Penulisan sejarah di blog internet kadang masih simpang siur. Jangankan di blog internet, lha wong di buku saja, yang penulisnya seorang profesor masih bisa keliru kok. Kemudian muncul olok-olok "bukan history (sejarah) melainkan his story (ceritanya)". Karena catatan (buku) itu ditulis dengan tidak berdasarkan pada fakta sejarah yang komprehensif melainkan berdasarkan cerita-cerita atau sumber pustaka acuan (referensi) yang kurang berdasar.
Terlepas dari akurat atau tidaknya catatan sejarah di blog internet atau buku, bagi saya sejarah itu penting dan mengasyikkan. Â Bisa dinikmati sebagai pengisi relung-relungjiwa yang hampa he..he..kayak penyair aja. Menikmati sejarah belum cukup dengan hanya membaca buku-buku sejarah atau tulisan-tulisan tentang sejarah di berbagai media (utama/online).
Dengan melihat langsung jejak-jejak (situs) sejarah masa silam tentu lebih mengasyikkan, lebih terekam kuat di ingatan kita. Belajar sejarah tidak sekedar mengingat angka tahun namun menjadikan seseorang lebih bijak. Dengan belajar sejarah setidaknya bisa belajar dari pengalaman masa lalu, kemudian mencari hubungannya dengan zaman now.
Di sinilah beliau mendirikan langgar atau musholla yang sekarang bernama Masjid Rahmat itu. Beliau juga berjumpa dengan Ki Wiroseroyo atau yang punya nama lain Ki Kembang Kuning, beberapa sumber menyebut dengan nama Ki Bang Kuning, ada juga yang menyebut dengan nama Ki Mbang Kuning, entah mana yang benar saya tak tahu persisnya.
Ki Wiroseroyo mempunyai seorang putri bernama Dewi Karimah yang akhirnya dipersunting oleh Sunan Ampel. Nama Karimah diadopsi oleh masyarakat setempat untuk menyebut Ki Wiroseroyo dengan sebutan Mbah Karimah. Jadi Ki Wiroseroyo atau Mbah Karimah itu merupakan bapak mertua Sunan Ampel.
Sunan Ampel bersama Dewi Karimah kemudian menetap di kawasan Ampel Denta. Dari hasil pernikahan beliau berdua lahirlah 6 orang putra-putri hebat yang nantinya menjadi pejuang-pejuang Islam di Pulau Jawa seperti : Raden Faqih atau yang bergelar Sunan Ampel 2, Raden Husamuddin atau yang dijuluki Sunan Lamongan, Raden Zainal Abidin atau yang bergelar Sunan Demak, Dewi Murtasiyah kemudian diperistri oleh Sunan Giri, Dewi Murtasimah diperistri oleh Raden Fatah dan Pangeran Tumapel.
Mbah Soleh dikaruniai Allah dengan keistimewaan yakni bisa mati dan hidup kembali sebanyak 9 kali. Entah keterangan mana yang benar, yang jelas banyak orang percaya kalau kuburan di samping makam Mbah Karimah itu adalah makam cantrik beliau.
Di dalam kompleks pusara Mbah Karimah, tumbuh dua pohon asam (Jawa = wit asem) berukuran besar dan rindang, mungkin sudah berumur puluhan atau bahkan ratusan tahun. Pohon asam tadi menjadi peneduh area sekitar makam dari sengatan sinar matahari sekaligus memercantik kompleks makam. Untuk peziarah yang ingin menunaikan ibadah sholat, pengelola makam Mbah Karimah juga menyediakan masjid berarsitektur indah yang berada di sebelah kanan cungkup makam.