya mengundang tawa, sebenarnya adalah orang yang baik dan sangat jujur. Kalimat – kalimat diatas adalah bentuk pengakuan dirinya atas semua dosa – dosa yang telah ia perbuat. Ketika Ia menyadari usianya yang semakin senja, tentu saja kepastian untuk segera kembali menghadap ALLAH itu pun akan segera datang.

Ia menangis ketika menyaksikan matahari tenggelam, karena ia menyadari bahwa orang hidup di dunia ini dapat di ibaratkan seperti itu. Namun jarang sekali kita mau merenungkan tanda – tanda kebesaran ALLAH swt. Dan mengambil pelajaran dari peristiwa demi peristiwa dalam hidup kita.
Ketika matahari akan tenggelam sering kali membawa suasana menyenangkan dan warna langit menjadi sangat indah. Sampai – sampai banyak orang yang terlena oleh keindahannya. Sementara mereka tidak menyadari bahwa sebentar lagi matahari akan tenggelam dan kegelapan malampun akan segera menyelimutinya. Kecuali orang yang sadar dan telah menyiapkan diri dengan membawa lentera untuk menerangi ketika malam tiba.

Rasulullah saw menangis hingga berguncang dadanya dan jenggotnya basah oleh air mata ketika menerima wahyu yang berbunyi : ” Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda – tanda (kebesaran ALLAH) bagi orang – orang yang berakal. Yaitu orang – orang yang mengingat ALLAH sambil berdiri atau duduk ataupun berbaring, dan mereka yang merenungkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata : ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini semua dengan sia – sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.’ ” (QS. Ali – Imran : 190 – 191)

Ketika Bilal bin Rabbah, muadzin kesayangan Rasulullah datang menegur, ” Mengapa engkau menangis wahai Rasulullah ? Padahal ALLAH telah mengampuni dosa – dosamu yang lalu dan yang akan datang ?”
Rasulullah pun menjawab, ” Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur ? Aku menangis karena tadi malam telah turun wahyu kepadaku yang bunyinya : ‘Celakalah orang – orang yang membaca ayat ini kemudian tidak mau merenungkannya.’ “
Saat ini, Rasulullah dan Abu Nawas sama – sama sudah tiada, namun kita harus merenungkan semua ini. Sudahkah kita menjadi hamba yang bersyukur dan menyadari keberadaan kita di dunia ini dan kewajiban kita padaNYA.

Seperti yang di katakan oleh Rasulullah bahwa hidup di dunia ini hanya persinggahan saja untuk menuju ke tujuan utama kita yaitu akhirat. Namun sudah cukupkan bekal kita untuk melakukan perjalanan tersebut ? Perjalanan akhirat menuju kehidupan yang sebenarnya, yang kekal dan abadi ?
Wallahualam bi shawab….

Semoga kita selalu dapat mengambil pelajaran dari setiap peristiwa…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun